27. Bertemu Lagi

Začít od začátku
                                    

Demi menetralisir gebuan rasa kesal yang bercokol di dalam dada Nabila menarik napas dalam-dalam. Matanya sengaja ia pejamkan, kemudian setelah beberapa detik dihembuskan tarikan napas yang belum dikeluarkan tadi. Nabila menatap nanar tongkatnya yang berada jauh dari posisinya sekarang.

Dengan mengandalkan satu tongkat saja, Nabila berjuang mengambil tongkat yang satunya. Mau meminta bantuan pun pada siapa? Tempat yang dia pilih untuk beristirahat memang sengaja mencari yang sepi. Tujuannya supaya tidak ada yang mengganggu, tetapi nyatanya titisan da'jjal tiba-tiba saja muncul.

Begitu sudah sampai, Nabila dengan pelan-pelan mulai berjongkok. Tangannya mengambil tongkat tadi bersamaan dengan tangan lain yang lebih kekar juga memegang tongkat itu. Nabila mengangkat kepala. Alangkah syoknya dia melihat orang yang berada di hadapannya detik ini. Secara refleks mulutnya menganga. Pun dengan kedua bola mata yang seperti ingin keluar dari tempatnya.

Dia Dirta. Cowok yang ada di depan mata kepalanya saat ini adalah Dirta Cavero. Nabila tidak mungkin salah mengenali dalam jarak sedekat ini.

"D--"

"Sayang!"

Cowok berparas sama dengan Dirta itu menoleh. Senyumnya mengembang melihat seseorang berjalan dengan riang menghampirinya.

"Hei."

"Aku cariin kamu dari tadi, tau! Kukira kamu ninggalin aku duluan." Gadis yang baru saja datang melirik ke arah Nabila. "Eh, ya ampun ini Mbaknya kenapa? Kamu, ya, yang usilin? Kan udah aku bilang, jangan terlalu deket sama Kak Junior. Dia itu cuma bisa ngasih pengaruh buruk ke kamu."

Sementara dua muda-mudi itu saling bercakap-cakap, Nabila sudah menjelma menjadi patung. Tubuhnya kaku. Jantungnya bertalu seperti genderang perang. Apa, ya? Nabila terlalu terkejut dengan semua ini sampai tidak tahu harus bagaimana. Bahkan ketika cowok itu membantunya berdiri, Nabila masih terpaku. Darahnya mengalir dengan deras saat tangannya bersentuhan dengan tangan cowok itu. Jelas ini rasanya masih sama seperti dulu saat ia dan Dirta bergandeng tangan, merangkul satu sama lain.

"Duluan, ya ...."

Kalimat itu tidak digubris. Nabila masih mematung dengan netra yang menatap lurus punggung cowok tadi yang mulai menjauh. Ingin sekali mulutnya meneriakkan nama Dirta, tapi lidahnya terasa kelu. Semua organ tubuh Nabila seperti tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Hanya jantungnya saja yang masih bekerja meski kinerjanya menjadi berkali-kali lipat lebih cepat dari biasa.

🌼🌼🌼

Harus bagaimana supaya Nabila bisa bertemu dengan Dirta lagi? Dia tidak tahu Dirta kuliah di jurusan apa dan semester berapa. Nabila juga tak memiliki satu kontak pun yang bisa menghubungkannya dengan cowok itu. Seharian penuh berada di kampus Nabila tak jua melihat Dirta. Susah sekali. Rasanya seperti mencari jarum di antara tumpukan jerami. Namun, Nabila lega dan bahagia karena pada akhirnya ia sudah tahu kenyataan yang sebenarnya. Bahwa Dirta masih ada dan baik-baik saja. Kontras dengan kalimat-kalimat yang selama ini selalu papanya lontarkan. Ya, Nabila paham jika papanya menjadi tidak suka karena beranggapan bahwa kondisinya saat ini semua disebabkan oleh Dirta. Padahal tidak seperti itu. Kalau saja malam itu Nabila mau menurut dan pulang seperti yang Dirta perintah, pasti keadaannya akan berbeda.

