🏃K's-17🏃

28.3K 3.8K 153
                                    

Jujur disini konfliknya ringan kok, biasakan vote diawal atau diakhir chapter yaaa.

200 vote 80 komen🏃

><

Sesuai apa yang Seven minta tadi pagi, kini Klairin mau tak mau harus menemani cowok itu untuk Therapi lagi ke Psikiater.

Tadi siang Klairin langsung pulang, dia gak jadi ke rumah Margo, karena Margo nya ternyata lagi pergi ke rumah kakek dan neneknya.

Klairin mengenakan kemeja polos berwarna merah maroon, dan celana pendek diatas lutut, tak lupa kacamata minusnya.

Seven sendiri mengenakan sweater biru gelap dan celana panjang berwarna hitam.

Genggaman tangan Seven erat sekali, Klairin gak bisa melepasnya sedari tadi, mereka lagi nunggu antrian, soalnya klinik Pak Steve lagi agak ramai.

"Adek, jangan diemin abang dong." rengek Seven yang kini menggoyang kan lengan Klairin pelan, Klairin meliriknya singkat tanpa perduli.

Dia kembali fokus pada ponselnya.

"Klai! Jangan diem ajaaaaaa." rengeknya lagi.

Helaan napas kasar Klairin berikan, dia tak membenci Seven, cuma dia selalu kesal kalau masa Depresi Seven datang, maka semua yang Klairin lakukan akan bersamalah.

Seven cenderung akan mengalami kehilangan minat, lesu, mudah menangis, terkadang emosinya tak akan stabil.

Gejala awal yang terlihat saat mereka semua tau Seven menderita Bipolar, adalah disaat 2 tahun setelah Klairin diadopsi.

Disitu mulai terlihat emosi Seven yang tidak stabil, terkadang dia bisa sangat berbahagia, bersemangat, penuh dengan tawa riang, tapi 2 menit setelahnya Seven bisa sangat sedih, tangis terus menerus dan terkadang pikiran untuk bunuh diri datang.

Dan disanalah keburukan dihidup Klairin datang.

Kala Seven dalam masa depresi, dia selalu membuat masalah lalu menuduh Klairin sebagai pelakunya.

Tapi kalau dia dalam masa bahagia, Seven bisa menjadi abang yang sangat baik, sangat manja dan sangat menyayangi Klairin.

Tapi semua itu akan sirna kala masa depresi dia datang.

Pelan, Klairin mengelus pipi Seven lembut "Maaf yah, Klairin lagi chattan sama temen." bisiknya.

Senyum manis Seven terlihat, dia memeluk lengan Klairin dan mendusel disana, selalu bahagia kalau Klairin berlaku lembut padanya.

Klairin kembali fokus pada ponselnya, membiarkan Seven yang asik memilin rambut Klairin lalu memasukannya ke dalam mulut.

"Klairin?" Klairin kenal suara itu, dia mendongak dan mendapati Bima ada didepannya, bersama Galaxy juga.

Raut wajah Bima tak terbaca, dia terlihat kaget, shock, dan takut.

"Kak Bima kok ada disini?" Klairin segera berdiri dan menahan tangan Bima kala cowok manis itu hendak pergi.

Tangan Bima bergetar, dia tampak takut. "Kak Bim?" gelengan Bima berikan, dia melepas pegangan Klairin pelan.

"Bima mau konsultasi, kaya biasanya, dia kan memang sering kesini." sahut Galaxy mewakili Bima, dia tau kalau kini Bima sedang merasa insecure.

Takut kalau Klairin menjauhinya karena dia ketahuan datang ke Psikiater, takut..Bima selalu takut kalau Klairin tau semua kelemahannya.

Dia gak mau, dia mau terlihat kuat dan sehat didepan Klairin, bukan seperti ini.

"Oh begitu, duduk bareng aja ya, kami juga lagi nunggu antrian." ajak Klairin, dia menggenggam tangan Galaxy dan Bima, biar adil.

Keduanya terdiam, agak kaget sekaligus terpengarah.

"E-eh baiklah." Galaxy mengangguk, sementara Bima tak menjawab tapi dia ikut duduk disebelah Klairin.

Seven? Dia tetap memeluk Klairin, tak membiarkan Galaxy dan Bima mengambil celah darinya, tatapannya dingin sekali.

.....

Mesya sendirian di rumah, Grey sedang lembur di kantor, sementara dua anaknya lagi diluar.

Ya benar kan, Klairin dan Seven lagi diluar.

"Sepi sekali." Mesya berjalan menuju pintu rumah, dia harus mengunci pintu agar tak ada yang masuk.

Langkahnya menuju pintu semakin dekat, bertepatan dengan ketukan dijendela rumahnya, lalu berlanjut ke pintu depan.

"Eh? Siapa.." Mesya berjalan lebih cepat, dia langsung membuka pintu rumah tanpa mengecek siapa yang datang.

Cklek.

"Siapa---"

Deg!

"Hai tante Mesya~"

Mesya tak bisa berkutik, ada 3 orang yang mengenakan masker dihadapannya, mengenakan hodie hitam dan membawa..pisau?

"K-kalian--umph!!" mulut Mesya langsung dibekap kuat, mereka yang mengenakan masker nampak menyeringai dibalik masker.

"Tante Mesya jahat loh, udah ngadopsi Kak Klairin tapi malah dijahatin, ck, gak suka aku tuh." cetus salah satu diantara mereka.

"Ya, manusia ini jahat." gumam yang berambut biru gelap.

"Kami gak bakal bunuh tante kok, tapi ini sebagai peringatan aja,"

Sebilah pisau tajam diarahkan ke  mata kiri Mesya, hanya sedikit lagi itu mengenai kornea mata Mesya.

"Tante jangan sakitin Kak Klairin lagi, jangan hanya karena Seven berkata Klairin salah, bukan berarti dia salah, aku udah mantau Kak Klairin selama ini loh, dan tingkah Tante itu jahanam banget." bisiknya dingin.

"Sekali lagi Klairin terluka, baik dipipi atau dianggota tubuh lainnya, maka tante gak bakal bisa hidup damai, ngerti sekarang? Ngerti dong pastinya."

Mesya mengangguk kaku, wajahnya pucat dan tenaga nya seolah hilang, ke 3 cowok bermasker itu pergi dari sana.

Mereka sudah mematikan Cctv di halaman rumah, intinya Cctv rumah itu sudah diretas sehingga tak akan ada bukti yang bisa Mesya berikan jika dia melapor.

Yang penting, Klairin tak akan menderita atau mendapat luka lagi dari Mesyaitan itu.

Bidadari mereka ya gak boleh terluka loh, gak boleh sedih, gak boleh nangis lagi karena tindakan Mesya.

"Klairin gak bakal tau kan?"

"Pasti tau sih, dia kan pinter."

"Aaaa gak mauuuu! Nanti aku dibenci Klairiiiin."

"Itu resiko nya kan?"

"Tapi kayanya enggak deh, Klairin gak bakal benci kita, secara kita melakukannya agar Klairin aman."

"Benar juga..."

Ya, siapa yang tau kedepannya, pasti bakal ada yang cepu ya guys ya🏃

🏃Bersambung🏃

Klairin Boyfriends [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang