43. Menepati Janji

27.5K 1.9K 17
                                    

Vote dulu sebelum baca ya.

1500++ kata, hati-hati bosen.

Happy reading.
_____________

Satu bulan kemudian.

Sudah satu bulan berlalu Zahra pergi dari pesantren An-Nur di Banyuwangi, dirinya sudah mulai membiasakan diri disini. Dia juga sudah berjanji pada orang tuanya, ia akan datang ke Jakarta minggu depan.

Saat ini kedaaan pesantren As-Salam ramai dikarena mereka akan menyambut kedatangan seorang Kyai beserta anaknya. Entah apa tujuannya mereka datang kesini.

Suara dari alat rebana menggema menyambut kedatangan orang penting tersebut.

Deg.

Zahra terdiam membeku dibelakang Ustadzah Aliya dan Ustadzah Laili. Zahra tahu siapa tamu yang datang itu. Kehadirannya yang tak Zahra nantikan.

'Kenapa mereka ada disini? Apa tujuan mereka? Apa mereka tau keberadaan aku sekarang?' Zahra membatin.

Tamu tersebut masuk ke ndalem.

Zahra membeku, ling lung.

"Mbak Zahra kenapa disini terus, ayo masuk ke ndalem." Ucap Ustadzah Aliya.

Zahra menggeleng, "Kamu duluan aja, aku mau em ke itu ke kamar, iya ke kamar ada barang yang ketinggalan." Bohong Zahra, tujuan Zahra tak mau ke ndalem hanya ingin menjauh dan tidak mau bertemu dengan tamu tersebut.

"Ya sudah, nanti nyusul ya."

Zahra mengangguk ragu.

Zahra masuk ke kamarnya dengan tergesa-gesa, ditambah lagi dengan kebingungan, bagaimana caranya ia bisa masuk ke ndalem dengan aman agar orang itu tidak melihat keberadaan dirinya.

"Kenapa Gus Atthar kesini sih, aku udah merasa aman disini, malah dia datang lagi."

Tamu itu adalah Gus Attgar dengan Kyai Umar.

"Aduh gimana nih, Ummi pasti nyariin aku. Aku kan udah janji mau bantu-bantu disana. Gimana ya caranya buat aku masuk kesana."

"Pake cara apa supaya nggak ketahuan ya."

Zahra menepuk-nepuk rahangnya mencara ide. Beberapa saat kemudian ide muncul di otaknya.

"Aha, pake ini. Pasti Gus Atthar nggak tau. Aduh anak Papah Adam sama Mamah Arumi pinter banget sih kalo lagi kepepet."

*****

"Bagaimana keadaan kamu, Thar. Sudah hampir 1 tahun kita tidak bertemu." Ucap Gus Raihan.

Mereka berpelukan ala laki-laki.

Gus Atthar terkekeh, "Saya baik-baik saja. Gimana kamu, sudah menikah?" Tanya Gus Atthar.

Mereka sudah bersahabat sejak menempuh pendidikan saat di Mesir. Setelah lulus mereka jarang berkomunikasi.

"Doakan saja semoga dia mau dengan saya. Saya turut berduka cita atas meninggalnya calon istri mu."

Gus Atthar tersenyum.

Netra Gus Atthar beralih saat melihat ke arah perempuan memakai cadar.

'Badannya seperti tidak asing bagi ku.'

Perempuan itu memalingkan wajahnya dan berjalan cepat ke dapur.

ZAHTHAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang