34. Menguak Misteri

Start from the beginning
                                    

Dirta menggeleng lesu. Isi kepalanya sudah seperti benang kusut yang susah diurai

"Sorry kalau sikap gue udah kasar sama lo, karena gue juga frustasi. Gue nggak inget apa pun ketika gue sadar waktu itu. Jangankan inget sama lo, keluarga gue sendiri pun gue nggak inget. Tapi, pelan-pelan keluarga gue mulai cerita siapa gue, siapa orang tua gue, udah itu aja nggak lebih."

Nabila mengangguk paham. Mungkin juga berat untuk menceritakan semuanya secara langsung. Namun, dari sekian waktu tidakkah sedikit pun namanya disinggung dalam cerita itu? Apa mungkin keluarga Dirta takut dengan menceritakan soal dirinya akan menyebabkan trauma?

"Sekarang kamu udah tahu ceritanya. Gimana kita jadi kayak sekarang ini, alasan kenapa kondisi kamu dan aku jadi begini, lalu ... apa yang bakal kamu lakuin?"

"Jujur gue nggak tahu."

"Satu hal yang masih aku sulit terima adalah kenyataan bahwa sekarang kamu udah punya orang lain, Ta," ujar Nabila. "Kalau aja kamu belum ada siapa-siapa, aku bisa pelan-pelan bantu kamu ingat semuanya, tapi ... sekarang aku jadi mikir, setelah kamu ingat semuanya terus apa? Posisiku udah diganti sama yang lain. Kamu bukan milik aku lagi."

Sejenak hening melingkupi mereka berdua. Angin sepoi-sepoi yang berhembus menerbangkan surai-surai hitam legam Dirta dan Nabila.

Nabila menoleh, menatap Dirta dari samping. Ludahnya mendadak terasa pahit saat akan melontarkan pertanyaan baru lagi. "Kamu sayang sama dia?"

"Siapa?"

"Pacar kamu yang sekarang."

"Lo mau jawaban apa?"

Tidak! Nabila ingin mendengar kata itu terlontar dari bibir Dirta. Karena demi Tuhan jika Dirta menjawab iya, entah akan sehancur apa lagi Nabila.

"Namanya Zela," kata Dirta setelah memilih diam tak menjawab. "Dia yang selama ini selalu ada buat gue. She's smart, cheerful, and a little bit childish."

Gimana rasanya mendengar orang yang kamu cintai memuji cewek lain di depanmu?

Sakit? Sudah jelas.

Perih? Jangan ditanya.

Nabila saja ingin menutup telinganya rapat-rapat supaya tidak mendengar pujian dari bibir Dirta tersebut. Lagipula, bagaimana bisa Nabila selalu ada buat Dirta saat dirinya sendiri juga perlu untuk bangkit dari segala rasa sakit? Saat dirinya tidak tahu di mana rimbanya? Saat yang ia tahu saat itu adalah Dirta sudah lebih dulu pergi untuk menyusul mendiang ayahnya.

"Stop, Ta. Cukup," ucap Nabila. "Gak perlu diterusin." Karena semakin Dirta berbicara, semakin perih luka di hatinya.

🌼🌼🌼

Buku, gitar, baju, dan semua barang-barang yang ada di dalam kamar tercerai-berai di atas lantai. Sudah hampir enam puluh menit ia habiskan untuk mencari jejak yang tertinggal untuk memvalidasi semua kalimat-kalimat yang tadi ia dengar. Semua ini lantaran rasa penasaran yang mulai muncul ke permukaan. Dari semua hal yang telah dipaparkan, kenapa tidak ada satu pun memori yang tersangkut dalam kepalanya? Kenapa pula semua orang memilih diam dan menganggap tidak pernah ada hal yang pernah terjadi di masa lalu?

Putus asa karena tidak menemukan apa yang dicari, Dirta menyandarkan tubuhnya pada ranjang. Ia abaikan fakta bahwa kondisi kamarnya sangat berantakan saat ini. Mata Dirta tertuju pada pergelangan tangannya. Menatap lurus-lurus gelang yang melingkar di sana. Demi Tuhan, sebenarnya misteri apa yang tersembunyi dari masa lalu?

Dirta mendongak saat mendengar suara pintu terbuka.

"Astaga, Dirta! Kamu abis ngapain?"

"Lagi nyari sesuatu, Bunda."

"Ya ampun ... kenapa sampai harus ngacak-ngacak kamar kayak gini coba?" Bundanya berjalan mendekat sambil berjongkok mengumpulkan helai demi helai kain yang berserakan di lantai. "Udah ketemu?"

Dirta menggeleng lesu.

"Memangnya apa yang kamu cari?"

"Sesuatu ...," ucapnya terdengar ragu, "yang bisa ngingetin Dirta sama masa lalu."

Gerakan tangan Laras terhenti. Ia arahkan sepasang netranya untuk menatap anak laki-lakinya itu. "Gak usah dipaksakan, Ta."

"Dirta pengen tahu kehidupan Dirta sebelum lupa sama semuanya, Bunda."

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Laras. "Nenek, 'kan, sudah pernah bilang kalau masa lalu itu cuma bagian dari kenangan pahit yang sudah kamu lewati, jadi jangan diingat lagi, ya?"

"Ada yang Bunda sama Nenek sembunyiin?"

Hembus napas panjang meluncur dari bibir Laras. Bukannya dia tidak ingin Dirta ingat akan kehidupannya sebelum ini, hanya saja jika Dirta ingat semuanya maka bisa saja anak semata wayangnya itu akan membenci dirinya.

"Bukan gitu, Nak ...."

"Tapi?" sergah Dirta. "Dirta berhak tahu, Bunda."

Laras menatap sosok jiplakan dari wajah suaminya itu dengan ragu. "Bunda cuma takut ... takut kalau kamu udah ingat semuanya, kamu bakal benci sama Bunda."

"Kenapa Dirta harus benci sama Bunda?"

"Karena selama tujuh belas tahun kamu ada di dunia ini, Bunda selalu mengabaikan kehadiran kamu. Bunda terlalu berkubang sama duka masa lalu yang Ayah kamu tinggalkan."

Dirta meraih kedua tangan bundanya dan menggenggamnya erat. "Bunda, apa pun yang udah terjadi, Dirta gak akan mungkin benci sama Bunda."

"Bunda udah jahat sama kamu, Sayang," ujar Laras. Air mata mulai menggenang di sudut matanya. "Bunda nggak bisa jaga amanah Ayah kamu dengan baik."

"No ...." Dirta maju, memeluk tubuh ibundanya. "Bunda adalah Bunda terhebat di dunia versi Dirta. Dirta sayang sama Ayah, sama Bunda."

Lihat ini, Nath? Anakmu telah tumbuh dengan baik meski tanpa ada sosok ayah di sisinya. Bukankah ini adalah salah satu keinginanmu untuk melihat jagoanmu tumbuh besar seperti yang selama ini sudah kamu janjikan denganku?

Laras kembali meratap jika apa pun memori tentang Nathan selalu muncul tanpa diundang seperti ini. Kilasan-kilasan saat mereka masih merajut momen bersama seolah baru terjadi kemarin, bukan puluhan tahun yang lalu. Astaga ... Laras sangat merindukan lelaki itu. Suami pertama dan terakhirnya. Kini tidak ada Laras yang hobi bergonta-ganti lelaki sejak hatinya telah tertambat dengan seorang Nathaniel Mahendra. Bahkan belasan tahun telah terlewati tanpa sosok lelaki di sampingnya. Nyatanya dia mampu melewati semua itu meski sakit selalu menyayat hati bila teringat akan kekasih hatinya yang pergi mendahuluinya.

"Jadi Bunda, Bunda mau, 'kan, bantu Dirta untuk ingat sama kehidupan Dirta sebelum ini?"

"Apa pun, apa pun akan Bunda lakuin untuk kamu, Sayang," kata Laras merangkum wajah Dirta. Senyum terukir di bibirnya meski kontras dengan linangan air mata yang membasah di wajah.

🌼🌼🌼

Sebenernya mau update tadi malem, cuma mataku udah kayak dilem sama lem glukol😴🤣

See ya, velable

DisabiloveWhere stories live. Discover now