32 - Momen Sedih yang Membuat Semua Orang Berkumpul

10 5 0
                                    

Jika ada hari yang San berharap bisa terlewati adalah saat ini. Karena San rasanya masih tidak bisa menerima kenyataan jika salah satu Kakak perempuannya sudah tiada. Meski hari ini seharusnya San bekerja di rumah sakit, tetapi sejak sebulan yang lalu dirinya sudah mengajukan cuti untuk hari ini.

Hari peringatan kematian Sulli, Kakak perempuan pertama San.

Rasanya tahun telah berubah menjadi tahun kedua peringatan kematian Sulli itu seperti mimpi buruk kala demam. Namun, ini kenyataannya dan itu menyakitkan. San mencoba mengerti jika Hyojung tidak keluar dari kamarnya—atau kamar Sulli karena mereka memiliki pintu yang terhubung ke kamar satu sama lainnya—karena San yang menjadi Adik merasakan kehilangan seperti ini.

Bagaimana rasanya menjadi Hyojung yang harus memperingati kematian kembarannya sendiri? Saat semua orang sejak dahulu yang mengkhawatirkan jika Hyojung yang akan mengakhiri kehidupannya dengan kondisi yang dimilikinya. Namun, siapa yang mengira jika plot kehidupan yang mengejutkan—yang jelas tidak diharapkan—adalah Sulli yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya?

"Aku membencinya," ucap San yang membuat Jongho yang berada di sampingnya, menoleh ke arahnya, "seharusnya yang menghilang itu lelaki brengsek itu, bukan Sulli."

"Meski aku hendak mengatakan sanggahan yang terdengar masuk akal, tapi kali ini aku menyetujui perkataanmu, Hyung."

San hanya menghela napas panjang, kemudian menatap pintu untuk menunggu Ibunya muncul. Meski jika ini keadaan biasa, San akan memprotes Ibunya yang belum kunjung muncul padahal selalu menekankan untuk selalu muncul lebih awal dari waktu yang ditentukan. Mengatakan bahwa lebih baik datang lebih awal dan menjadi orang yang menunggu daripada menjadi orang yang ditunggu oleh orang lain.

Namun, apa menunggu itu menyenangkan jika pada akhirnya Ibunya tidak pernah sekali pun dihargai oleh Ayahnya selama hidup?

Apakah menunggu selama itu untuk perhatian benar-benar sepadan untuk Ibunya? Meski perhatian Ayahnya memang pada akhirnya ada, tetapi itu karena lelaki itu memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan sudah mengetahhui estimasi usianya.

"Apa pun yang Eomma katakan hari ini, kamu hanya perlu diam, Jongho." San tahu setelah mengatakan hal itu, Jongho kembali menatapnya. Membuatnya kembali menghela napas, kemudian melanjutkan perkataannya, "Kamu tahu, Eomma meski seperti itu, dia benar-benar menyayangi Sulli noona."

"Aku tahu itu, San Hyung."

"Baguslah. Aku mengatakannya hanya untuk berjaga-jaga kalau kamu melupakannya."

"Tapi San Hyung ... kenapa aku harus diingatkan tentang Eomma?" tanya Jongho yang membuat San hanya tersenyum.

Meski Jongho baru dua tahun belakangan bisa memanggil Ibunya—yang merupakan Ibu tiri Jongho—dengan sebutan 'Eomma' yang ternyata masih terdengar aneh. Bukan dalam konotasi negatif, hanya karena San belum terbiasa. Mungkin Jongho pun merasa hal yang sama, karena selama ini hubungan dua orang itu yang tidak bisa dibilang dekat, tetapi bukan berarti Adik tirinya itu diabaikan oleh Ibunya.

"Bukankah Eomma lebih cerewet kalau berhubungan denganmu?"

"Sebenarnya, dia akan cerewet karena tahu kisah cinta kita."

Jongho mendengar jawaban San, menjawab,"Oh, benar juga."

Setelahnya, keduanya tidak mengatakan apa pun. Entah apa yang dipikirkan oleh Jongho, karena San tidak ingin tahu. Karena jika tahu ada nama Yunho dipikiran Adik tirinya itu, rasanya dia hendak marah sekaligus merasa tidak bisa melakukannya.

Karena apa bedanya San dengan Jongho dalam kekeras kepalaan dalam menghadapi cinta?

Oke, mungkin setidaknya Jongho sedikit lebih baik dari San. Karena Adik tirinya itu tipikal yang setia dan bisa untuk tetap berada di batasannya selama ini.

Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang