10. Di ijinin ga ya?

1K 100 6
                                    

Jovan pun kembali ke kelas usai dari UKS dan perutnya juga sudah kenyang karena habis makan nasi sebungkus dan jajanan yang ia beli tadi, tidak-tidak bukan ia yang beli. Tapi Pak Cahyo lah yang membayarnya, ia hanya mengambil dan pergi.

Jovan pun duduk di bangkunya yang sudah ada kedua sahabatnya yang sedang sibuk masing-masing. Nares yang sedang menggambar. Nares memang hobby menggambar katanya buat ngilangin stress. Walau gambarannya abstrak tapi tetap saja terlihat bagus.

Kalau Haris sedang sibuk dengan ponselnya, biasa chatan sama Neng Adel. Pokoknya sebelum ia mendapat restu dari Babeh Jali, ia akan tetap berusaha buat dapet restu dari Babeh Jali. Do'ain ya guys.

"Gimana Jevan, Jov?" Tanya Nares saat ia sudah berhenti menggambar.

"Biasalah, maag." jawab Jovan yang kini menyandarkan bahunya pada tembok. Kedua temannya hanya ber'oh ria sebagai balasannya.

"Gue mau ke Jerman." seru Jovan yang langsung membuat kedua sahabatnya itu terkejut dan seketika menghentikan aktivitas mereka dan menatap tidak percaya ke arah Jovan.

"Apa? Jerman? Ga salah denger nih kuping gue?" Seru Haris sembari menggesekan kupingnya dengan telapak tangannya berharap kalau dirinya memang salah mendengar.

"Lawak lo ga lucu, Jov." ini Nares yang ngomong.

"Kalian ga percaya?" Tanya Jovan yang merasa kalau kedua temannya ini hanya menganggap ucapannya itu hanya lelucon belaka.

"Mustahil aja gitu. Secara lo kan orang nya--" ucapan Haris terpotong oleh Jovan.

"Berandal?" Kedua temannya itu terdiam takut Jovan malah marah. "Gue tau, makanya gue mau rubah semua sifat gue itu. Dan gue juga mau mulai les bahasa Jerman tapi ga tau kapan." tambah Jovan.

"Lo ke sana sama Jevan?" Tanya Nares. Dan Jovan pun mengangguk.

"Lo kayak gini atas kemauan lo sendiri atau karena Jevan?" Kini pertanyaan Nares sukses membuat Jovan bungkam seribu bahasa. Karena jujur, sebenarnya ia seperti ini hanya karena ia tidak ingin berjauhan dengan Jevan. Ia ingin terus bersama dengan kembarannya itu.

"Lo diem gue anggap iya. Mau sampai kapan lo terus bergantungan sama dia, Jov? Kalian ga selamanya harus kayak gini, harus sama-sama terus." ujar Nares lagi.

"Iya gue tau, tapi gue ga mau jauh dari dia. Lo ga ngerasain gimana rasanya jadi anak kembar Res. Kalau yang satu sakit, yang satu lagi juga ikut sakit."

"Gue tau, karena adek gue juga kembar." Ini Haris yang menjawab.

"Tapi kan lo ga seharusnya sama-sama terus sama Jevan. Kalian harusnya udah mulai bisa masing-masing. Pikirin masa depan kalian masing-masing."

"Tapi kalau emang itu mau lo yang mau berubah dan lanjut kuliah di Jerman, gue sama Haris cuma bisa kasih lo dukungan dan do'a buat lo." Haris pun mengangguk setuju dengan ucapan Nares. Jovan juga nampak mengangguk paham dengan semua ucapan Nares.

Apa salah jika dia hanya ingin terus berada di samping kembarannya itu? Ia hanya tidak ingin berpisah dengan kembarannya saja.

"Kalau lo butuh tempat les, nanti gue coba tanyain ke bokap gue. Kali aja dia punya kenalan temen yang buka les bahasa Jerman." ujar Nares lagi.

"Thanks Res, Ris."

"Sama-sama bro."

"Tapi, kalau Raka nantangin kita lagi gue masih tetep maju kok tapi jangan sampe Jevan tahu." ujar Jovan. Hilang sudah suasana serius tadi. Susah klok gini mah, gimana mau berubah kalo masih aja tetep mau tawuran.

"Heueuh, sarua wae lamun kitu mah" seru Haris dengan bahasa sundanya namun masih bisa di mengerti oleh Jovan dan Nares.

...

Fraternal J&J [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang