9. Jadi(k)an

120 70 15
                                    

"Mau nanya apa kak?"

Cukup lama Maira menunggu balasan dari Fauzan yang ngetiknya lamaaaa banget dan ternyata isinyaaa...

"Yang aku omongin tentang 'jadian' di malam itu aku serius, Ra. Gak bercanda. Kalo penilaianmu emang gitu kaka layak engga, jadi pacar kamu?"

Sontak hal itu membuat Maira kaget. Saking kagetnya, Maira yang tengah berbaring tak sengaja menjatuhkan hapenya ke muka.

"Aduhh sakit" keluh Maira sambil mengelus hidung minimalisnya yang kena timpahan sudut hape Mamanya.

"Udah hape minjem, minjemnya pake dijatohin lagi. Kalo rusak mau pake apa, Raaa" ucap Maira lalu mengambil hapenya yang jatuh ke lantai setelah menimpa wajah Maira.

"Gimana, Ra?"

"Aduh ini gimana mau jawabnya ya. Kok gua berubah jadi alay gini sih" Maira menepuk-nepuk pipinya.

"Gimana ya. Bingung mau balas apa kak"

"Balasnya pake perasaan aja, kaka ikhlas kok mwehehe"

"KEBIASAAN DEH KAK"

"Kamu tinggal jawab Iya atau Enggak, Ra"

"Aku jawabnya nanti, gapapa kan kak?"

Maira ingin memastikan bahwa pilihannya kali ini tidak akan membuat ia menyesal nantinya.

"Gapapa. Nanti kalo udah siap, tinggal dibalas aja. Kaka bakal nunggu kok"

"Yaudah kak, aku off dulu ya. Ini disuruh mama"

Sengaja Maira beralasan disuruh Mama hanya ingin mengambil waktu untuk berpikir. Sejam lamanya ia berpikir dan mempersiapkan jawaban buat Fauzan. Tentu saja hal ini membuat Maira bingung dan sedikit frustasi.

"Gua sih emang mulai suka sama Kak Fauzan. Tapi gua takut kalo bakal patah hati lagi. Atau mungkin gak sih dengan Kak Fauzan luka kemarin bisa terobati? Kalo dipikir, dia baik, perhatian, dan pinter juga. Walau orangnya rada aneh sih. Tapi tetep aja gua bingung mau jawab gimana"

"Aduhhhh jadi alay gini sih, Ra. Sama Ika, Aul Dania aja gak giniii" Maira mengacak rambutnya frustasi. Ia bingung mengapa dalam hal ini, ia seperti anak kecil dan lembek. Namun jika berhadapan dengan ketiga sahabatnya ia akan berubah jadi kejam.

Sebelum menjawab, Maira berniat untuk menanyakan suatu hal pada Fauzan agar ia yakin dengan pilihannya.

"Sebelumnya Maira mau tanya. Kaka bisa yakin sama Maira karena apa?"

"Bagi kaka orang kayak kamu itu langka, aku sukaa. Kamu ga ngambekan, lucu. Kaka merasa cocok sama kamu, tak perlu ada yang kaka tutupi, tak perlu menjadi orang lain kalo sama kamu, kamu beda dari cewe yang pernah kaka kenal. Menurut kaka, semua cewe itu kaku, ga seasik diajak bercanda, beda dengan kamu"

"Kalau sewaktu-waktu aku berubah dan bukan Maira yang kaka kenal selama ini, gimana?"

"Kaka gapernah nuntut kamu menjadi maunya aku. Silakan jadi diri sendiri, jadi Maira yang selama ini kakak kenal. Soal perubahan mungkin itu wajar, disamping itu aku juga gamau kamu jauh dari kaka. Kakak akan mencoba untuk menjadi yang terbaik buat kamu. Asalkan, kalo ada masalah, kita selesaikan sama-sama biar gaada yang berubah diantara kita"

"Kita kan belum ketemu, kak. Gimana kalo nanti aku jelek aslinya? Emang kaka ga malu punya aku nantinya?"

"Kata siapa kamu jelek? Engga kok. Kamu cantik dengan caramu sendiri"

Bucin Insyaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang