26. How They're Separated

245 40 1
                                    

Playlist | Tabu - Brisia Jodie

Happy reading :)

🌼🌼🌼

Rasa yang mendera tubuhnya tak bisa digambarkan. Semuanya seperti mati rasa. Hanya kelopak matanya yang perlahan dapat digerakkan.

"A--air ...."

"A--ir." Suara itu sangat pelan. Orang tidak akan mendengar jika tidak mendekat karena suara itu begitu lirih dan kalah dengan suara-suara lain yang lebih mendominasi.

Untungnya sosok wanita di dalam ruangan itu segera menyadari bahwa anaknya sudah sadar dari tidur panjangnya.

"Sayang? Akhirnya kamu sadar. Apa, Nak? Ada yang sakit?"

"A ... ir."

Mamanya mengambil dengan gesit air putih yang ada di atas nakas dan membantu Nabila meminumnya. Sementara Nabila yang merasa tenggorokannya kering kerontang segera menyedot rakus-rakus air yang disodorkan mamanya. Nabila merasa lebih baik setelah tenggorokannya dibasahi dengan air putih.

"Ada lagi, Sayang?"

Nabila menggeleng. Matanya sesekali terpejam sedikit lebih lama daripada biasanya.

"Mama panggil dokter dulu biar cek keadaan kamu."

Sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri? Sepertinya itu bukan waktu yang sebentar mengingat ekspresi yang terpampang di wajah sang mama. Rasanya juga seluruh bagian tubuhnya seperti kaku. Untuk mencari posisi yang nyaman saja Nabila kesusahan. Kakinya tak bisa digerakkan. Nabila mencoba lagi. Berulang kali dan terus menerus, tapi tetap saja tak ada hasil. Kini gadis itu mencoba dari yang paling mudah dulu yaitu menggerakkan jari-jari kakinya. Nabila menahan napas sambil melirik ke bawah. Dilihatnya jari-jari kakinya bergerak meski harus mengeluarkan tenaga yang ekstra. Namun, Nabila tidak merasakan apa pun. Maksudnya, ia tidak merasa bahwa jari kaki itu sedang digerak-gerakkan.

Suara pintu yang terbuka membuat Nabila menoleh. "Ma, kaki aku gak bisa digerakin," ujarnya dengan ketakutan yang mulai muncul dalam diri. "Aku gak bisa ngerasain apa-apa di kaki aku, Ma!"

"Ssh, tenang, Sayang. Biar diperiksa sama dokternya dulu, ya?"

"Biar saya periksa dulu, ya," kata dokter dengan ramah. Senyum menenangkan yang dokter itu berikan tidak bisa membuat Nabila tenang. Gadis itu panik luar biasa.

"Gimana, Dok?"

"Bisa kita bicara di ruangan saya, Ibu?"

"Kenapa? Kaki aku kenapa?!" tanya Nabila histeris. "Bicaranya di sini aja, Dok, biar aku juga bisa denger."

"Kamu tunggu di sini dulu, ya? Biar saya bicara empat mata dengan Mama kamu."

"It's okay, Sayang," kata sang mama menenangkan Nabila. "Mama gak akan lama, kok. Nanti setelah selesai, Mama langsung balik ke sini lagi. Oh iya, nanti Mama kabarin Papa kalau kamu udah sadar."

🌼🌼🌼

Sebenarnya seberapa parah kecelakaan itu sampai-sampai semua ini menimpanya? Kenapa semesta begitu kejam dengannya? Kenapa Tuhan begitu jahat merampas fungsi kakinya? Kenapa ia tidak dibiarkan mati saja daripada hidup tapi serasa mati seperti ini? Kenapa? Beribu tanya yang memenuhi kepala Nabila sekarang tak menemukan jawabnya. Termasuk pertanyaan bagaimana dengan kondisi Dirta. Papa maupun mamanya menutup mulut rapat-rapat setiap kali dirinya bertanya.

Jujur, Nabila lelah. Nabila merasa terperosok ke dalam jurang yang tak ada cahaya. Gelap, sesak, dan pengap. Nabila buta arah. Yang ia tahu hanya siang dan malam. Ia terkurung di dalam ruangan serba putih ini.

DisabiloveWhere stories live. Discover now