30 : What Else?

12.9K 802 71
                                    

Setelah berjam-jam lamanya di ruang operasi, akhirnya dokter yang sejak tadi ditunggu-tunggu keluar juga. Bertepatan dengan datangnya Dexter yang berpenampilan sangat kacau. Seluruh tubuh basah kuyup dengan pakaian kotor bekas tanah beercampur bekas darah Anna. Dokter yang melihat itu terkejut.

"Bagaimana keadaannya?" ucap Dexter langsung. Rihana beserta Emily sama-sama menunggu jawaban Dokter itu. Sedangkan Bryan masih bersikap tenang.

"Kabar buruk. Kondisi pasien cukup parah sampai membuatnya koma. Pendarahan di kepalanya cukup hebat akibat benturan keras yang menimpanya. Pasien benar-benar kehilangan banyak darah. Beruntungnya kami memiliki stok darah yang cocok untuknya. Namun tetap saja, kondisinya masih sangat buruk. Saya tidak bisa memastikan kapan ia akan tersadar." Rihana yang mendengar itu mendadak lemas. Emily dengan sigap memegangi tangan wanita tua di sampingnya ini.

"What about our baby? Apa ia selamat?" Dexter berbicara pelan menatap penuh harap pada dokter di depannya. Dokter itu menghela napas panjang seraya menggelengkan kepalanya.

"Sayang sekali usianya hanya sampai menginjak satu bulan. Masih sangat muda, namun kandungannya mengalami benturan yang cukup keras sampai-sampai kami tidak bisa menyelamatkannya. Saya turut berduka."

Dexter menempelkan keningnya di dinding. Ia berusaha keras meredam emosinya yang mulai terpancing lagi. Kedua tangannya mengepal di setiap sisi kepalanya. Matanya terpejam dan napasnya naik turun. Sungguh kacau sekali pria itu. Perasaannya campur aduk. Namun, perasaan sedih lebih mendominasi.

Bryan yang melihat itu turut prihatin. Pria itu mendekat pada dokter. "Apa pasien bisa dikunjungi sekarang?" tanyanya. Ia sangat yakin bahwa Dexter pasti ingin menemui Anna sekarang juga. Pria itu membutuhkan wanitanya.

Apa tidak terbalik? Entahlah, yang jelas Dexter sangat butuh Anna berada di sampingnya saat ini.

"Sebenarnya belum bisa. Tetapi, jika Tuan ini ingin melihat istrinya baiklah saya izinkan. Tetapi hanya sebentar dan jangan membuat keributan, karena itu bisa mengganggu perawatan pasien." Bryan tersenyum miring mendengar kata istri yang dilontarkan dokter itu. Rupanya ia mengira Dexter dan Anna adalah sepasang suami istri.

Tidak lama, dokter itu izin pamit pergi. Kini Bryan menghampiri Tuannya itu.

"Tuan. Jika Anda ingin melihat Nyonya, masuk saja Tuan. Saya sudah bilang pada dokter tadi." Dexter menarik napas panjang sebelum berbalik menatap ketiga anak buahnya.

"Rahasiakan keberadaan Anna dari siapapun, termasuk ayahku. Jangan sampai ada yang tahu jika Anna dirawat di rumah sakit ini. Mereka tidak boleh tahu kondisi Anna sekarang. Buat pernyataan palsu apabila ada yang menanyakan keberadaan Anna. Apa pun itu aku tidak peduli yang pasti harus masuk akal dan jangan menimbulkan kecurigaan. Mengerti?" titah Dexter dengan tatapan serius. Rihana Emily dan Bryan mengangguk mengerti.

"Kami mengerti, Tuan. Saya akan lakukan sesuai perintah Anda. Anda tidak perlu khawatir."

"Benar Tuan. Kami akan menyembunyikan hal ini baik-baik." Emily mengangguk setuju dengan ucapan Bryan serta Rihana.

Dexter mulai masuk ke dalam ruang tempat Anna berada. Pria itu tertegun melihat keadaan Anna yang cukup memprihatinkan. Banyak alat medis yang terpasang di tubuhnya. Kepala wanita itu diperban dengan impus yang terpasang di punggung tangan kirinya. Hidungnya juga dipasang selang oksigen.

Dexter mendekat pada Anna. Pria itu duduk di samping brankar dan langsung meraih tangan kiri Anna. Ia menggenggam tangan mungil itu dan mengusapnya dengan lembut. Dipandanginya wajah pucat Anna lekat-lekat. Kemudian, pria itu tertunduk. Setetes air mata jatuh tanpa bisa dikendalikan Dexter.

Heartless [ON GOING]Where stories live. Discover now