6. Anak Pembawa Sial

1.4K 138 1
                                    

Ayok tekan bintang untuk melanjutkan membaca⭐

Mari kita sensus dulu.
Kalian asal mana nih, kalau boleh tau?

Semoga kalian suka ya sama cerita ini.

-Happy reading-

.
.

Tok tok tok

"Den Jovan, ini Bibik, Den."

"Masuk aja Bik pintunya ga di kunci."

Setelah mendengar suara Jovan dari dalam sana, Bibik pun langsung membuka pintu kamar Jovan dan masuk ke dalam. Jovan sedang berdiri di balkon kamarnya seraya menghisap sebatang rokok yang selalu ia jadikan sebagai pelampiasannya saat ini. Sekarang suasana hatinya bisa dibilang sangat kacau. Sebenernya Jovan tak terlalu memikirkannya, tapi jika diingatkan kembali dengan kata-kata yang Ayah lontarkan tadi, membuat hati Jovan terasa begitu sakit.

"Aden ngerokok lagi?" Tanya Bibik yang kini juga sudah ada di balkon kamarnya. Di saat Jovan sedang dalam suasana hati yang buruk, Bibik lah yang selalu menemani Jovan sampai Jovan benar-benar merasa baik lagi.

"Maaf Bik, kelepasan." ujar Jovan sembari menjatuhkan puntung rokok yang telah ia hisap tadi, lalu mengijaknya sampai baranya mati dan tak ada lagi asap yang keluar. Bibik hanya menghela napasnya karena paham dengan keadaan Jovan sekarang seperti apa.

"Bik, Jovan boleh meluk Bibik ga?" Pinta Jovan yang membuat hati Bibik sangat tersentuh. Mungkin disaat seperti ini Jovan sangat membutuhkan pelukan hangat dari seorang Ibu. Bibik pun mengangguk dan merentangkan kedua tangannya lebar menuruti permintaan Jovan. Jovan pun langsung memeluk erat tubuh Bibi yang agak gemuk itu.

"Nangis aja, Den. Ga ada yang ngelarang Aden buat nangis." ujar Bibik sembari mengelus pundak Jovan yang sedang memeluk tubuhnya.

Jovan hanya meneteskan air matanya tapi tak sampai sesegukkan. Lalu, Jovan pun melepaskan pelukannya sembari menghapus jejak air matanya yang jatuh di pipinya.

"Makasih ya Bik. Karena cuma Bibik yang peduli sama Jovan. Mau seberandal apapun Jovan, Bibik masih tetep mau rawat Jovan." ujar Jovan sembari duduk di bangku yang tersedia di balkon kamar Jovan.

"Kan masih ada Den Jevan yang peduli juga sama Aden." ujar Bibik juga dan ikut duduk di bangku sebelah Jovan.

"Iya Bik, tapi agak beda. Kalau Bibik kan udah kayak Ibu nya Jovan. Jadi perhatian yang Bibik kasih buat Jovan itu jadi kerasa beda dari yang Jevan kasih buat Jovan."

Bibik pun mengangguk paham dan tersenyum. Sungguh, hatinya ikut terasa sakit melihat Jovan sekarang. Ia pasti merindukan sosok Bunda nya dan melihat sikap Ayahnya yang tak pernah memberikan kasih sayang padanya.

Bahkan waktu Jovan kecil saja, ia selalu mendapatkan siksaan dari sang ayah. Padahal hanya hal sepele. Waktu itu Jovan juga ingin dibelikan mainan yang sama seperti Jevan. Ia meminta kepada ayah agar ia mau membelikan untuknya juga. Tetapi, ayah justru malah memarahinya dan memukul Jovan karena terus merengek minta dibelikan mainan. Sejak saat itu, Jovan hanya bisa diam jika ayah sudah mulai pilih kasih kepadanya. Ayah selalu membelikan Jevan mainan dan mengajaknya bermain, sedangkan ia hanya memandangi keduanya dengan raut wajah sedihnya.

Fraternal J&J [END]Where stories live. Discover now