BAB 47 - Second Opinion

5 2 0
                                    

Ophelia POV

Kini, aku dan Ares sedang berada di restoran yang tak jauh dari rumah sakit. Setelah puas menangis dan jam bezuk pun sudah hampir berakhir, Ares mengajakku makan malam. Aku menyantap makan malamku dengan tanpa gairah. Begitupun dengan Ares.

Biasanya dia bisa makan dengan porsi kuli. Tapi nampaknya kali ini dia sama denganku. Makan bukan karena nafsu, hanya sekedar memenuhi kebutuhan perut.

Demi membunuh suasana sedih diantara kami, aku melemparkan pertanyaan yang sempat membuatku bingung sesaat.

"Oiya, tadi gue liat selain cairan infus, juga ada kantong darah. Kenapa sampai perlu transfusi darah? Dia gak ada luka kan?" Pertanyaan itu sukses membuat Ares terdiam saat sedang mengunyah. Aku mengernyit heran melihat wajah kaku Ares.

"Kenapa diam? Ada apa?" Ada sesuatu yang belum disampaikan Ares kepadaku. Aku dapat melihat dari gelagatnya yang sedang menyembunyikan sesuatu.

Dia terlihat ragu sesaat. Kemudian meraih backpack didekat kursinya dan mengeluarkan amplop coklat. Dengan bimbang, dia menyodorkan amplop itu kepadaku.

Aku meraihnya dengan bingung. Menebak-nebak apa isi amplop dengan logo rumah sakit tadi. Ares menyuruhku membacanya. Aku segera membuka amplop itu dan mengeluarkan surat. Sepertinya ini hasil tes lab, dengan nama "Haelli" sebagai nama pasien. Aku membaca surat ini dengan perasaan campur aduk.

"Dokter menemukan ada yang aneh sama produksi sel darah merah Halley. Gue tau kalau Halley pernah bilang dia didiagnosa Anemia. Tapi, ternyata dokter di rumah sakit ini menyarankan untuk tes lab sekali lagi, sebagai second opinion." Ares menjelaskan secara singkat mengenai apa yang terjadi selagi aku membaca satu per satu kata dalam surat ini.

"Seperti yang lu bisa baca, hasil lab rumah sakit ini menunjukkan diagnosa yang berbeda." Tanganku lemas ketika selesai membaca surat ini.

"Anemia hipoplastik?" Tanyaku dengan gagu. Ares menghela napas berat dan mengangguk sebagai jawaban.

"Anemia hipoplastik berbeda sama anemia biasa yang didiagnosa dokter UGD di rumah sakit tempat L pernah dirawat. Penyebabnya karena kelainan sumsum tulang belakang yang gak bisa memperoduksi sel darah dalam jumlah yang cukup. Kata dokter, kasusnya bisa dibilang jarang terjadi."

Tanganku gemetar. Aku mengusap kepalaku yang tiba-tiba pusing. Kenapa berita buruk selalu tak pernah cukup sekali datang? Akan ada berita-berita lain yang memperkeruh suasana.

"Mungkin itu alasan kenapa dia sering lelah dan selalu keliatan pucat dan gak jarang tiba-tiba pingsan. Dan selalu menderita tiap dapet period. " Aku merasa semakin kewalahan menghadapi kabar pahit ini. Halley, dia benar-benar malang.

"Apa yang harus kita lakuin sekarang, Res?" Tanyaku dengan putus asa. Ares pun sama. Dia terlihat hampir kehilangan harapan.

"There is nothing we can do, Lia. Kita cuma bisa berdoa dan menunggu. Dokter dan tim medis lain hanya bisa berusaha untuk menetralisir racun dan membantu saluran pernafasan L yang melemah. Alkohol dan obat yang udah terserap dalam darah dia, juga produksi darah yang sangat sedikit dari sumsum tulang belakang, that is a bad combination."

Aku hampir saja menangis lagi mendengar Ares yang terdengar pasrah. Rasanya aku seperti teman yang tidak berguna melihat temanku berjuang hidup dan mati seperti itu.

"The good news is, rumah sakit ini gak kekurangan stok kantong darah. Jadi, kita gak perlu khawatir. Selagi obat dan alkohol bisa dinetralisir dan produksi darah kembali stabil, she'll getting okay." Ares menggenggam tangan dinginku untuk menyalurkan kekuatan. Kita berdua sama-sama digantung oleh sebuah harapan, bahwa Halley akan baik-baik saja. Perlahan-lahan aku mulai tenang. Aku yakin Halley bisa melewati ini semua.

Us : 'Kalopsia'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang