42. Cemburu

23 4 5
                                    

“Cantik banget, Ra,” puji Azriel.

“Ya emang gue cantik.” Maira membalas dengan tingkat pede yang tinggi.

“Pede tuh harus ya,” celetuk Arkan.

“Ya harus. Kan gue yang ngajarin. Iya kan, Ra?” Azriel berusaha merangkul Maira namun dia segera menepis tangan Azriel.

“Gausah megang-megang, bisa?!” sarkas Maira.

“Lahh, kan bentar mau gandengan juga. Itung-itung lagi latihan,”

“Bawa-bawa latihan mulu dari kemarin ngapain aja? Mulung? Modus mah modus aja,” cibir Ghea.

“Ini mah modus berkedok latihan, Ra,” Aul menambahi.

“Mereka siapa sih? Temen kalian?” tanya Ika yang kebingungan dari tadi.

“Gak kenal,” ucap Ghea singkat.

“Buset mulut cewek, Jiel. Pedes amat kayak cabe,” sahut Bagas.

“Pedes? Seblak kali,” cibir Dania.

“Kan. Cewe emang ngesel-” dengan segera Arkan menutup mulut Bagas agar berhenti disemprot mulut para cewek.

“Ya gitulah, Gas. Gue udah kebal, sih,”

Maira, Aul dan Ghea tidak menanggapi. Mereka malah berfoto ria demi kebutuhan insta story.   

“Jiel, lu yakin suka sama Maira?” Arkan berbisik pada Azriel.

“Butuh berapa kali lo nanya gitu baru percaya? Sampe gue kuras sungai amazon pake garpu?” celetuk Azriel.

“Buset lebay amat,” timpal Bagas.

“Gue percaya lo. Tapi lo kan tau Maira udah punya pawang,” lanjut Arkan yang masih berbisik-bisik.

“Selama belum ada janur kuning yang melengkung, ya sabi lah. Kalopun janur kuningnya udah melengkung, ya gue setrika lah biar lurus.” Ucap Azriel begitu pede.

“Udah sinting ya otak lo,” Bagas menoyor kepala Azriel.

“Elo kali yang sinting,” balas Azriel.

“Berisik lo pada!” cibir Aul.

Drrrttt…
Hape Maira bergetar. Nampak dari layar handphone ada panggilan Ojan.  Lagi-lagi Maira harus kembali menjauh dari kedua sahabatnya untuk mengangkat telpon dari Ojan.

“Bentar ya guys,” ucapnya menjauh.

“Mo ngapain?” tanya Aul.

“Angkat telpon Mama,” balasnya.

Aul hanya membulatkan mulutnya.

“Mama doang, kan? Ngapain jauh-jauh?” tanya Ika.

“Berisik,” balas Maira sekenanya.

“Halo, Jan. Kamu jadi ke sini, kan? Aku udah di tempat yang aku bilang semalem,” ucapnya semangat.

Ra, maaf,” ucap Ojan lirih.

Maira terdiam sebentar. Dia menghela napas yang dapat didengar Ojan. Ojan tahu Maira kecewa karena dia tidak dapat memenuhi keinginan Maira.

Sebisa mungkin Maira harus sabar. Dia tidak ingin Ojan merasa tertekan bersamanya. Dengan berat hati, Maira tetap tersenyum. Dia tak ingin merusak mood-nya siang ini.

“Kenapa?” tanya Maira setelah berhasil mengontrol emosinya.

Ada kelas tambahan hari ini makanya aku gak bisa ke sana. Maaf ya,”

Bucin Insyaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang