BAB 10 - Warning!

15 4 0
                                    

Ares POV

Sudah sejak siang tadi pertanyaan ini menghantui pikiranku. Hingga malam ini, rasa penasaranku masih saja membara.

Dokter? Orion tadi siang ketemuan sama Altair? Bah, waspada perang dunia ketiga ini.

Aku memang tidak tahu "sosok" Altair itu seperti apa. Halley hanya sering bercerita kepadaku tentang sahabat barunya itu.

Seorang dokter yang dulu adalah seniornya di kampus dan di sekolah menengah atas. Aku bisa menyimpulkan kalau mereka memang sangat dekat lewat cerita yang kudengar dari Halley. Bisa dibilang, posisi Altair saat ini sebelas dua belas dengan posisi Oriom dihidup Halley dulu. 

Dengan cepat kuambil ponsel untuk menghubungi Halley. Tetapi pandanganku tertahan sebentar pada wallpaper ponselku.

Terdapat foto Lia disitu, tengah duduk di kano berlatar sungai Venice yang indah. Ia menggunakan coat berwarna cokelat tua. Dengan wajah tanpa senyuman seperti biasanya.

She looks so georgeous. Halley yang mengirimkan foto tersebut setelah aku menanyakan bagaimana kabar Lia di kota mode tersebut.

Ah, iya Halley. Aku harus segera menghubunginya.

"Pagi, L!!"

"Udah malem bego. Lu baru bangun ya? Ada apa?"

"Ada yang mau gue bicarain sama lu soal Orion sama Altair. Where are you?"

"Gue baru mau pulang dari rumah sakit, jemput aja."

"Yailah, oke. Otw."

Aku segera bersiap-siap dan menuju ke rumah sakit untuk menjemputnya. Telat dikit, nih nyonya bakal marah besar pasti. Gerutuku sambil terus melajukan mobil.

Sesampaiku di lobi rumah sakit, aku melihat ia sedang berjalan bersisian dengan dokter dengan badan yang tinggi, memiliki rahang tegas, kulit sawo matang dan berperawakan lembut. Jangan lupakan dimple dikedua pipinya.

Pantes Orion cemburu anjir, orang ganteng gini, 180 derajat beda sama dia. Gumamku sambil terus memerhatikan dokter tersebut.

Setelah tinggal beberapa langkah aku melihat nametagnya bertuliskan Altair F. Sp. B dibawahnya tertulis general srugery.

Ia berkenalan panjang lebar denganku lalu mengatakan

"Ares, semangat ya ngejar yang di Colmar." Candanya yang sama sekali tidak lucu bagiku.

Lupakan segala pujianku tadi. First impression  yang dia berikan benar-benar menghancurkan segala pujianku untuknya.

Baru aja ketemu udah ngeselin. Sok asik lu

"Lu juga semangat ya nikungnya. Gue doain berhasil." Jawabku ketus. Halley langsung menarik lenganku dan membawaku ke luar lobi. Tetapi kusempatkan berbalik dan berbicara agak berbisik,

"Tapi kayaknya gak akan bisa ya?" Ia terdiam saat kutinggalkan dengan senyuman sinisku.

Mampus lu, jangan sok asik makanya.

Puas dengan candaanku yang sebenarnya tidak bisa dibilang candaan, karena nada bicaraku yang tidak mengundang tawa sama sekali.

Dia hanya terdiam. Sepertinya kata-kata tadi tertancap lekat dihatinya.

"Usil banget sih." Ucap Halley saat di mobil setelah satu cubitan kecil melayang di bahuku.

"Lu masih belum ada rasa ke dia, kan?" Tanyaku sekedar memastikan. Ia hanya menjawabnya dengan mengangkat kedua bahunya.

''''

"Apartemen lu gede banget anjir. Bagus juga, beda gitu ya kalo holkay yang punya." Ujarku sambil terus memerhatikan setiap inci apartemen miliknya. Kata "woah" tak berhenti terucap dari bibirku. Setiap desain dan properti yang ada dalam apartemen ini benar-benar elegan dan simpel, benar-benar khas dengan kepribadian pemiliknya.

"Iyalah. Emang kek lu sahabat misqueen yang cuma tinggal di gubuk." Jawabnya dengan tampang meremehkan.

Songong bener nih bocah. Tapi kampretnya, yang dia omongin bener lagi.

"Yaudah, gue ngalah aja dah, gak kuat ngelawan."

"Tapi gue hidup enak juga kok di Seoul, rumah Orion kan gede juga. Ya, walaupun berantakan." Jawabku sambil merebahkan diri di sofa hitamnya yang super nyaman dengan view kota Seoul bisa terlihat dari jendela di sebelah sofa tersebut.

"Rumah Orion? Maksudnya?" Tanyanya heran sambil menyodorkan sebotol soju untukku setelah mengambilnya dari dapur.

"Bosen sama sake kan? Nih coba soju." Lanjutnya.

"Ih, di minuman ini ada apa? Kau ingin meracuni aku yaa? Selamatkan Ares Ya Tuhan." Ucapku sambil memasang wajah teraniaya. Ia hanya menjitak kepalaku seperti biasanya sambil mengatakan, "Goblok."

"Iya, rumah Orion. Dia gak cerita kalau dia dipindah tugasin ke Korsel?" Tanyaku dengan nada heran.

Ia hanya terdiam lalu mendengus kesal, seperti tengah mengutuk-ngutuk karena tahu jikalau ini akan menjadi tanda kembali dimulainya kisah panjang ia dengan Orion.

Aku meneguk soju ini langsung dari botolnya. "Not bad, i like this one." Seruku memuji minuman ini. Yang punya minumam hanya tersenyum singkat. Sejurus kemudian dia bertanya. Pertanyaan yang membuatku nyaris ingin meluncur bebas dari lantai 15 ini.

"Wait. Kalau dipikir-dipikir, Lion gak tau kalau abis kuliah gue netap disini. Yang nge-spill gue kerja disini lu kan, Res?"

Tatapan tajam itu seakan-akan menghunus jantungku. Soju yang sedang kutenggak hampir saja berbelok ke tenggorokan. Aku terbatuk sedikit. Lantas, kedua bola mataku bergerak-gerak gelisah mencari objek tatap lain selain bola mata tajam yang berkobar-kobar dihadapanku ini.

"Ya maap, L. Waktu itu dia masih curhat tentang lu untuk yang kesekian kalinya. Niatnya gue mau ngetawain dia karena dia ngenes sedangkan lu udah hidup free di Seoul. But, i didn't mean to. My bad." Jelasku kaku dengan cengiran pertanda meminta maaf. Lawan bicaraku hanya menatap tajam, lalu menghela pelan. Pertanda bahwa dia tidak mau ambil pusing dan memaafkan kesalahanku.

Lalu mengganti topik pembicaraan dengan bertanya kepadaku ingin menceritakan apa kepadanya.

"Orion bilang dia ketemu sama Altair. Trus Orion perang mulut sama dia 'cause Al bilang kalo lu itu tanggung jawab dia." Jelasku padanya.

"Apa? Oh pantes ada ribut-ribut di UGD tadi. Trus pas gue ketemu sama keduanya, mood-nya sama-sama gak bagus dan suka ngelamun, tapi pas liat gue lagi langsung good mood sih mereka." Candanya dengan sombong.

Nih nyonya besar emang hobi nyombong ya didepan gue.

"Anjir, pasang dua lu ye. Lanjut mang." Candaku yang langsung mendapatkan respon dari wajahnya yang berubah menjadi datar dan sinis.

"Iyalah. Emangnya lu, satu aja gak dapet-dapet." Balasnya langsung membuatku tersedak saat meneguk soju diatas meja.

"Iyadah, gue ngalah lagi, gak kuat ngelawan." Ucapku sambil menoleh lagi ke samping, kembali memandangi view Seoul di siang hari.

"Dasar kalian, sama aja. Cupu!" Ujarnya meremehkan.

Aku hanya bisa membalas dengan mengacungkan jari tengahku padanya, kebiasaan buruk yang kudapatkan dari Lia.

''''

Us : 'Kalopsia'Where stories live. Discover now