Nabila menghela napas panjang. Beranjak berdiri dengan penuh kehati-hatian. Saat ini ia sedang berada di gedung rektorat setelah mengurus beberapa hal. Koridor panjang di gedung lantai lima itu terlihat lengang karena memang yang berkepentingan saja yang akan menginjak di gedung ini.

Nabila terlonjak kaget saat bantingan pintu terdengar menggema. Matanya refleks menoleh ke arah ruangan rektor dan demi Tuhan, bertemu dengan cowok itu adalah hal yang paling tidak Nabila inginkan.

Cowok itu, yang tempo hari menyebutkan namanya sebagai Junior terlihat sangat emosi. Terlihat jelas dari pancaran matanya yang seperti bara api.

Nabila menelan ludah dengan susah payah saat mata keduanya bertemu pandang. Sial sekali. Padahal tadi ia ingin pergi dengan tenang tanpa gangguan apa pun.

"Cacat!" seru Junior yang perlahan mendekat. Setiap langkah yang cowok itu ambil seperti hitungan detik sebelum bom atom meledak.

"Ngapain lo di sini?!"

Nabila mengernyit bingung. "Terserah gue, lah, mau di mana aja. Masalah buat lo?" kata Nabila. Meski dalam hati nyalinya mulai menciut, tapi ia tidak akan membiarkan cowok di depannya ini tahu dan semakin menindasnya.

"Lo cacat aja belagu banget." Junior merampas tongkat Nabila yang sudah terapit di bawah ketiaknya. Nabila pikir Junior akan membuang tongkatnya lagi seperti apa yang beberapa hari lalu dia lakukan, tapi tidak. Junior tidak membuang tongkat itu, tetapi memukulkan tongkat itu pada salah satu tiang yang terbuat dari beton.

Nabila terkesiap. Tak percaya pada apa yang ia lihat. Tongkatnya bukan lagi retak, tapi sudah terbelah patah menjadi dua bagian. Junior seolah melampiaskan emosi dalam dirinya dengan menghancurkan alat penunjang kaki Nabila yang tak mampu berjalan.

"Lo?! Kenapa lo patahin tongkat gue?!"

"Biar tau rasa."

Matanya nanar dan mulai berkaca-kaca menatap patahan tongkatnya. Berkedip, setetes bulir bening jatuh membasahi pipinya. Nabila menatap nyalang ke arah Junior. Dadanya naik-turun dengan cepat.

"Lo adalah manusia terjahat yang pernah gue temui!" ucap Nabila dengan penekanan di setiap katanya. "Lo pikir gue mau jadi cacat begini?! Lo kira enak apa jalan sambil bawa-bawa tongkat kayak gitu, hah?! Dan sekarang lo hancurin kaki kedua gue! Lo bangsat!"

Junior menangkap tangan Nabila yang memukul dan mendorong-dorong bahunya. Dia sentak tangan mungil itu dengan kasar hingga Nabila jatuh terjerembab ke lantai. Pantatnya terasa nyeri karena menghantam kerasnya lantai.

Air mata Nabila berderai. Ia tidak ingin terlihat lemah seperti ini, tapi apa daya? Hatinya terlalu sakit dan nyeri karena perlakuan yang baru saja ia dapatkan. Demi Tuhan, Nabila tidak pernah meminta untuk menjadi cacat seperti sekarang. Memangnya siapa, sih, yang mau menderita seperti ini? Tapi kenapa orang lain, yang bahkan tidak berhak menghakimi justru semakin menambah penderitaannya?

🌼🌼🌼

Dear Nabila,

Yang kuat ya, Sayang:) di antara ratusan hujan yang turun ke bumi, pasti ada saatnya pelangi akan muncul di antaranya

Intinya, semua akan indah pada waktunya

Intinya, semua akan indah pada waktunya

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

See ya, velable

DisabiloveKde žijí příběhy. Začni objevovat