24. Pasar Malam

Mulai dari awal
                                    

"Mau sih, tapi kalau ketahuan gimana?"

Zahra membunyikan tangannya, "Masalah itu sih gampang, kalau ketahuan yah dihukum lah."

"Yeh, itu kan lo yang udah kebal hukum."

Zahra menarik tangan Acha, "Udah jangan banyak ngoceh keburu nanti pada keluar semua orang-orang ayo."

Akhirnya Acha menurut saja. Jujur ia juga bosan.

Mereka sampai di samping tembok yang lumayan tinggi.

"Lo gila kak, masa kita naik tembok sih." Sentak Acha.

Zahra tersenyum mengejek, "Kenapa? Takut jatoh, kalau jatoh pun kebawah, palingan cuman geser tuh tulang."

Acha menggeleng-gelengkan kepalanya, "Dasar bocah, nantangin Malaikat maut hobinya."

"Malaikat udah hafal tingkah gue."

Zahra memposisikan dirinya sedikit berjongkok dan mengadahkan tangannya guna membawa Acha naik ke atas.

"Lo gila, masa gue naek ke tangan lo sih, gue berat kak. Lo juga baru keluar dari rumah sakit."

"Hust, udah naek buruan, nanti kita ketahuan."

Acha dia tak bergeming, "Ngapain malah bengong?" Tanya Zahra.

Acha nyegir, "Gue gak ada duit buat kesana, belum dikirim uang sama Ayah, nanti traktir ya disana." Ucap Acha

"Yeh, yaudah ayo. Gue lagi kaya nih."

Acha naik pada tangan Zahra dan akhirnya sampai ditas tembok, ia menarik tangan Zahra.

Mereka turun dengan hati hati.

Mereka merindik-rindik, pasalnya kalau mau ke pasar malam harus melewati depan gerbang terlebih dahulu.

"Ini gimana ada penjaga gerbang." Bisik Acha.

"Lo diem aja." Bisik Zahra, ia mengambil Batu dan melemparkannya di samping pos kebetulan tepat mengenai tempat sampah yeng terbuat dari besi.

"Aduh siapa si berisik." Kesal penjaga gerbang.

Saat penjaga gerbang pergi, Zahra dan Acha langsung berjalan dengan cepat untung mereka memakai Celana.

"Ayo cepet." Bisik Zahra.

Mereka loncat-loncat kegirangan, akhirnya mereka bisa keluar dari pesantren.

"Huh, seneng banget bisa kepasar malam, ulah lama juga gak kesana-sana lagi." Ucap Acha.

"Lo yang seneng, gue yang rugi." Sahut  Zahra.

"Kan Kak Zahra yang bilang mau teraktir gue."

"Iya iya bawel."

Acha memeluk Zahra, "Ututu makasih kak Zahra yang cantik, nanti gue jajan yang banyak, biar lo miskin kaya gue."

Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya, mungkin dengan ini Acha melupakan sejenak permasalahan yang menimpa dirinya. Ia kangen Acha yang bawel dan banyak tingkah.

ZAHTHAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang