Chapter 20 [Jayden Wilder]

146 28 0
                                    

Selamat datang di chapter 20

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo meresahkaeun

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like I do love Jayden and Melody

❤️❤️❤️

____________________________________________________

“Mungkin inilah yang disebut orang-orang sebagai koneksi saudara sedarah—meski kami terpisah berjuta-juta kilometer.”

—Jayden Wilder
____________________________________________________

—Jayden Wilder____________________________________________________

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Musim panas
Oxford, 22 September
Pukul 09.15

Papa jatuh pingsan di depan kaskade sewaktu baru tiba di mansion. Sebagai seorang anak laki-laki yang baru merasakan kedekatan berupa kasih sayang Papa dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan, apa yang lebih buruk bagiku saat ini selain hal tersebut?

Pikiran tentang pekerjaan yang ruwet berganti menjadi kepanikan. Memacu kinerja otakku dalam mempercepat proses menghitungan mundur tujuh jam dari detik ini sesuai jam dinding dan mendapatkan hasil pukul satu dini hari di Jakarta.

Dari kesimpulan sederhana itu, isi dalam batok kepalaku lantas dijejali berbagai macam pertanyaan. Salah satunya yang paling mendominasi ialah hal apa kira-kira yang sangat mendesak sehingga membuat Papa pergi malam-malam dan baru pulang dini hari?

Maksudku, apabila Papa sudah tahu kondisi tubuhnya sedang kurang stabil, kenapa tidak berdiam diri dan istirahat di rumah saja? Sebegitu tidak bisa ditundanyakah urusan itu?

“Kagak tahu acara apaan yang didatengin Papa sampai pulang pagi buta gitu, Jay. Mana perginya sendirian. Udah gitu naik taksi online. Gue masih belum bisa nanya-nanya soalnya kondisi Papa masih belum stabil,” terang kakakku di seberang sambungan telepon tanpa kumintai penjelasan. Mungkin inilah yang disebut orang-orang sebagai koneksi saudara sedarah—meski kami terpisah berjuta-juta kilometer.

Menyadari hal itu, bulu kudukku tetiba meremang lantaran membayangkan bagaimana kalau Jameka bisa membaca pikiranku? Pasti mengerikan.

Aku lantas memejam sejenak untuk mengenyahkan pikiran tidak penting itu. Kemudian membalas, “Ya udah, gue sama Mel bakal ke sana secepetnya.“

Daripada benakku sibuk mereka-reka, lebih baik aku segera mengakhiri percakapanku dengan Jameka. Lalu aku beralih mewujudkan niat menelepon Nicolo untuk meminta bantuannya memesan tiket penerbangan tercepat dari waktu ini menuju Jakarta.

MR. MAFIA AND I [REMAKE]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant