BAB 7 - Responsibility

16 3 0
                                    

Kini dia sudah dipindahkan ke kamar pasien di lantai satu yang terletak tak jauh dari UGD. Aku berpindah duduk ke kursi tunggu ruang rawat inap. Sekitar sepuluh meter jauhnya dari kamar Halley.

Kakiku sangat ingin melangkah masuk dan menemaninya di sana. Tapi kuurungkan, melihat seorang dokter masuk ke dalam kamar rawatnya.

Disaat aku masih bersandar dikursi tunggu, terlihat seseorang keluar dari ruangan tersebut. Ah, dokter tadi, gumamku sambil mendengus. Ia mendatangiku sambil menyodorkan tangannya.

"Terima kasih karena udah nyelamatin dia. Saya gak tau dia bakal separah apa kalo gak kamu tolongin. Dia sangat berharga buat saya."

Aku hanya menatapnya datar dan tidak membalas jabat tangannya. Ia terlihat gagu saat kembali menarik tangannya. Kepalaku mulai mendidih mendengar kata-kata terakhir yang ia keluarkan.

Berharga? Emang lu siapanya dia?

"Kamu orang Indonesia kan? Saya pikir saya salah ngomong or you can not speak Indonesian?" Tanyanya dengan nada ragu.

Aku hanya mendengus.

"Lu siapanya dia?" Tanyaku dengan nada yang sangat datar.

Dokter ini hanya tersenyum singkat, paham bahwa tebakannya benar. "Dia tanggung jawab saya." Jawabnya dengan senyuman ramah seperti biasa.

"TANGGUNG JAWAB APA MAKSUD LU!" Teriakku tak bisa menahan kesabaran. Kedua tanganku bergerak cepat meraih kerah kemejanya.

Satu kalimat itu sukses mengundang emosiku. Tatapanku tajam menghunus matanya yang dibalas serupa. Orang-orang mulai mengitari kami, penasaran akan apa yang terjadi.

"APAAN SIH? SADAR! ANDA SIAPA?!" Balasnya sambil melepaskan tanganku dikerahnya kasar.

Aku terdiam. Emang gue siapanya dia?

Dengan gagu aku menjawab, "Gue-"

"-temennya." Ujarku dengan nada pelan.

Aku langsung beranjak pergi meninggalkan dia yang masih kebingungan. Halley tanggung jawab dia? Maksudnya? Hubungan mereka emangnya seperti apa? Pertanyaan itu mulai menggerogoti pikiranku.

''''

Halley POV

Suara ribut di luar mulai mengganggu tidurku. Ada apaan sih? Baru aja mau leha-leha. Sejak kapan dah rumah sakit bolehin baku hantam. Aku mendengus kesal.

Kucoba melihat apa yang terjadi di luar sambil menggiring tiang infusku keluar kamar ini.

Yah telat, dah kelar baku hantamnya nih?

Aku kembali mendengus sambil memperhatikan orang-orang yang tadi berkumpul mulai membubarkan diri. Kulihat Al sudah berjalan menjauh dan mencoba mengejarnya.

"Al! Tadi ada apa sih? Kok ada ribut-ribut?"

"Gak tau. Tadi ada orang gila." Jawabnya tanpa senyuman yang selalu menghiasi wajahnya.

Tatapannya datar, tanpa ekspresi ramah yang biasa ada di wajahnya. Melihatnya sedang marah aku langsung mengganti topik pembicaraan.

"Al, aku pinjam ponselku bentar ya? Bentaaar aja, buat ngabarin Ahrim aja kok. Kamu gak mau kan aku dikasi SP karena gak ngabarin absensi aku." Pintaku dengan wajah memelas. Bola mata yang berbinar-binar penuh harap serta kedua tangan yang mengepal dibawah dagu. 

Us : 'Kalopsia'Where stories live. Discover now