16. Kejujuran Angga

88 52 12
                                    

Chapter ini Anggara mengungkapkan perasaannya pada Maira
Yuk baca kelanjutannya~
Jangan lupa tinggalin jejak~
.
.
.

"Emm, Raa... Gua suka sama lo" ucap Anggara tanpa basa-basi

Maira bergeming. "Ternyata benar, Angga suka sama gua?" batin Maira tak percaya

"Ra... Barusan gua ngomong suka sama lo"

"Kenapa harus gua, Angga? Yang jauh lebih cantik, pinter dan segala-galanya itu banyak. Sekian banyaknya cewe di luar sana kenapa lo milih gua?"

"Dari sekian banyak kalimat yang bisa lo pake buat jawab. Kenapa lo malah nanya seakan suka sama lo adalah suatu kesalahan? Apa gua keliatan bercanda? Apa gua keliatan gak tulus sama lo?"

"Gak gitu, Anggaa. Gua gak pantes aja buat lo. Lo punya segalanya. Sedangkan gua cuma cewe biasa"

"Seandainya gua ngarepin cewe yang punya segalanya. Udah dari dulu gua nyari yang lain, Ra. Gua suka lo dari pertama kita ketemu"

Flashback on

Bruggh...

"Aduh" rintih Maira

"Lo jalan ati-ati dong. Jadi nabrak gua kan?" ucap seorang laki-laki dengan topi bambu kerucut. Mereka berdua tak sengaja bertabrakan di depan gerbang karena mereka telat di hari pertama ospek.

"Lo gak liat kita sama-sama telat? Masih sempetnya lo marah-marah. Mending kita mikir caranya masuk tapi gak ketahuan" ucap Maira

Lama ia berpikir, "Kayaknya gua tau caranya"

"Kayaknya gimana emang?"

"Kayaknya manjat tembok belakang" ucapnya menyeringai

"Kayaknya lo serius"

"Apaansih niru-niru"

"Lo juga ngapain pake kayaknya kayaknya. Gak meyakinkan banget sih jadi orang"

"Tapi emang gua serius kok"

"Lo kira tinggi tembok sekolah ini cuma semeter?"

"Jadi pilih mana? Lo dihukum senior yang sok berkuasa di sana atau ikutin gua?" ucap lelaki itu dengan mengarahkan pandangannya pada lapangan sekolah yang dapat ia lihat dari gerbang.

Maira mengikuti arah pandang lelaki itu. Ia menegak saliva ketika melihat senior memarahi junior seperti ospek pada umumnya. Tanpa pikir panjang, ia pun menyetujui ajakan lelaki asing yang di sampingnya.

"Yaudah hayok" jawab Maira pasrah

"Ikut gua" ucapnya. Maira pun mengikuti laki-laki yang baru saja ia kenalnya.

"Lo naik duluan. Ntar lo malah ngintip lagi" ucap Maira dan diangguk patuh

"Loh. Kita manjat temboknya pendek. Tapi kenapa turunnya harus lompat sejauh ini?"

"Maksud lo?"

"Udah buruan siniin dulu tangan lo" ucapnya membantu Maira memanjat tembok. Maira ternganga melihat ke bawah.

"Buseettt. Lo yakin bakal lompat?" Maira meneguk saliva melihat tembok sekolahnya menjulang tinggi dari atas. Jika ia lompat, kakinya bisa terkilir.

"Aman kok. Yang penting lo yakin" ucapnya enteng

"Oiya nama lo siapa?" lanjutnya

"Maira. Lo?"

Bucin Insyaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang