15. Tidak Rela

53.4K 7.9K 80
                                    

Seharusnya dia mencintai Aiden selama sisa hidupnya, memberikan kasih sayang, dan mendambakannya.

Penyesalan.

Begitu perih, menyadarkan ia bahwa telah jatuh cinta pada suaminya, Aiden yang tampan. Buruk rupa? Itu tidak sama sekali.

Bodoh, Tilly sangat bodoh. Bodoh sekali. Bodoh.

"... Istri ...."

"Istri!"

"Ah?!" Tilly terbangun dengan wajah terkejut.

Badan gadis itu gemetar, mengingat mimpi yang baru saja dia alami, itu menakutkan. Tentang penyesalan terbesarnya di kehidupan lampau.

Merasakan lagi sakitnya penggalan besi tajam, dan tatapannya di akhir hidup. Itu begitu menyeramkan.

"Kau bangun!" Aiden tersenyum lebar, "Saat pingsan kau menangis begitu keras, aku takut terjadi sesuatu ..."

".... hiks," Air mata Tilly terjatuh.

Aiden gelagapan, dia memeluk istrinya, "Kenapa menangis lagi? "

"Aku ... maafkan, maafkan aku."

"Apa? Minta maaf untuk apa?"

"Aku bersalah ... Aiden, jangan membenciku. Maafkan aku, ya? Maaf ...." Tilly meremas kedua pundak suaminya dengan keras.

"Ugh.. Istri," Aiden sedikit kesakitan dengan itu. "Kau tidak bersalah apa-apa ... tidak ada yang perlu dimaafkan."

"Aku bersalah, s-seharusnya aku mencintaimu saja dulu, perih rasanya ... hiks, saat melihatmu dengan yang lain. "

"Istri-"

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu sehingga a-aku menjadi bingung untuk mengungkap perasaan ini."

Mendengar pengakuan yang tiba-tiba membuat pipi Aiden memerah, "Y-ya, cinta? Istri, tidurlah lagi, kau butuh istirahat."

"Tidak, nanti saja. Nanti kamu meninggalkan diriku."

"Itu tidak akan pernah terjadi."

"Kalau begitu tidur di sampingku juga?"

Aiden tersenyum manis, "Apakah ini modus? Baiklah."

***
Kedua mata Tilly terbuka, kepalanya sedikit pusing.

"Uhh ...."

"Sudah bangun?!" suara bersemangat terdengar dari samping.

Bocah lelaki dengan rambut hitam tersenyum cerah, seolah telah menunggu momen ini sejak lama. "Istri, apakah kau hendak menangis lagi?"

"...Menangis?"

"Iya!"

"Lagi katamu? Kapan aku melakukan itu?"

Aiden mengerutkan alisnya, "Kau lupa dengan apa yang kau lakukan tadi?"

Entah kenapa gadis kecil ini menjadi gugup, jemarinya bermain satu sama lain, "Apa?"

"Istri berkata jika kamu mencintaiku, sangat mencintaiku."

"Eh?"

Melihat wajah terkejut istrinya, Aiden menjadi sedih. "Kau lupa, dan sepertinya tidak bersungguh-sungguh saat mengatakan itu.."

"Sebentar!" Tilly mengibaskan kedua tangannya. "A-aku memang lupa, tapi bukan berarti pernyataan itu salah."

"Jadi?"

"Jadi aku, akhem, aku memang mencintaimu."

Perasaannya lega karena telah mengungkap kalimat ini, kalimat yang sudah dipendam nya sedari kehidupan pertama.

"Sejak kapan?!" Aiden mendekatkan wajahnya.

"A-ah?"

Wajah mereka sangat dekat! Ketampanan Aiden pun terlihat lebih jelas walau masih anak-anak.

"Sejak .... "

Entah sejak kapan, tapi Tilly sudah yakin jika ia mencintai Aiden sejak kehidupan lampau.

"Aku mencintaimu sejak melihatmu berlatih dengan Demian, itu sangat keren, aku terpesona! Ah, dan dari ketampanan mu juga, lalu sikapmu yang mengemaskan dan lucu!"

"Aku menggemaskan?"

"Ya."

"Aku tidak keren?" Aiden memundurkan tubuhnya sedikit menjauh dari Tilly, wajahnya cemberut.

"Kau keren, tapi kau juga lucu, suami!"

"Pilih saja salah satu, jangan serakah!"

Bibir Tilly berkedut, kenapa suasananya menjadi aneh seperti ini?

"Aku memilih- Uhuk, uhuk!"

"O-oh, kau batuk!" Aiden memberikan segelas air dari meja. "Maafkan aku, aku lupa bahwa kau belum makan dan minum apa pun selama satu minggu ..."

Tilly yang sibuk meminum airnya dengan rakus, berhenti. "Berapa lama?"

"Seminggu."

"....APA?!"

Dia telah melewatkan seminggu untuk membuat banyak kenangan, dan kini hanya tersisa satu minggu lagi sebelum keberangkatan perang suaminya!

"Perangmu ... kapan?" Tanya Tilly memastikan.

Aiden tersentak, dia menggaruk pipinya sambil menghindari pandangan. "Perang itu, seminggu lagi."

"Secepat itu?"

"Tidak apa, mungkin aku akan kembali setelah 3 bulan seperti biasanya.." Aiden mengambil gelas kosong dari Istrinya.

Tilly menunduk, "Jika lebih lama dari itu? Kau tidak tahu, kan, apa yang akan terjadi di sana."

"Istri, aku kuat. Mungkin kau hanya melihat sisi memalukanku selama ini, tapi aku kuat!"

"Aku tidak suka melihatmu terluka, suami. Dalam perang, kau akan bermandi darah amis, tangan mungilmu akan ternodai!"

"Aku sudah melakukan ini sejak usia 7 tahun. Lagipula tugasku hanya mengatur strategi, tidak ikut berperang."

"Tetap saja, aku tidak suka! Apa kau tidak takut aku menjadi janda?"

Aiden memeluk istrinya, "Tidak akan terjadi."

"Lalu jika sebaliknya, saat kau kembali, aku tiada?"

Tilly merasakan tubuh suaminya menegang, "Apa maksud perkataanmu, Istri?" suara Aiden tampak dingin.

Gadis itu cukup kaget dengan perubahan nada bicara Aiden, "Itu ... maaf. " ia merasa bersalah.

"Apa kau berniat meninggalkanku, Istri? Menikahi pria lain?"

"Tidak, bukan begitu!"

"Jangan-jangan apa yang dikatakan Noel benar, kau muak padaku?"

"Bukan begitu, suami!" Tilly menangis lagi, untuk ketiga kalinya dalam sehari. "Aku benar-benar benci berpisah denganmu."

Apa lagi, Aiden akan bertemu Julian saat berperang. Itu menyebalkan dan membuat Tilly takut. Apa suaminya akan tetap mencintai Julian?

Ah, kenapa dia resah seperti ini. Bukankah Tilly telah membuat janji pada diri sendiri, untuk menyerahkan Aiden kepada Julian?

Tapi Tilly tidak tahu jika akan sesakit ini, ia tidak rela.

[END-TERBIT] Get Married with MonsterWhere stories live. Discover now