25 : Family Dinner Invitation

10.8K 668 60
                                    

Double up, honey😙😙

***

Saat ini Anna tengah berada di pinggir kolam. Ia duduk di salah satu kursi santai di sana sembari meminum susu ibu hamil rasa strawberry. Wanita itu memejamkan mata menikmati sapuan udara siang yang terasa sejuk di kulitnya.

"Menikmati harimu, kakak?" ucap Decla yang tiba-tiba datang dan duduk di kursi lainnya dekat Anna.

Anna yang sedikit terkejut mengernyitkan keningnya. "Apa baru saja kau memanggilku kakak?" ucapnya tidak yakin.

"Apa itu salah? Sebentar lagi kan kau akan menjadi kakak iparku."

Anna saat ini tidak ingin berdebat. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepala sembari kembali memejamkan mata dan menyenderkan tubuhnya.

"Berapa bulan usia kandunganmu?"

"Apa pedulimu?" sahut Anna malas.

"Tentu saja aku peduli. Di dalam sana ada calon keponakanku yang sedang tumbuh dan berkembang."

Anna hanya diam tidak menanggapi. Decla memerhatikan Anna lekat-lekat. Pria itu sedikit jengkel dengan jawaban wanita itu tadi.

"Maaf."

Anna yang samar-samar mendengar membuka kedua matanya. "Kau bilang apa tadi?" ucapnya meyakinkan.

"Maaf. Maaf karena pertemuan pertama kita tidak cukup baik. Aku tidak memperkenalkan diriku secara resmi padamu." Anna merasa ada yang aneh dengan pria itu. Namun, ia mencoba mengabaikan.

"Tidak perlu dipikirkan. Aku juga tidak peduli," jawabnya seadanya. "Lagipula, aku di sini hanya sebentar. Setelah waktu yang tepat tiba, aku akan pulang dan kita tidak akan pernah bertemu lagi. Jadi kurasa, perkenalan bukan hal yang penting saat ini," lanjutnya tersenyum kecil.

"Kau cukup sombong dan terlalu percaya diri rupanya." Decla menatap Anna dengan malas.

"Jika iya, memangnya kenapa?" jawab Anna malas. "Ngomong-ngomong, mengapa kau mengajakku berbicara seperti ini? Bukankah kau tidak menyukaiku? Bagiku ini cukup aneh dan mencurigakan."

Decla menghela napas panjang sebelum mengikuti Anna menyenderkan diri di kepala kursi. "Bukan apa-apa. Hanya berniat melakukan pendekatan diri. Aku akan tinggal di sini selama beberapa hari ke depan dan kita akan sering bertemu. Jadi setelah kupikir-pikir lagi, berteman denganmu bukan hal yang salah."

Dexter tiba-tiba datang dan berdiri tepat di sebelah Anna. Pria itu saling bertatapan dengan Decla. Mereka seperti sedang berbicara melalui telepati.

"Anna. Pergi ke kamar dan jangan keluar sampai aku datang! Emily akan menemanimu." titah Dexter dengan nada rendah. Anna yang benar-benar tidak ingin berdebat hanya menurut saja.

Sepeninggalan Anna, Dexter menempati tempat duduk yang ditempati Anna tadi. Decla mengangkat sebelah allisnya ke atas memerhatikan gelagat sang kakak.

"Apa yang terjadi?" tanyanya.

"Claxim ada di depan. Pengawalku yang memberitahu, ia baru saja tiba."

Tidak lama setelahnya, Claxim memunculkan diri. Pria itu tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawa parcel buah dan sebuket bunga mawar merah bercampur lily putih.

"Halo saudara!" sapanya dengan senyum lebar sembari merentangkan kedua tangan.

"Kau tampak bersemangat pagi ini, Clax?" ucap Dexter dengan nada curiga.

"Tentu saja! Aku sangat senang mendengar kabar bahwa Decla sudah keluar dari rumah sakit. Aku langsung kemari begitu daddy memberitahuku ia ada di sini," jawabnya santai. "Ah iya! Ini Decla! Aku membawakanmu bunga favoritmu. Dan sekeranjang buah untuk calon kakak iparku. Dimana ia berada?" lanjut pria itu.

"Letakkan saja buah itu di dapur. Berikan pada Rihana. Ia akan mengurusnya," jawab Dexter tanpa ekspresi.

"Apa aku tidak boleh memberikannya langsung pada Anna? Mengapa harus melalui Rihana?" tanya Claxim mengangkat sebelah alisnya.

"Calon kakak ipar sedang tidak bisa diganggu. Ia sedang menjalani hukuman," bisik Decla di akhir kalimatnya. Padahal itu hanya sebuah kebohongan belaka.

"Hukuman? Apa kau mengurungnya lagi, Dex? Oh Ya Tuhan! Sungguh malang sekali gadis itu."

"Apa pedulimu?" tanya Dexter dengan tatapan tajamnya.

"Hanya kasihan padanya. Apa itu salah?" Claxim menyugar rambutnya ke belakang. "Ah iya! Aku kemari juga ingin menyampaikan pesan daddy. Dia meminta kita untuk—"

"Untuk apa?" Tiba-tiba Claire datang dan langsung memotong pembicaraan Claxim.

"Claire?"

"Halo kakak-kakak dan adikku!" sapanya riang mencium satu persatu saudara-saudaranya. Saat Dexter dicium di pipi kanan oleh adiknya itu, ia langsung menghapusnya dengan tangan tanpa ekpresi. Sedangkan Decla, ia tersenyum senang dan langsung memeluk kakak perempuannya itu. Hanya Claxim yang biasa saja.

"Mengapa kau tiba-tiba ada di sini? Apa kau tidak sibuk di rumah sakit?" tanya Decla dibalas gelengan kecil dari Claire.

"Aku free hari ini. Jadi kita berempat bisa quality time antar saudara! Oh astaga aku sangat merindukan momen ini!"

"Ide bagus! Lalu nanti malamnya kita akan quality time keluarga bersama daddy. Tadi daddy berpesan padaku, ia meminta kita untuk makan malam bersama di mansion utama. Ah iya Dex, daddy juga berpesan untuk mengajak Anna, jika tidak ada yang keberatan di antara kita," ucap Claxim.

"Tidak perlu. Dia tidak perlu ikut. Bukannya itu acara makan malam keluarga? Dia bukan bagian dari keluarga kita, bukan? Untuk apa ia ikut?" jawab Dexter dengan tatapan dinginnya.

Claire dan Decla hanya saling pandang satu sama lain.

"Baiklah. Itu terserah padamu."

/

"Emily, apa kau tahu tentang Decla?" tanya Anna membuka topik. Ia tengah berada di kamar bersama Emily sekarang. Mereka duduk di sofa dekat jendela.

"Tidak banyak, Nona. Hanya beberapa."

"Bisa kau beritahu aku apa saja itu?" Emily mengangguk.

"Tuan Declano adalah adik bungsu Tuan Alderizond. Tuan Alderizond adalah yang tertua, lalu Tuan Claxim, kemudian Nona Claire, dan yang terakhir adalah Tuan Declano. Di antara mereka berempat, hanya Tuan Declano yang sama sekali belum pernah melihat mendiang Nyonya Calasva, ibu mereka," jawab Emily mulai bercerita.

"Mengapa?" tanya Anna lagi penasaran.

"Dua puluh tahun yang lalu, terjadi sebuah insiden pada keluarga Alderizond. Ada sebuah penyerangan yang terjadi di mansion utama yang dulu. Nyonya Calasva tertembak saat penyerangan itu tepat di jantungnya dan langsung meninggal di tempat. Waktu kejadian itu, Tuan Declano masih sangat kecil. Dia baru berusia satu tahun. Belum bisa melihat dengan jelas ibu dan ayahnya." Anna mendengarkan dengan serius. "Saat kejadian itu, Tuan Dexterioz berusia sembilan tahun, Tuan Claxim berusia enam tahun, dan Nona Claire berusia lima tahun."

Anna menutup mulutnya tidak percaya. "Ya Tuhan. Mereka masih sangat kecil."

"Insiden tertembaknya Nyonya Calasva disaksikan langsung oleh Tuan Dexterioz. Ibunya dibunuh tepat di hadapannya."

Anna semakin terkejut mendengar cerita itu. "Ya Tuhan! Mengapa penyerangan itu bisa terjadi? Apa mau mereka?"

Ceklek!

Pintu kamar dibuka oleh Dexter dan sukses membuat Emily terkejut. Gadis itu langsung berdiri dan menunduk hormat. Dexter masuk dan mendekati Anna.

"Keluar!" titah Dexter pada Emily.

Sepeninggalan Emily, Dexter menatap Anna yang ternyata juga tengah menatapnya. Wanita itu menatap dengan tatapan iba.

"Ada apa? Mengapa menatapku begitu?" tanya Dexter dengan nada dingin.

Anna menghela napas panjang. "Tidak ada."

Dexter berjalan menuju kamar mandi. Sebelum masuk ke dalamnya, pria itu melirik Anna dan memberitahu sesuatu.

"Aku akan pergi sampai malam. Kau diam di mansion dan jangan pergi kemana-mana. Jangan berkeliaran di luar mansion. Mengerti?" Anna hanya mengangguk sebagai jawaban.

See u next part😻

Heartless [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang