Chapter 9 [Jayden Wilder]

204 45 5
                                    

Selamat datang di chapter 9

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo meresahkaeun

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like I do

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Age is a case of mind over matter.
If you don’t mind, it doesn’t matter.”

Shatcel Paige

____________________________________________________

____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim panas
Clifton Hampden, 12 Juni
Pukul 06.45

Sewaktu Nicolo melapor ada paket dari keluarga Jakarta datang dan memeriksanya atas seizinku, aku bergegas kembali ke penthouse. Lalu betapa jantungku terguncang hebat kala melihat tatapan Melody terpaku pada laci kecil di dapur yang terbuka. Badanku yang tadinya limbung lantaran belum tidur semalaman—secangkir kopi pekat sama sekali tak membantu—jadi segar kembali.

Melody memang pernah melihatku memegang serta mengarahkan revolver pada seseorang. Pascamenggagalkan niatanku meledakkan kepala orang itu, ia memang menanyakan nasib orang tersebut dan aku jelas tidak menjawabnya. Lebih memilih mengalihkan pikirannya seperti yang biasa kulakukan. Namun, ia tidak pernah menanyakan bagaimana aku bisa memiliki senjata itu.

Jadi, untuk menghindari interogasi dan segala bentuk protes Melody, aku mengungkapkan alasan yang sejujurnya tadi. Ketika ia membahas lebih lanjut, aku pun berusaha mengalihkan pikirannya dengan menggigit pipinya. Syukurlah cara itu efektif sekali.

Selama menunggu Melody bersiap-siap, aku segera menyimpan benda ilegal itu ke tempat lebih aman. Sekaligus memperingatkan diri sendiri jangan sampai teledor lagi menaruh atau menyimpan benda-benda semacam itu sembarangan. Terutama di laci dapur yang terlihat dan mudah dijangkau. Kendati Melody tidak memasak, yang artinya jarang memiliki kepentingan di sana, hal-hal kecil seperti itu juga harusnya tidak luput kuperhitungkan. Demi kelangsungan hubunganku dengannya.

Secara perlahan, aku melepas napas berat untuk membuang pikiran itu dan kembali fokus menyetir. Setelah beberapa menit berkendara, mobil berhenti di lampu merah. Kugunakan kesempatan itu untuk menoleh istriku dan keheranan pun menyerangku.

“Ngapain senyum-senyum kayak gitu?” tanyaku di antara lagu Numbers milik grup musik Sky Etas Airplane yang kusetel akrab dengan pendengaran. Aku sungguh penasaran dengan isi dalam batok kepala istriku.

MR. MAFIA AND I [REMAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang