Dengan kegugupannya, Wina tidak bisa memperkirakan berapa lama mereka berjalan, sampai tiba-tiba mereka berhenti. Salah satu senior mengumumkan bahwa mereka berada di base pertama. Saat ini, rasanya jantung setiap anggota kelompok Wina berada di tenggorokan. Harap-harap cemas.
“Siapa pemimpin kelompoknya?” Suara itu terdengar tajam di malam yang sepi, Wina samar-samar ingat tentang senior ini. Kalau tidak salah, namanya Heri.
“Saya Kak, Aslan Wiratama. NIM SING009-20.”
“Ada berapa jumlah kelompok kamu?”
“Lima belas, Kak. Tujuh perempuan, delapan laki-laki.”
“Siapa saja?”
Meski tak diucapkan, ada perasaan mencekam yang halus. Masing-masing anggota kelompok mulai merasa takut kalau Aslan tidak mampun menjawab, dan mereka akan dihukum di tempat. Tapi setelah beberapa saat, rasa syukur memenuhi dada mereka karena dengan mengejutkan Aslan bahkan hapal NIM mereka masing-masing.
Ada gumaman persetujuan dari Heri. Dengan itu, mereka baru saja melepas simpul di hati, saat tiba-tiba saja pundak Wina ditepuk. “Ok, karena ketua kelompok kamu bisa mengenal siapa saja teman-teman kamu, sekarang pertanyaan ini buat kamu.”
Wina menelan napas, sementara anggota kelompoknya yang lain, karena tak bisa melihat bertanya-tanya siapa kali ini yang menjadi target senior itu.
“Kenalkan kepada anggota kelompok kamu, siapa saya.”
Wina menahan napas. “Um,… Kakak, Kak Heri Sastra. Senior tingkat lima jurusan—“ Wina menelan ludah, sejauh ini dia lupa. Terakhir dia meminta kating itu menandatangani bukunya dia hanya tahu nama dan tingkatnya, bukan jurusannya.
“Jurusan?” Heri menatap gadis di depannya yang terdiam, kedua temannya di belakang menirukan suara jam untuk mendesak gadis itu. “Jangan bilang kamu gak tahu? Kalau kamu gak tahu, selain kamu teman sekelompok kamu yang lain harus dihukum, jadi pikirkan baik-baik.”
Wina semakin menegang, ada keluhan pelan dari teman-temannya yang menahan beban dihatinya. Gadis itu menggigit bibir, berharap otaknya bekerja dan mengingat sesuatu yang mungkin tersembunyi saat ini.
“Jangan ada yang kasih petunjuk, dan jangan berisik.” Heri kembali berucap, nadanya semakin datar. Dua orang senior yang menemaninya semakin bersemangat menirukan suara detik jam, memperkeruh suasana. “Jadi, bagaimana? Bisa jawab atau tidak.”
Pada detik ini, Wina sudah berniat untuk menyerah. Ternyata harapannya terlalu tinggi untuk ingatannya. Bibir gadis itu sudah terbuka untuk menjawab, ketika tiba-tiba Risti disebelah kanannya menyentuh pergelangan Wina dan memberikan goresan panjang. Wina kembali menutup bibirnya, mengerjap dalam kegelapan. Dia tidak yakin, tapi suara mendesak dari para senior akhirnya mendorongnya mengambil keputusan. Tidak ada salahnya, kalaupun itu tidak benar setidaknya dia mencoba.
“Um, Sastra Inggris, Kak?” ujarnya tak yakin.
Sesaat hening, ketiga senior di hadapannya tak lagi bersuara. Wina hanya mendengar suara angin dan binatang malam. Itu menegangkan.
“Saya pikir, kamu gak akan ingat.”
Saat itu juga simpul di hati Wina terlepas, dia yakin jawabannya benar.
“Yah, walaupun jawaban kamu benar, kalian akan tetap dihukum.” Heri menambahkan.
Seketika kelompok Wina menyuarakan protes, yang kemudian dibungkam dengan perintah Heri.
“Kalian tahu apa salah kalian?!” Bentak Heri, sunyi kembali melingkupi kelompok Wina. “Karena sebagai kelompok, kalian kurang bekerja sama.” Lanjutnya mencibir. “Untuk apa kalian menjadi satu kelompok kalau tidak memiliki kesatuan? Ketika teman kalian menerima kesulitan, alih-alih mendukung kalian malah saling mengeluhkan.”
“Tapi Kak, tadi katanya kami tidak boleh memberikan petunjuk?” Salah satu anak laki-laki di dalam kelompok Wina menyuarakan protes.
Suara derak sepatu menjauh dari Wina, berhenti di depan anak laki-laki itu. Dengan suara yang keras, Heri kemudian membentak di depannya. “Saya bilang harus saling mendukung! Bukan saling memberi petunjuk!”
Anak laki-laki itu tersentak, nyaris jatuh karena terkejut.
“Squat jump sepuluh kali!”
Serentak, Wina dan kelompoknya berdiri tegak dan meletakan tangan di belakang kepala. Keluhan berat yang mereka simpan kemudian terkubur dalam-dalam di hati.
“Dalam hitungan ketiga, lompat dan jongkok.” Bentak Kak Heri, berjalan mondar-mandir di depan mereka. “Satu… dua… tiga!”
Penuh perasaan tak adil, kelompok Wina melompat dan berjongkok. Dalam keadaan mata tertutup, melakukan squat jump di udara pegunangan yang dingin.
Namun, Wina lupa, pergelangan kakinya yang terbalut plester elastis bukan benar-benar disembuhkan. Ketika berat badannya bertumpu pada kakinya, rasa sakit yang membakar membuat gadis itu kemudian meringis. Nyaris tak bisa bangun setelah berjongkok. Meski begitu, rasa takutnya membakar keberanian Wina untuk melawan. Pada akhirnya, disertai keringat dingin, Gadis berambut panjang itu bersusah payah menyelesaikan hukuman mereka.
“Kalian harus ingat ini, kerja sama adalah inti sebuah kelompok. Jika dalam satu kelompok tidak memiliki pemikiran yang sama dan hanya bisa saling menyalahkan untuk melindungi diri sendiri, kelompok itu akan jatuh pada akhirnya.” Mondar-mandir Heri mengawasi kelompok Wina yang melompat dan berjongkok. “Jadikan hukuman ini sebagai peringatan, agar kelak jika kalian sudah berada di masyarakat, bekerja sama adalah hal yang seharusnya kalian lakukan untuk membangun negeri. Karena tanpa kerjasama dan saling melindungi, Negara kita akan hancur seperti kalian yang dihukum saat ini.”
Ditengah rasa sakit yang semakin membakar kakinya, samar-samar Wina menyadari, kalau ospek ini tidak sepenuhnya tidak berguna.
----------------------------------------------------------------------------------
HAPPY NEW YEAR!!!
Hai kakak-kakak...
Belum lama kita berpisah, semoga belum kangen... :P
Niatnya, aku mau post cerita ini tadi tengah malam. Tapi apa daya, aku baru ngedraft tadi malam, dan baru lanjut tadi sore, jadi gak keburu. Hiks... (Gagal memberi hadiah tahun baru)
Tapi kan ini belum lewat harinya, jadi anggap aja masih sempat ya :p
Pokoknya, dengan cerita ini aku juga mau ngucapin selamat tahun baru dan semoga tahun ini akan menjadi tahun penuh berkah dan kebahagiaan buat kita ya.
Akhir kata,....
Sehat-sehat dan semangat selalu kakak...
Sayang kalian semua :*
Regards,
R. R. Putri
YOU ARE READING
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
Chapter 26
Start from the beginning
