42. Sunset

749 103 11
                                    

50 vote 20 komen sabi kali, xixi...

Happy Reading
.
.

Jevan pun sampai di rumah sakit untuk menjemput Jovan. Ia berjalan sembari memegangi wajahnya yang terasa sangat nyeri itu. Wajahnya benar-benar membiru sana-sini, bahkan perutnya juga masih terasa sakit karena Riko menendangnya tadi.

Ia berjalan melewati lobby dan koridor rumah sakit untuk sampai di ruangan Jovan. Saat dirinya tengah berada di lorong rumah sakit, ia bertemu dengan Rani yang kebetulan juga lewat karena akan pergi ke bagian resepsionis untuk meminta berkas kepasienannya. Merasa ada yang aneh dari setiap langka yang Jevan lalui, Rani langsung menghampirinya. Ia langsung terkejut dengan keadaan Jevan sekarang. Wajah membiru dan sudut bibir yang terluka.

"Loh Jevan, kamu kenapa? Kok banyak luka gini?" Tanya Rani dengan khawatirnya.

"Tadi ada masalah sedikit Mbak, tapi aku ga pa pa kok." jawab Jevan berusaha menenangkan Rani agar tidak terlalu khawatir padanya.

"Mbak obatin luka kamu ya, ayok ikut keruangan Mbak." Rani mengajak Jevan untuk ke ruangannya namun, Jevan menolaknya.

"Ga usah Mbak, nanti juga sembuh sendiri." ujar Jevan menolaknya.

"Kalau ga diobati nanti malah jadi infeksi Jev. Liat tuh, muka kamu banyak lukanya gitu. Emang kamu mau liat Jovan jadi ikutan khawatir karena tau kamu kayak gini?" Jevan hanya terdiam mendengar ucapan Rani itu. "ayo, sebentar doang kok ga akan lama." lanjut Rani. Akhirnya, Jevan mengikuti perkataan Rani agar luka nya itu diobati oleh Rani.

.

Seorang pria paruh bayah tengah berjalan masuk ke dalam sebuah pemakaman umum. Di duga, pria itu akan mendatangi sebuah makam mendiang istrinya yang sudah lama meninggal 19 tahun yang lalu. Pria itu adalah seorang ayah dari kedua anak kembarnya yang tidak identik. Ayah Danu namanya. Sudah lama sekali ia tidak datang berkunjung ke makam istrinya karena ia terlalu sibuk di kantornya. Namun, kali ini ia akan pergi ke sana.

"Rin," sapa Ayah Danu pada sebuah makam istrinya itu.

"Sudah lama sekali aku tidak datang kemari untuk mengunjungimu. Aku minta maaf."

"Maafkan aku Rin, aku sudah gagal menjadi seorang ayah untuk kedua anak kita. Aku sudah terlalu keras kepada mereka. Apalagi pada Jovan. Seharusnya aku tidak membencinya karena kematian mu. Aku selalu siksa dia, aku selalu mencaci makinya, dan aku sudah membuatnya menderita."

"Dia sakit Rin, itu semua karena aku. Kamu pasti kecewa sama aku. Aku benar-benar minta maaf atas semuanya. Dan tolong, jangan dulu kamu bawa Jovan pergi ya. Aku belum mengabulkan permintaannya. Aku juga belum meminta maaf dan menyesali semua perbuatan ku kepadanya"

"Setelah semuanya sudah selesai, kamu boleh membawanya ikut bersamamu. Karena kamu bisa menjaganya dengan baik dan Jovan juga akan bahagia bersamamu di sana."

"Sekali lagi, aku minta maaf Arin."

...

Setelah lukanya di obati, Jevan pun langsung pergi ke ruangan Jovan setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan pada Rani. Sesampainya di sana, ia melihat Jovan yang sudah siap mengenakan kaos yang dibalut dengan kemejanya. Tak lupa dengan topi yang selalu ia kenakan kemana-mana untuk menutupi kepalanya yang botak itu. Selang infus juga sudah dilepas jadi Jovan bisa menggerakkan tangannya dengan bebas karena sudah tak ada penghalangnya.

"Sorry Jov gue telat, tadi ada problem sedikit di jalan." ujar Jevan yang langsung duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang tidur Jovan.

"It's ok. By the way, itu muka lo kenapa Jev kok babak belur gitu? Lo berantem?" Tanya Jovan yang sadar dengan wajah Jevan yang babak belur itu.

Fraternal J&J [END]Where stories live. Discover now