27. Tidak Berguna

869 124 14
                                    

Sebelum mulai, kita sensus dulu yuk. Kalian dari kota mana aja nih?? Aku pingin tahu, ceritaku udah mampir kemana aja. Siapa tahu ada yang setanah sama aku gitu, hehe. Atau malah tetangga aku.

Jangan lupa buat follow putrijng_ dulu ya.

Follow Instagram aku @ putrijng_ dan @ wp.putrijung
Dan Instagram roleplayer
@ jovano.niel dan @ jevano.riel

•Happy Reading•
.
.

Keesokan harinya, Jovan keluar dari kamarnya dan pergi ke bawah untuk sarapan setelah dirinya membasuh wajahnya di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Ia berjalan sangat santai sembari mengusap rambutnya yang masih berantakan itu. Sesampainya di ruang makan, ternyata di sana sudah ada Ayah dan juga Jevan yang sedang menyantap sarapan mereka. Ada Bibik juga yang sedang menyiapkan makanan di atas meja makan. Jovan datang dan langsung menuangkan segelas air putih dan langsung ia minum hingga tandas. Baik Ayah maupun Jevan hanya menatap sekilas ke arah Jovan dan melanjutkan sarapan mereka tanpa memperdulikan keberadaa Jovan.

Lalu, Bibik pun datang menyiapkan sarapan untuk Jovan.

"Bibik ambilin ya, Den?" tawar Bibik dan Jovan pun langsung menolaknya. "ga usah Bik, Jovan bisa ambil sendiri." jawabnya.

"Ya sudah, kalau begitu Bibik lanjut bebersih, ya?"

"Iya Bik, makasih."

Jovan mulai mengambil makanan yang sudah dihidangkan di atas meja makan. Ia merasa bahwa suasana sekarang sangatlah aneh. Ya walau memang sudah seperti biasanya seperti ini, tetapi kali ini benar-benar berbeda dari biasanya.

"Oh ya Nak, bagaimana dengan pendaftaran kuliah kamu di Jerman?" Tanya Ayah pada Jevan. Jovan yang mendengar itu masih bersikap biasa saja sembari menyantap sarapannya.

"Bulan depan baru mulai tes nya, Yah." jawab Jevan yang setelahnya menyantap kembali makanannya.

"Ayah yakin, kamu pasti lolos tes nya."

"Iya, Yah. Aamiin."

"Kamu memang anak Ayah yang paling pinter dan bisa bikin Ayah bangga sama kamu. Pertahankan itu ya, Nak." ayah menepuk pundak Jevan bangga karena baginya hanya Jevanlah satu-satunya harapan ayah yang bisa membuatnya merasa bangga karena prestasi yang dimilikinya.

"Iya, Yah pastinya." balas Jevan sembari tersenyum. Sesekali, ia melirik ke arah Jovan yang masih fokus dengan sarapannya.

Mereka pun melanjutkan kembali acara makan mereka. Jangan lupakan Jovan yang masih mendengarkan perbincangan antar keduanya. Mereka benar-benar mengabaikan Jovan.

"Oh ya, Yah. Nanti sewaktu Jevan udah mulai kuliah di sana, Jevan ga mau tinggal sama Om Hendra, Jevan mau tinggal sendiri aja." ujar Jevan lagi. Ayah pun menganggukkan kepalanya, menyetujui permintaan putra kesayangannya itu.

"Iya, nanti Ayah belikan apartment di sana." jawab Ayah. Jevan langsung tersenyum sumringah mendengarnya.

"Makasih ya, Yah."

"Iya sama-sama. Ayah akan memberikan apa saja untuk Putra kesayangan Ayah ini." baik Ayah maupun Jevan sama-sama tersenyum di sana. Jovan sangat muak mendengar itu. Bahkan, selera makannya sudah mulai hilang. Padahal tadi ia sangat lapar sekali.

"Bagaimana dengan dia, Yah?" Tanya Jevan lagi sembari menatap ke arah Jovan yang masih terdiam sembari menatap sarapannya.

"Dia? Ayah tidak peduli. Kalau pun dia kuliah, emang ada universitas yang mau nerima dia? Ayah juga ga terlalu yakin dia bisa kuliah atau ngga." jawab Ayah sembari melirik ke arah Jovan juga.

Fraternal J&J [END]Where stories live. Discover now