30. Dia yang Terlupakan

874 132 5
                                    

Keesokan harinya, Jovan terbangun dari tidurnya karena sinar mentari menyilaukan matanya. Ia sempat kebingungan melihat tempat di sekelilingnya itu. Itu bukan seperti kamarnya. Oh, rupanya Jovan lupa kalau saat ini ia sedang berada di rumah Jeff. Makanya saat ia terbangun dari tidurnya ia terkejut karena matanya langsung di suguhi dengan tembok putih polos. Berbeda dengan di kamarnya, saat ia bangun pandangan yang pertama kali ia lihat adalah sebuah meja komputer dan sebuah pintu balkon.

Jovan pun bangkit dari ranjang tidurnya dan berjalan keluar dari kamarnya. Ia akan pergi ke kamar mandi yang ada di luar kamarnya untuk mencuci muka karena di kamar tamu itu tidak ada kamar mandi di dalamnya. Jadi, Jovan harus berjalan keluar dari kamarnya untuk ke kamar mandi yang ada di dekat dapur.

Saat Jovan berjalan ke kamar mandi, ia melihat Rani yang sedang menyiapkan sarapan dan juga Jeff yang sudah duduk di meja makan sembari menyesap teh nya.

"Sarapan dulu Jov!" seru Rani menyuruh Jovan untuk sarapan.

"Iya Mbak. Aku mau cuci muka dulu." jawab Jovan yang langsung masuk ke dalam kamar mandi. Tak perlu menunggu lama, Jovan pun keluar dari kamar mandi sembari mengusap wajahnya yang basah itu menggunakan handuk kecil. Kemudian, dirinya bergabung di meja makan untuk sarapan bersama dengan Jeff dan juga Rani.

"Gimana luka lo, Jov?" Tanya Jeff sembari menyantap nasi goreng sosis buatan istrinya.

"Udah mendingan kok, Bang." jawab Jovan sembari menerima sodoran piring yang di berikan oleh Rani. "syukur deh."

"Lo mau kemana, Bang, rapih bener?" kini Jovan balik bertanya. Karena memang Jeff sudah rapih dengan kemeja berwarna merah marun dan juga celana abu bahannya.

"Ke cafe sama ke proyek." jawab Jeff. Selain Jeff bekerja sebagai pemilik Cafe, ia juga bekerja di sebuah proyek. Ia berperan sebagai arsitek di sana. Di sana, perannya sangat penting untuk mendesain sebuah gedung yang akan di bangun oleh perusahaan-perusahaan yang membutuhkan jasa Jeff.

"Gue ikut ke cafe lo, ya?"

"Ngapain?" Tanya Jeff dan Rani bersamaan. Jovan langsung memandangi keduanya satu persatu yang berbicara secara bersamaan itu.

"Ya kerja di sana lah masa mau main bola di cafe." jawab Jovan sedikit bercanda.

"Ngga, gue ga ijinin." jawab Jeff langsung. "Mbak juga ga ijinin kamu. Kamu kan masih sakit Jovan." ujar Rani yang ikut melarang Jovan untuk bekerja saat dirinya masih di penuhi oleh luka-luka yang belum kering itu.

"Gue udah sembuh Bang, Mbak. Lagian di cafe juga ga berat-berat amat kan kerjaannya. Cuma bikin minuman doang sama beresin meja yang habis di tempatin sama pelanggan. Easy itu mah."

"Ngga, sekalinya ngga ya ngga. Jangan batu lo!"

"Ayo lah Bang. Gue jamin deh, Cafe lo bakalan rame kalau lo mau nerima gue kerja di cafe lo." mohon Jovan sembari mempuppy eyes.

Karena Jeff tidak tahan melihat Jovan yang sudah memohon itu, akhirnya ia pun mengijinkan Jovan untuk bekerja di cafe nya.

"Oke oke gue ijinin. Ga usah sok melas gitu tuh muka." Jawab Jeff. Jovan pun langsung kegirangan setelah mendapatkan ijin untuk bekerja di cafe milik Jeff.

"Thanks Bang, lo emang the best lah."

"Tapi kamu jaga diri baik-baik ya Jov, Mbak khawatir sama kamu. Takut kamu kenapa-napa." ujar Rani dengan wajah khawatirnya.

"Tenang aja Mbak, aku bisa jaga diri aku sendiri kok."

"Iya Mbak percaya kok."

"Ok kalau gitu gue mau siap-siap dulu, tungguin gue ya Bang."

Fraternal J&J [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें