38. Terlalu Rumit

42 1 0
                                    

Acie ketemu lagi kita.

Masih semangat bacanya? 

Jangan lupa tinggalin jejak.

Happy reading Kaw!

***

38. Terlalu rumit

Kyla berjalan menyusuri koridor setelah ia selesai membantu Bu Ina membereskan folder rapot. Kenapa harus dia coba? Tapi gadis itu lega, rupanya tidak ada masalah yang kembali menimpanya. Yang membuatnya kesal adalah Bu Ina terus berceramah sepanjang Kyla bersamanya, dan gurunya itu terus menerus mewanti dirinya agar tidak berbuat yang aneh-aneh karena surat peringatan yang ada. 

Gadis itu mengabari Valen dan Kate bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. 

Sebelum menapakkan kakinya di tangga, Kyla terlebih dahulu menghentikan langkahnya, lalu menyorot ke arah ruang bola yang ia lewati. Di sana, tiga cowok dengan peluh di setiap dahinya, tengah berbincang, dan telinga Kyla tidak sengaja mendengarnya. 

"Rumor itu bener?"

Gadis berkuncir kuda itu memilih menepi, lalu duduk di bangku terdekat untuk menghindari perhatian orang lain.

Di depan ruangan bola itu, Vanno tengah menatap Leon dalam, seakan ingin menggali jauh ke dalam diri temannya itu. Sedangkan Ben sejak tadi berusaha membuat Leon terbuka. Keduanya sama-sama bingung.

"Lo sebenarnya anggap kita ga sih?" tanya Ben setelah menerima anggukan dari Leon.

Leon tidak menjawab, ia hanya melemparkan netranya ke arah lain. Tak mau memandang ke arah dua sahabatnya.

"Yon, lo tau? gue ngerasa, gue ga kenal sama lo, gue ga ngerti jalan pikir lo," kata Vanno merasa temannya itu benar-benar tak tertebak.

"Lo punya kita, lo ga sendiri, kenapa sih? kenapa lo suka simpan semua beban lo sendiri?" ucap Ben, berusaha menahan rasa kecewanya, juga bersalah. "Rasanya ga adil Yon, lo selalu bisa bantu kita, lo yang bisa ngertiin kita. Tapi giliran lo ada masalah, kita seakan ga tau apa yang terjadi sama lo."

Leon akhirnya memilih menepuk kedua pundak temannya kemudian menarik mereka dalam rangkulannya, "Thanks, kalian udah peduli sama gue, tapi ini emang pilihan gue. Maaf kalau kalian ngerasa gue kurang terbuka." Pemuda itu, masih tetap bersikap seakan tidak ada yang perlu dipermasalahkan dalam pilihannya. 

Ben menggeleng, melepaskan dirinya dari jeratan Leon, "No, Leon yang gue kenal selalu berusaha jauh dari Retta," ucap Ben tidak puas.

"Bahkan lo sendiri yang bilang kalau se-perfect apapun Retta, lo ga akan mau sama dia," sambung Vanno.

Ben dan Vanno tidak mengerti apa yang salah dari Retta saat Leon mengungapkan keresahannya pada sikap gadis itu yang terlalu berlebihan setahun yang lalu.

"Itu kan udah lama," sahut Leon datar.

Ben memutar bola matanya, ia menendang masuk bola yang sejak tadi ia tahan di kakinya."Lo emang udah lama bilangnya, tapi sikap lo selalu sama setiap harinya Yon."

Leon terdiam sejenak, ia tak bisa mengelak dan memutuskan mengalihkan topik, "Iya-iya, yang selalu perhatiin gue kalau di sekolah," ujarnya tanpa ekspresi. Classic Leon.

Vanno berdecak, ia memilih melangkahkan kakinya pergi dari sana, dengan wajah yang tertekuk. Pemuda itu terlalu malas menanggapi Leon yang sejak tadi susah diajak berkomunikasi.

Leon mengulas senyum datar, kemudian kembali pada Ben.

"Kenapa?" tanya Leon saat menemui raut Ben yang masih menatapnya dengan tatapan campur aduk, bingung, kecewa, marah, bahkan mengalahkan raut Leon malas berbicara. 

KyleonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang