BAB 45 - Depression

4 2 0
                                    

‼ TRIGGER WARNING ‼
⚠❗SENSITIVE CONTENT❗⚠
(Depression and suicidal)

Halley POV

Aku duduk termenung dalam bus. Perjalanan menuju rumahku kurang lebih 30 menit. Tidak terlalu jauh. Tetapi aku hanya berharap bus ini melaju pelan agar lelaki itu bisa mengejarku. Menghentikan bus ini dengan tiba-tiba kemudian merengsek masuk dan meminta maaf atas semua perkataannya.

Tapi tampaknya harapan kosong ini hanya sekedar kosong.

Karena kenyataannya aku hanya duduk sendiri di bus ini sambil menatap pinggir jalan disampingku dengan kosong. Tidak ada tangis. Entah kemana semua kristal bening itu tersedot tiba-tiba.

Yang kurasakan hanya perasaan hampa. Seperti ada sesuatu dalam diriku yang direnggut paksa. Dan rasanya aku dipaksa jatuh ke dalam sebuah ruangan tanpa batas dan gelap sendirian. Semua orang yang lewat didepan mataku kini terasa semu.

Kenapa tengah malam ini orang-orang masih terlihat bahagia?

Lihatlah sepasang manusia itu. Berdiam di tepi jembatan dengan sorot bahagia dan tertawa berdua, sepertinya mereka sedang bercerita hal yang lucu. Tepat disampingnya ada sepasang manusia yang sedang mengikat rambut pasangannya yang tersipu malu. Lalu, mataku menangkap seorang wanita lebih muda dariku yang sedang tersenyum dengan sebuah headphone menutupi kedua telinganya, sementara bibirnya sedang tersenyum tulus sambil menyedot bubble tea dengan nikmat.

Dadaku seketika nyeri sekali. Rasanya aku ditampar berkali-kali ketika melihat orang-orang asing itu bisa bahagia dengan sederhana. Sedangkan aku, terduduk menyedihkan sambil memangku kepingan hati yang sudah hancur lebur.

Aku...

Juga ingin bahagia dengan sederhana.

Sesederhana dimana aku bisa mengenggam tangan besar dan kokoh itu tanpa perlu khawatir akan terlepas. Sesederhana aku menatap mata yang menatapku seolah-olah aku adalah dunianya. Sesederhana aku bisa dengan leluasa memejamkan mata dalam pelukannya setiap malam. Sesederhana aku menemukan dia tertidur lelap disampingku, saat pertama kali aku membuka mata di pagi hari. Sesederhana aku bisa mencintai dia tanpa pamrih hingga tubuhku menua dimakan waktu.

Tetapi, bahagia sederhana yang kumau tampaknya terlalu sulit untuk terwujud.

Apa permintaanku terlalu tinggi?

Apa permintaan seperti itu pun tidak pantas untuk orang sepertiku?

Sebenarnya kapan aku bisa bahagia? Kapan rasa sakit ini akan berakhir?

Semesta menginginkan apalagi dari aku yang sudah tidak punya apa-apa ini?

Aku berjalan tanpa gairah dari halte menuju apartemen. Sebelum itu, aku menyempatkan diri menuju minimarket dan membeli sekantong bir. Aku pikir, hanya ini yang kubutuhkan supaya bisa tidur tenang malam ini.

Tanpa repot-repot menghidupkan lampu apartemen, aku segera masuk ke kamar dan terduduk diatas karpet berbulu disamping ranjang tidurku. Penerangan yang ada pada ruangan ini hanya secercah lampu kecil diatas nakas dan cahaya bulan yang membias ke dalam ruangan.

Dua kaleng bir ludes dalam sekejap. Tanganku kini membuka kaleng ketiga. Belum sempat kaleng ketiga itu kutenggak, mataku mengangkap satu objek yang langsung memicu amarahku. Dengan cepat, aku langsung melemparkan kaleng bir setengah terbuka itu ke arah bingkai foto diatas nakas.

Fotoku dan Orion di taman komplek dengan seragam SMA, saat kami sedang memberi makan kucing liar sepulang sekolah.

Didalam foto itu aku tersenyum sangat manis sambil mengendong kucing kecil. Dengan Orion memegang pucuk kepalaku dengan gestur setengah merangkul.

Us : 'Kalopsia'Место, где живут истории. Откройте их для себя