61. Kematian Aiden

25.5K 3.5K 35
                                    

Putri Yelena menuruni tangga dan mengintip dibalik pintu lebar dan luas, tampak seorang Ksatria datang dengan kain berbalur darah.

Ah, ksatria itu berada di pihak mereka. Ksatria Abigail, milik kakaknya.

Yelena membuka pintu lebar dan bertanya ada apa. Ksatria dengan cekatan menunduk hormat,  tanpa basa-basi ia memasuki Kastil setelah mendapat izin.

"Ada informasi dari medan perang, Putri." ucap si ksatria dan menurunkan kain berbalur darah itu. "Saya di sini diperintahkan untuk menyampaikan informasi secara resmi."

"Ada sesuatu yang buruk?"

"Berita duka, Duke of Zionne, pemimpin utama pasukan depan, telah menghembuskan nafas terakhirnya sebagai pejuang dalam perang."

"...." Putri Yelena terdiam.

"Apa?"

Suara yang serak terdengar dari atas tangga, nampak Tilly dengan wajah pucatnya memiliki ekspresi rumit.

Tilly menuruni tangga dengan terhuyung-huyung, badannya gemetaran. Hampir sampai anak tangga telah dilewati, ia tersandung tanpa bisa menghindar. Terguling jatuh menuju lantai dingin.

Untungnya ia tidak jatuh terlalu tinggi.

Yelena bergegas menghampiri Tilly yang terlihat kebingungan, bahkan untuk bernapas sehembus pun.

Ksatria segera membantu Tilly membangunkan badannya, tetapi Tilly segera menepis segala bantuan yang datang. Tatapannya hanya fokus pada kain berbalur darah di lantai.

Terseok-seok ia berjalan menggunakan lutut, mendekati kain itu, dibukanya secara perlahan. Sayangnya, tangan Tilly gemetar hebat, sulit kain bertali rapat untuk dibuka.

Yelena yang sudah berkaca-kaca membantu Tilly untuk membuka kain berbalur darah amis tersebut.

Di dalam kain, hanya ada sebuah lengan yang familiar. Lengan yang selalu menggandengnya, yang selalu memberi kasih sayang penuh padanya.

Bahkan tadi, tangan ini hangat dan dengan lembut mencium jemari merah Tilly.

"T-tangannya dingin." suara Tilly hampir tak terdengar, begitu kecil dan lirih.

Sebenarnya apa yang terjadi.

Ia terlalu bingung untuk menangis.

Yelena menangis tanpa bersuara, dipeluknya Tilly dari belakang. "Nona Tilly, suamimu.... " Sulit bagi Yelena untuk melanjutkan kalimatnya.

Itu berat.

Hidung Tilly terasa gatal, matanya perih, bibirnya bergetar menahan tangis yang memaksa keluar. Kastil begitu sepi tanpa ada seorang pun selain mereka.

"Suamiku... Suamiku... " Air mata Tilly mulai turun, ia memeluk erat lengan suaminya. "Suamiku, kenapa..."

Tangisan Tilly bergema dalam Kastil yang sepi.

Tilly sesak untuk bernapas. Gadis itu hanya menangis. Hatinya pengap, seperti ada beban yang terus menumpuk hingga kepalanya menyentuh lantai dingin, gaunnya kotor karena noda darah. Tilly terus memeluk lengan Aiden yang biru.

Harapannya seolah langsung terperosok. Mimpi tentang kemenangan yang dibawa pulang, lalu ia memberi berita menyenangkan. Kini, Tilly bahkan tidak bisa melihat hari esok.

"Aku tidak mau... Aku ingin kembali, bawa suamiku kembali. Aku tidak mau kehilangan suamikuu!" Tilly mulai histeris.

"Kembalikan suamiku!"

Yelena menenangkan Tilly yang tampak menggila, "Suamimu adalah pejuang terhormat."

"KEMBALIKAN SUAMIKUU!! BAJINGAN! KEMBALIKAN!"

Tilly tidak mempedulikan siapapun lagi, "AKU INGIN KEMBALI! .... Bawa aku ke suamiku lagi... "

Gadis itu memukul dadanya beberapa kali, memaksa rasa sesak pergi. Tetapi yang ada hanya rasa sakit lain, ia bingung harus memukul di bagian apa lagi. Menggebrak lantai, menarik rambut, atau merobek gaun.

Rasa sesak tetap tidak hilang.

Ia takut untuk menghembuskan napas lagi.

"Suamiku ...." Tilly mengusap kasar wajahnya. "Aku ingin memutar waktu lagi—bawa aku kembali!"

"Bawa aku kembali pada suamiku!"

Tiba-tiba cahaya putih menenangkan menutup pandangan Tilly, ia secara reflek menutup matanya.

Wusshhh!

Beberapa saat kemudian, cahaya itu menghilang.

"I-istri?"

Bergegas Tilly membuka matanya, ia melihat suaminya, Aiden, masih memakai baju besi tanpa noda darah sedikitpun. Mereka berada di dalam Kastil.

"Ini...? Bukankah, aku sudah mati?" Aiden bertanya kebingungan.

Tilly menatap jemarinya, itu tidak merah. ".... Suami masih hidup."

"Aku masih hidup." Aiden terdiam sebentar lalu tertawa lepas, memeluk istrinya, "Ada apa ini? Apa ini mimpi? Aku bisa bertemu istriku ....!"

"Tidak mungkin ... Aku—ah, maksudku, kita mengulang waktu." Tilly melepas pelukannya.

Tatapan gadis itu tiba-tiba menjadi seram, "Jangan pergi ke medan perang. Kau akan mati, suami!"

[END-TERBIT] Get Married with MonsterWhere stories live. Discover now