#04-ALUNA NABILA-

4 2 0
                                    

-HAPPY READING-
***

Tok...
Tok...
Tok...

Terdengar suara ketukan pintu di rumah berlantai dua itu. Menandakan jika ada tamu yang datang.

Tok...
Tok...
Tok...

Sang tamu mengetuk lagi, tapi tak ada yang membukakan pintu. Agaknya suara ketukan itu tak terdengar oleh pemilik rumah.

Tok...
Tok...
Tok...

Ketiga kalinya, sang tamu masih berusaha sabar. Kemudian sang tamu berinisiatif untuk memencet bel rumah itu.

Tingtong...

Hebat sekali, dengan satu kali pencetan bel saja pintu terbuka, memperlihatkan sang tuan rumah dengan tampang kusutnya.

"Ngapain lo kesini?"tanya sang tuan rumah yang ternyata adalah Aluna.

"Suruh masuk dulu lah," jawab sang tamu yang ternyata adalah Tasya.

Aluna menyingkir dari depan pintu, mempersilahkan Tasya untuk masuk. Setelah Tasya masuk Aluna menutup pintu. Lalu berjalan menuju Tasya yang tidak tahu dirinya sudah merampas toples-toples yang berisikan makanan.

Tasya memakan kue dengan lahab sampai-sampai tidak ada jeda antara satu kue dengan kue lainnya. Hingga...
"Uhuk... Uhuk... B--il--am--bil--in--mi--nu--m." Tasya tersedak, wajahnya tampak merah padam ditambah matanya yang berkaca-kaca. Tasya juga merasakan panas yang membara pada telinganya. Sungguh sangat tersiksa.

"Sukurin suruh siapa makan kayak gitu. Mampuskan lo."

Aluna kemudian mengambilkan segelas air putih untuk Tasya.

"Nih minum,"perintah Aluna.

"Huh... Huh... Ya Allah lega banget."

"Ngapain lo kesini?"tanya Aluna kepada Tasya. Aluna bingung kenapa sahabatnya datang ke sini pagi-pagi buta. Lihat matahari saja masih malu-malu menampakkan rupanya.

"Ya ngajakin lo ke Mall lah,"jawab Tasya dengan PDnya.

Aluna menghela nafas. " Lo liat tuh jam,"tunjuk Aluna pada jam dinding di ruang tamu.

Tasya mengangguk,"Iya."

"Jam berapa sekarang?"

"Jam 3,"jawab Tasya dengan tampang polosnya.

"Mall mana yang buka pagi buta kaya gini."Aluna berusaha tetap sabar menghadapi tingkah sahabatnya yang nyleneh . Memang ya bego sama bodoh itu beda tipis.

"Untung lo nggak dicegat mbak kunti, mas gendruwo, sama pak pocong,"tambah Aluna.

"Hehehe...ya maaf gue terlalu semangat. Lanjutin aja tidur lo, gue pinjem dulu ye kamar tamunnya. Bay.... Besti."

Aluna melangkahkan kakinya menuju kamarnya guna melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda oleh Tasya. Sungguh pagi yang menyenangkan bukan.

***

"Bil nyokap bilang lo datangnya agak siang aja. Soalnya ada meeting katanya," kata Tasya yang menyampaikan amanat dari sang mama tercinta.

"BTW Bil lo mau ngapain ketemu nyokap gue ?" tanya Tasya dengan jiwa-jiwa kekepoan yang sudah mendarah daging.

"Mau tahu banget apa mau tahu aja ?"

"Lo mah gitu. Nggak asik." Tasya menampilkan wajah cemberut. Ia tahu jika Aluna mengatakan kalimat tersebut Aluna tidak akan membocorkan sedikit pun padanya.

"Hahaha... anak kecil nggak usah kepo. Ini urusan orang dewasa. Paham,"kata Aluna sambil mengusap kepala Tasya seperti seorang ibu kepada anaknya.

"Heem... Paham simbok."

"Ayo sarapan dulu,"ajak Bi Narsih yang sedang menata masakannya di meja makan.

Mereka buru-buru ke meja makan. Tak sabar menyantap makanan yang dimasak Bi Narsih. Menu sarapan hari ini terlihat sederhana hanya ada
Nasi uduk,  lauk dan kerupuk.


Mereka pun duduk dan mengambil piring. Setelah mengisi piring, mereka pun  makan dengan tenang.

Aluna membawa piring kotor untuk dicuci, sedangkan Tasya sudah ngacir menuju ke depan TV. Bukannya Tasya tidak mau membantu tapi Aluna yang melarangnya. Di dapur hanya ada Aluna dan Bi Narsih.

"Bu doain Al ya semoga hari ini lancar."

"Selalu Ibu doain Adek. Emangnya adek mau ngapain hari ini?" tanya Bi Narsih penasaran.

"Al mau ketemu Tante Ana. Mau..."

"Mau apa dek?"

"Sini Al bisikin." Aluna yang menyuruh Bi Narsih mendekat kemudian membisikan.

"Semoga dimudahkan dan dilancarkan ya . Ibu bangga sama Dek Al." Bi Narsih mengusap puncuk kepala Aluna. Lalu memeluk Aluna. Kemudian Bi Narsih membisikkan sesuatu pada Aluna.

"Pasti... Pasti... bi Aluna pasti kesana,"jawab Aluna dipelukan Bi Narsih.

Walaupun ia seorang pembantu di rumah ini. Tapi Bi Narsih menyayangi Aluna dengan tulus. Bi Narsih sudah menganggap Aluna anaknya sendiri. Bagaimana tidak menganggap Aluna anak sendiri jika sedari kecil Bi Narsih yang merawat Aluna.

Bi Narsih adalah seorang janda yang merantau ke kota. Dari pernikahannya Bi Narsih tidak memiliki seorang anak. Mandul, karena itu mantan suaminya menceraikannya. Padahal sebelum menikah Bi Narsih sudah memberitahukan bahwa selama mereka menikah mereka tak akan mempunyai anak. Mantan suaminya tetap kukuh untuk menikah. Mantan suaminya bilang tak apa, yang penting kita menua bersama. Nyatanya belum genap 2 bulan mereka menikah, mereka bercerai. Alasannya karena dirinya tak kunjung memberikan keturunan.

Orang tua Bi Narsih telah meninggal sejak lama. Sang Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga. Telah meninggal saat Bi Narsih umur 5 tahun. Ayahnya hanya seorang petani. Telah meninggal saat Bi Narsih berumur 18 tahun. Ayahnya meninggal karena mendengar anaknya diceraikan oleh suaminya.

Setelah perceraian itu, Bi Narsih trauma. Kemudian memilih merantau ke kota. Sampai di kota pun Bi Narsih mengalami kecopetan, padahal uang itu adalah uang hasil ia menjual sawah di kampung. Beruntungnya ia mendengar ada yang membutuhkan pembantu. Lalu ia melamar dan bekerja disini. Bi Narsih bersumpah akan mengabdi disini sampai ajal menjemputnya.

***

ALUNA NABILAOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz