Pemilik Kewarasan

897 116 45
                                    

*jangan baca chapter ini jika akan buatmu teringat hal berat, trigger warning ini serius ok! Tolong lewati chapter ini karena ada beberapa kalimat yang akan buat kalian teringat*

----------------------------------------------------------------

Sebuah pelukan pecahkan fokus kongpob yang sedang serius menatap layar ipad nya.

Pelukan hangat yang sangat dia kenali.

"Phi terbangun?" tanya kongpob lembut sambil mengelus tangan yang memeluk perut nya.

"Hemmm, kenapa tidak bangun kan aku saat kau tiba? Kan aku bisa sambut dengan tebarkan bunga" jawab sang pemeluk.

Kongpob tertawa kecil mendengar kalimat yang di berikan oleh orang yang memeluk nya itu.

Kongpob lepaskan diri dari pelukan lalu berbalik dan mencium kening sang pemeluk.

"Begini saja sudah lebih dari cukup phi arthit" kata kongpob dengan senyum.

Arthit tersenyum lalu mencium singkat pipi kongpob kemudian berteriak "unboxing oleh-oleh time" lalu menarik koper kongpob yang masih berdiri diposisi yang sama saat kongpob meletak kan nya tadi.

"Berarti oleh-oleh ku jauh lebih menarik ya phi" kata kongpob melihat arthit mulai beraksi membuka koper nya.

"itulah kenapa aku memilih menikahi mu Kong, karena kau itu sumber oleh-oleh tanpa batas untuk ku hahahaha" jawab arthit tertawa.

Kongpob hanya tersenyum melihat arthit yang sangat semangat membuka koper nya, dia akan menyukai tawa di wajah arthit itu, dunia pun akan dia usahakan jika arthit meminta nya.

Kongpob sekilas melihat pergelangan tangan arthit..

Dia tersenyum getir melihat beberapa bekas luka yang terlihat samar di kulit putih arthit.

Panjang nya perjalanan kongpob demi arthit tidak lah mudah diceritakan.

*
*
*
*

Setelah lulus kuliah, kongpob yang didukung penuh oleh arthit untuk kuliah diluar negeri berangkat mengejar cita-cita tanpa mengetahui hal mengerikan akan terjadi pada arthit nya.

Komunikasi kongpob dan arthit awalnya sangat lancar, sampai pada bulan ke delapan kongpob berada di luar negeri, komunikasi mereka mulai merenggang dengan alasan arthit yang mulai disibukan dengan pekerjaan yang baru dia jalani beberapa bulan.

Kongpob pun memaklumi itu, dia lah yang selalu menunggu arthit menghubungi nya karena Kongpob takut mengganggu pekerjaan arthit jika dia duluan yang menghubungi.

1 hari berubah menjadi 7 hari tanpa komunikasi, kongpob mulai memiliki firasat tidak enak apalagi saat terakhir kalinya mereka bicara, arthit terkesan sperti sangat sedih dan lebih banyak diam tapi disaat yang sama sperti ingin berbicara sesuatu.

Kongpob yang sudah tidak sabar lagi, akhirnya memilih menghubungi arthit duluan tapi nomer arthit yang dia tuju ternyata tidak aktif.

Hati kongpob mulai semakin tidak enak, berkali-kali dia menghubungi arthit tapi tetap tidak tersambung.

Kongpob menunggu sampai seharian mencoba berpikir positive jika handphone arthit mungkin sedang kehabisan baterai.

Di sela kekuatiran nya, kongpob masih sempat menerima ucapan selamat dari beberapa professor pendamping nya karena dialah orang pertama yang mampu lulus jauh lebih cepat dari standard yang diberikan kampus nya.

Meskipun tersenyum, mata kongpob tidak lepas dari handphone ditangan nya, takut jika arthit akan menghubungi nya.

Kongpob sebenarnya rencanakan akan mengajak arthit untuk berikan kejutan dengan mengatakan bahwa dia akan segera di wisuda, tapi kabar bahagia itu seakan tidak penting dibandingkan dengan kabar arthit yang menghilang tiba-tiba.


Just Another Ordinary Day Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang