26 - Atas Nama Cinta atau Cemburu Sebenarnya Sikapnya Ini

11 4 0
                                    

Haknyeon pikir, dia akan baik-baik saja tanpa San. Nyatanya, justru setelah kepulangan San ke Seoul pada Minggu malam, kepala dan hatinya menjadi semakin kacau. Meski mencoba untuk tetap menjadi seperti biasanya—meski pengakuan perasaannya yang secara lowkey saat San mengomeli Haknyeon—tetapi nyatanya tidak bisa.

Tidak saat tahu siapa yang San ajak ke pernikahan temannya yang seharusnya adalah Haknyeon yang pergi menemani lelaki itu.

Meski Haknyeon yang menyakini bahwa pengunduran diri dari rumah sakit untuk bersama Ibunya dan sekaligus menjauhkan diri dari San karena afeksi satu sisinya adalah keputusan yang terbaik, nyatanya terasa tidak seperti itu. Ternyata batasan serta tembok yang dicobanya untuk dibangun untuk mengakhiri semuanya dengan San, semudah itu runtuh hanya karena lelaki itu datang kepadanya.

Datang kepada Haknyeon yang berada di Jeju.

"Haknyeon...," panggilan Ibunya membuat dia menoleh dan menyadari kalau berhenti mengupas jeruk yang seharusnya sudah selesai dilakukannya sejak tadi.

"Maaf, Eomma. Aku segera mengupaskan jeruk ini."

Namun, sepertinya Ibunya tidak memanggil Haknyeon untuk hal tersebut, karena matanya seperti mencari-cari seseorang. Kemudian, menatap Haknyeon dan bertanya, "Ke mana San? Apakah kalian bertengkar karenaku?"

"Apa?" respon Haknyeon yang refleks, kemudian berdeham untuk mencoba mengendalikan situasi. "San sudah kembali ke Seoul, Eomma. Kami tidak bertengkar, tenang saja, Eomma."

Meski Haknyeon sebenarnya hendak menambahkan, seolah Haknyeon benar-benar bisa marah kepada San. Namun, tentu itu tidaklah diucapkannya karena akan terdengar seperti Haknyeon benar-benar seseorang yang menjatuhkan afeksi kepada San dan tidak ada harapan untuknya untuk menerima hal yang sama dari lelaki itu.

Ya memang sebenarnya itu kenyataanya.

"Lalu kamu kapan kembali, Haknyeon?"

"Masa cutiku masih ada, Eomma." Haknyeon menjawab sembari tersenyum, kemudian menyodorkan jeruk kepada Ibunya. "Makanlah, Eomma. Ingat kata San, dia berharap kalau berkunjung kemari melihat Eomma menyambutnya di rumah dan bukan di rumah sakit."

Meski Haknyeon mengatakan hal itu sembari tersenyum, tetapi dadanya terasa sesak. Bahkan di saat seperti ini pun, nama San tidak bisa berhenti muncul disekitar Haknyeon. Seolah-olah San memang sudah ditakdirkan menjadi seseorang yang penting bagi Haknyeon.

Namun, apakah itu juga berlaku untuk San jika mengasosiasikan eksistensi Haknyeon?

"Apa San akan datang akhir pekan ini?" tanya Ibunya yang membuat lamunan Haknyeon buyar. "Katanya dia akan datang kembali, 'kan?"

"Aku rasa tidak."

"Oh, apa mungkin karena tidak mau melihatku dalam kondisi menyedihkan ini ya, Haknyeon?" tanya Ibunya yang membuat Haknyeon hanya bisa menghela napas mendengarnya. "Kenapa bereaksi seperti itu, Haknyeon? Aku tidak mengatakan hal yang salah, 'kan?"

"Berhenti menyimpulkan semuanya sesuai dengan narasi yang ada di kepala Eomma, kumohon," ucap Haknyeon, kemudian menoleh ke arah jendela yang memperlihatkan langit biru cerah tanpa adanya awan, "San tidak akan datang akhir pekan ini karena itu adalah waktu peringatan kematian Kakak Perempuan tertuanya, Eomma."

"Ah...," suara Ibunya yang terdengar membuat Haknyeon memejamkan matanya, karena tidak sanggup melihat atau membayangkan jika perasaan bersalah untuk hal yang tidak diketahuinya.

Karena San sendiri sebenarnya tidak pernah berkeinginan orang-orang mengetahui tentang kematian Kakak Perempuannya. Karena bagi keluarga yang ditinggalkan, ini adalah kematian tragis. Namun, bagi orang-orang, itu adalah kematian konyol.

Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]Where stories live. Discover now