30. Napak Tilas

40 14 5
                                    

Kali ini openingnya gak panjang-panjang.
Selamat membaca!

Pagi ini adalah jadwal piket Maira. Ia membersihkan kelas sambil mengikuti alunan lagu yang sedang booming menggunakan earphone. Ia terlihat tak peduli pada sekitar karena saat ini ia sendiri di kelas dan hanya fokus pada pekerjaan dan juga lagu layaknya Raisa yang sedang konser tunggal. Temannya yang mendapat jadwal piket yang sama dengannya belum datang. Ya karena lagi rajin, kali ini Maira yang akan membereskan semuanya.

Maira nampak sangat bersemangat saat lagu kesukaanya terputar. Ia sedang mengepel lantai sambil berdansa tanpa menghiraukan tatapan aneh siswa yang lewat depan kelasnya.

“Aku di sini dan kau di sana, hanya berjumpa via suara. Namun kuslalu menunggu saat kita akan berjumpa. Meski kau kini jauh di sana, kita memandang langit yang sama. Jauh di mata na-”

Plung…

“mun dekat di usus.. Yah yahh, gak lucu dong huaaa mamaaa,” rengek Maira saat mengangkat hapenya yang jatuh di ember yang berisi air bekas pel. Ia cabut baterai dan ia guncang hapenya agar sisa air yang ada dalam hapenya bisa keluar.

“Huaaaa mau pake apa dong. Hape sendiri udah gua bikin rusak, sekarang hape mama,” ucap Maira sambil menatap nelangsa hape yang ada di tangannya.

***

Seperti biasa, hari senin adalah hari yang dibenci oleh para siswa. Lapangan yang begitu sesak karena kelebihan siswa membuat mereka mau tidak mau harus berdiri berdempetan. Tak cukup sampai disitu, mereka juga harus melap setiap peluh yang menetes karena paparan sinar matahari pagi. Apalagi kalau penyampaian amanat dari pembina upacara yang hampir sejam membuat kulit mereka merah seperti udang rebus.

Dan benar saja, upacara kali ini berlangsung lama. Rangkaian tambahan ada beberapa dan amanat dari pembina upacara yang belum menunjukkan akan berakhir.

“… Anak-anakku sekalian, bapak juga ingin menyampaikan bahwa sekolah kita akan kembali melaksanakan program tahunan yaitu napak tilas. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenang perjuangan pahlawan yang telah memerdekakan bangsa ini. Dan sekarang adalah giliran angkatan kalian. Para senior-senior kalian ini sudah pernah mengikuti kegiatan serupa dengan sangat baik,” ucapnya membuat senior menampakkan wajah yang arogan karena sudah dipuji di depan adik kelas.

“Bapak harap kalian semua bisa mengikuti kegiatan ini dengan baik. Bagi siswa yang tidak mengikuti kegiatan ini tanpa alasan yang jelas, maka kami pihak guru sepakat untuk tidak memberi kesempatan untuk kalian naik kelas,” ucap Wakasek Kesiswaan yang membuat lapangan seketika ramai dengan sorakan siswa baru.

Wuuuu. Gak bisa gitu dong, pak,”

“Busett nyerempet ke nilai”

“Paraahh, harus demo ini mah”

Kalo gitu mending gua pindah sekolah dari sekarang aja,”

“Si bapak malah ngelawak,”

Seperti itu-lah reaksi siswa usai mendengarkan amanat. Namun berbeda dengan Maira, ia hanya menampilkan wajah datarnya. Ia masih memikirkan insiden saat hapenya terjun bebas di air bekas pel.

“Napak tilas apaan sih?” tanya Aul menyikut lengan Maira dan membuatnya tersentak.

“Eh ituu reka adegan tembak-tembakan masa penjajahan,” jawaban Maira nyeleneh.

Merasa kesal, Ghea langsung menoyor kepala kedua sahabatnya, “Ish, napak tilas aja gak tau”

“Emang lu tau?” tanya Aul polos.

Bucin Insyaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang