30. Trapped

209 34 4
                                    

Playlist | Traitor - Olivia Rodrigo

Happy reading :)

🌼🌼🌼

Entah sudah berapa lama Nabila membiarkan tubuhnya basah diguyur hujan. Bibirnya mulai bergetar dengan ujung jari yang mengerut. Menjelaskan bahwa Nabila sudah menghabiskan waktu lama menyembunyikan air mata di balik air hujan.

Mungkin jika ada yang melihatnya sekarang mengira bahwa Nabila seperti orang gila yang baru saja diputuskan oleh pacarnya. Bagaimana tidak, nyatanya tepat setelah kepergian Dirta tadi Nabila menghela langkah kaki bersama tongkatnya menuju halaman kampus. Padahal sudah jelas bahwa hujan sedang turun dengan deras.

Setidaknya air hujan yang turun mampu menyembunyikan lelehan bening yang keluar dari pelupuk matanya.

Sungguh, rasanya sangat sakit sekali ketika tahu bahwa potret yang sudah ia persiapkan tidak mampu membawa ingatan dalam kepala Dirta. Cowok itu tetap tidak ingat siapa dirinya. Nabila menunduk dalam-dalam. Tubuhnya sudah basah kuyup diguyur hujan. Gadis itu mendongak saat tak lagi merasakan tetesan air hujan. Kepalanya tengadah. Menemukan sebuah paying yang sudah melindunginya.

"Bangun."

Nabila masih terpaku dan bergeming. Satu kata bernada perintah itu tadi hanya seperti desau angin yang berlalu begitu saja.

"Lo bisa berdiri nggak, sih, hah?!"

Seruan dari suara bariton itu membelah sunyi di antara gemuruh hujan. Sepasang mata Nabila mengerjap berkali-kali. Hanya untuk meyakinkan diri bahwa dia sedang tidak berhalusinasi. Astaga, kenapa di antara ribuan mahasiswa di kampus ini harus seorang Junior yang menemukan dirinya tengah terduduk tak berdaya seperti sekarang? Kenapa garis takdir selalu membuat singgung antara dirinya dan anak dari pemilik kampus ini?

"Gue bilang berdiri! Tuli lo ya?!"

Napas Nabila yang masih belum teratur membuat bicaranya menjadi tersendat-sendat. "G-gue emang nggak bisa berdiri," cicitnya dengan suara lirih.

"Apa?!" teriak Junior. "Ngomong yang keras. Jangan kayak orang gagu."

Astaga ... makhluk satu ini sepertinya tidak memiliki filter dalam berbicara. Alias asal nyeplos saja.

"Gue emang gak bisa berdiri. Gue cacat. Lupa lo?!"

"Ck!" Junir berdecak, membuang muka beberapa saat sebelum membungkuk. "Udah cacat, nggak tau diri pula." Ditariknya tangan Nabila hingga berdiri. Jadilah sebelah tangannya memegangi payung sedang satu tangan yang lain memegang lengan atas Nabila.

"Ngapain lo hujan-hujanan di lapangan kampus? MKKB lo?"

"Ish, udah sana pergi lo!"

Junior menahan sigap tubuh Nabila yang oleng saat Nabila menampik tangannya yang sedang menahan tubuh gadis itu. Payung yang tadi melindungi keduanya sontak jatuh terhempas angin begitu Junior menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuh Nabila. Tubuh Junior kini juga menjadi ikut basah tertimpa derasnya air hujan.

"Bibir lo udah pucat. Berapa lama lo berdiam diri kayak orang tolol tadi?"

"Gak usah sok peduli. Bukannya lo harusnya seneng ngeliat gue menderita begini?"

Pertanyaan dari Nabila menohok keras Junior. Benar. Bukankah harusnya dia senang melihat Nabila kesusahan dan terlihat sengsara begini? Bukankah harusnya dia membiarkan saja gadis itu hujan-hujanan sampai mati kedinginan?

Junior berdehem singkat. "Gue cuma nggak mau besok ada headline news ada mahasiswi yang mati di kampus ini dan bikin nama baik keluarga gue tercoreng."

DisabiloveWhere stories live. Discover now