18 : Pregnant?

19.4K 980 75
                                    

Di sebuah rumah sakit elit dengan fasilitas serba lengkap, Dexter berjalan terburu-buru sembari menggendong Anna ala bridal style di sepanjang lorong. Pihak rumah sakit yang menyadari bahwa Dexter membutuhkan bantuan langsung datang membawakan brankar. Pria itu membaringkan Anna dengan berhati-hati.

"Periksa keadaannya!" titah Dexter dengan ekspresi tenang, namun jauh di lubuk hatinya ia merasakan panik, cemas, kalut, dan takut.

"Mohon tunggu di luar, Tuan."

Anna dibawa masuk ke ruang UGD untuk ditindaklanjuti. Sementara Dexter di luar menunggu dengan mengusap wajah gusar. Rasa cemas dan takut akan Anna mengalami hal buruk begitu besar dalam dirinya. Dexter berusaha menampik, namun rasa itu seolah tidak mau pergi.

Sejenak, Dexter bersandar di dinding rumah sakit sembari memejamkan matanya. Lagi-lagi, bayangan wajah Anna muncul di benaknya. Wajah Anna tersenyum ria sebelum Dexter membawa paksa wanita itu diam-diam ke mansionnya membuat perasaan Dexter sedikit tenang.

Sudah lama sekali Dexter memantau pergerakan Anna. Sejak wanita itu masih kecil hingga dewasa seperti sekarang ini. Dexter selalu memantau dengan jarak jauh tanpa Anna sadari. Katakanlah ia memang penguntit Anna, karena nyatanya memang seperti itu.

Sekitar sepuluh menit Anna di dalam sana, kini pintu UGD terbuka menampilkan seorang perawat.

"Pasien baru saja sadar, Tuan. Anda boleh masuk. Ada yang ingin dokter sampaikan juga di dalam," ucap perawat itu.

Tanpa sepatah kata, Dexter langsung melenggang masuk. Anna tampak terkejut melihat kehadiran pria itu. Ekspresinya bisa terbaca oleh siapa saja yang melihatnya.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Dexter bersidekap dada tanpa melihat ke dokter yang menangani Anna. Tatapannya terus tertuju ke wajah pucat wanita yang terbaring di atas brankar itu.

"Pasien mengalami stress dengan pola makan yang tidak teratur sehingga menyebabkan maag-nya kambuh. Beruntung Anda membawanya cepat datang kemari, sehingga kami bisa segera menindaklanjuti. Tadi saya sudah memberikan vitamin melalui impus untuk memberi nutrisi ke dalam tubuh Nona ini. Saya juga memberikan vitamin penguat janin. Jadi, Nona ini dan bayinya sekarang sudah tidak apa-apa. Hanya perlu perawatan beberapa hari untuk memantau perkembangan ke depannya."

Dexter dan Anna sama-sama menoleh ke dokter itu. Mendengar kata 'janinnya' sukses membuat Anna merasa bingung.

"Janin?" ulang Anna tidak mengerti.

"Tentu saja, Nona. Anda mengetahui kehamilan ini, bukan?" jawab Dokter itu.

"Si—siapa yang hamil? Saya tidak hamil," ucap Anna lemah dengan bibir pucatnya.

Dokter itu mengerutkan kening bingung. "Anda hamil, Nona. Usia kehamilan Anda sudah memasuki tiga minggu."

Dexter yang tadinya bersidekap dada langsung menurunkan kedua tangannya. "Jangan bermain-main dengan ucapanmu!" tegas pria itu menatap tajam dokter di seberangnya.

"Saya sedang tidak main-main, Tuan. Jika Anda tidak percaya, Anda bisa memeriksanya di dokter kandungan langsung. Ruangannya ada di lantai empat."

Anna menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak! Tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Aku tidak mungkin hamil!!" tegas Anna lantang.

"Sebaiknya sekarang Anda tidak memikirkan hal itu dulu, Nona. Pikirkan kesehatan Anda terlebih dahulu. Anda harus banyak-banyak istirahat dan jangan terlalu stress. Kalau begitu saya permisi dulu, Nona, Tuan. Jika perlu sesuatu panggil saja kami."

Dokter itu meninggalkan Anna dan Dexter berdua. Sedari tadi, Anna hanya diam tanpaa berniat menatap Dexter. Kondisinya masih sangat lemah. Ia tidak sanggup melawan Dexter untuk saat ini. Alhasil, Anna memilih diam untuk mencari aman.

"Kau hamil." Entah itu sebuah pertanyaan atau pernyataan. Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Dexter. Anna tidak berniat menjawab, ia hanya diam seperti sebelumnya.

"Jika aku mengajakmu berbicara jangan diam saja!" tegas Dexter kembali ke sifat dominannya.

Anna menghela napas panjang. "Hamil atau tidaknya aku, kau juga tidak akan peduli bukan?" jawab Anna sekenanya. Ia menatap malas ke arab Dexter. "Kau hanya peduli untuk terus fokus membuatku menderita. Just it, right?" lanjutnya terkekeh sinis.

Dexter diam dengan tatapan yang terus tertuju pada wajah pucat Anna.

"Mengapa kau membawaku ke sini? Bukannya bagus jika tadi aku sekalian mati saja daripada kau membawaku ke tempat sialan ini? Itu pasti merepotkan." Anna kembali berucap dengan nada menyindir. Wanita itu melupakan fakta bahwa ia tengah mengandung. Anna masih belum sadar dengan janin yang sedang berkembang di dalam perutnya.

Ctak!

Anna melepaskan inpus di tangannya dengan kasar hingga darah mengucur dari sana. Dexter yang melihat itu sempat terkejut, namun ia kembali membuat ekspresi tenang.

Anna bergegas turun dari brankar rumah sakit. Ia berjalan mendekati Dexter dengan kondisi yang masih lemah, tetapi Anna berusaha kuat.

Begitu tiba di hadapan Dexter, Anna mendongakkan dagunya seakan menantang pria itu.

"Dexter, please," Anna membuat wajah memelas. Dexter sendiri mengangkat sebelah alisnya ke atas. "Kumohon! Jika kau menyakitiku, jangan pula kau juga yang mengobatinya. Aku sudah lelah. Kapan ini semua akan berakhir?"

Dexter terkekeh pelan. Ia menyeringai bak iblis. Pria itu menarik pinggang ramping Anna, menyuruh wanita itu semakin menempel padanya. Masih dengan seringaiannya, Dexter menatap dalam kedua bola mata Anna.

"Ini semua tidak akan berakhir, honey!" ucap Dexter sembari mengepinggirkan anak rambut yang meenutupi wajah Anna dengan lembut.

"Kumohon akhiri ini semua. Aku tidak mengharapkan akhir yang bahagia. Aku juga tidak peduli dengan ending yang meenyakitkan. Yang kuharapkan sekarang hanya satu, semua ini berakhir. Tidak peduli bagaimana pun alurnya," sahut Anna pelan. Ia benar-benar sangat lemah.

Dexter semakin melebarkan senyumnya. "Tapi aku tidak ingin ini cepat berakhir, sweety. Jika pun harus berakhir, aku tidak berniat menjadikannya sebagai akhir yang bahagia. Baik itu untukmu maupun untukku."

"Mengapa kau tidak ingin mengakhiri semua ini? Sebegitu besarnya kah kesalahan yang keluargaku dan aku lakukan padamu sampai-sampai kau tidak mau melepasku begitu saja?" lirih Anna menuntut jawaban.

Dexter hanya diam tanpa berniat menjawab. Ia memerhatikan gerak-gerik Anna yang tiba-tiba gelisah. Anna menjauhkan tubuhnya dari Dexter sembari mencengkram perutnya. Wanita itu tengah kesakitan.

Anna meringis dengan sebelah tangan berpengangan pada ujung brankar dan sebelahnya yang lain masih memegangi perutnya.

"Perutku sakit," lirih Anna sangat pelan. Ia menahan air matanya agar tidak jatuh.

Dexter masih diam tidak bersuara sedikit pun. Tetapi, pria itu dengan cepat menekan tombol khusus pemanggil dokter dan perawat untuk Anna. Menunggu dokter datang, Dexter tiba-tiba mengangkat Anna ala bridal style dan membaringkan wanita itu dengan lembut ke atas ranjang rumah sakit.

"Dasar lemah."

Tidak lama setelahnya, dokter beserta perawat datang dan langsung mengecek keadaan Anna. Mereka memasangkan infus baru pula untuk pasien itu.

Dexter memerhatikan semuanya tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Sedangkan Anna, wanita itu masih meringis menahan sakit di perutnya.

"Suster, tolong panggilkan Dokter spesialis kandungan."

Yang mau double up siapa nie? 🙋🏻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yang mau double up siapa nie? 🙋🏻

Heartless [ON GOING]Where stories live. Discover now