Kak Amanda melewati mereka begitu saja, tampaknya memeriksa kelengkapan anggota sebelum menertibkan mereka dan kembali ke barisan para senior.
“Ngomong-ngomong, kok gue gak lihat Kak Axel?” Rifka mencondongkan tubuh, berbisik ke telinga Wina.
Wina sedikit menghindar, geli. “Kalau-kalau lu lupa, kita keluar dari tenda yang sama. Jadi kalau lu gak tahu, gimana gue bisa tahu?”
“Tapi kan lu mantannya.”
“Di dunia mana, mantan lebih tahu lokasi pacar orang?” Menggertakan gigi, Wina menoleh.
Rifka nyengir, “Kak Sonia juga gak kelihatan sih, apa mereka lagi mojok?”
Wina berdecak, dan kembali menatap kedepan.
Di depan, Kak Riko menyapa para mahasiswa baru yang masih mengantuk, menggunakan megafon suaranya membangunkan sebagian besar dari mereka. Intruksi yang kemudian dia berikan adalah membuat barisan sesuai dengan kelompok mereka yang telah dibagikan kemarin. Itu artinya, ada lima belas orang di barisan Wina.
“Kita akan melakukan perjalanan malam. Masing-masing dari kalian akan diberikan penutup mata yang harus kalian gunakan. Akan ada dua senior yang nanti mendampingi kalian, jadi gak usah khawatir. Nantinya, kalian harus berhenti di lima base. Setiap base akan ada tugas yang diberikan. Jika kalian bisa menyelesaikan tugas, kalian bisa melanjutkan perjalanan, jika tidak maka akan ada hukuman.” Dengan megafon ditangannya, Kak Riko memberikan penjelasan.
Para Mahasiswa baru, mulai berbisik di sekeliling Wina. Berdiskusi dengan teman-teman disampingnya. Wina sendiri melirik tempat area perkemahan yang luas, ini daerah curug, jadi ada bagian yang menanjak dan hutan yang lebat. Bahkan tak jauh dari tempat mereka berkemah ada air terjun, yang suara percikannya terdengar cukup jelas di malam yang dingin ini.
“Area penjelajahannya sampai ke air terjun gak ya?” Rifka dibelakang Wina berbisik cukup jelas untuk di dengar gadis itu.
Wina menoleh sedikit, mengedikan bahu. “Semoga aja enggak. Kalau iya, bisa mati beku kita.” Memeluk tubuh yang berbalut sweater rajutan biru tua, Wina menggigil membayangkannya.
Rifka ikut-ikutan memeluk tubuhnya, “Senior gak akan sekejam itu kan?”
Wina hanya membalasnya dengan tawa sangsi.
Tak lama kemudian, slayer kain berwarna hitam dengan logo universitas berwarna kuning berserta nama fakultas dibawahnya dibagikan. Kak Riko mengintruksikan mereka untuk lalu menutup mata mereka, dan para senior berkeliling untuk memastikan itu tertutup erat.
Pandangan Wina seketika buta, dia hanya bisa merasakan tangan seorang Senior yang membimbungnya untuk menyentuh pundak orang di depannya. Tak lama dari itu, dia bisa merasakan Rifka juga melakukan hal yang sama terhadapnya. Tanpa penglihatan, indra lainnya terasa lebih waspada. Ini membuat Wina gugup dan gamang.
Lalu mereka mulai dibimbing untuk melangkah.
“Perjalanan kita ini tidak berbahaya, tapi bukan berarti kita boleh tak berhati-hati. Jadi, kalian harus lebih peduli dengan anggota kelompok kalian, baik yang di depan maupun yang di belakang.” Suara senior yang dibelakang kelompok Wina terdengar datar, itu laki-laki, jelas bukan Kak Amanda.
“Ingat, sebagai yang paling depan artinya kamu adalah pemimpin, dia punya tugas untuk mengarahkan. Harus lebih waspada, karena kalau kamu salah langkah, kamu bisa mencelakai sisa anggota kamu.” Di depan, senior laki-laki lain menambahkan.
Mendengar itu, Rifka mencengkram bahu Wina. Rasa takut gadis itu seakan menular, karena Wina menjadi was-was. Tapi, Aslan, anak laki-laki yang merupakan pemimpin kelompok mereka menjawab setiap instruksi para senior dengan pasti. Memimpin mereka dengan lankah yang hati-hati.
YOU ARE READING
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
Chapter 26
Start from the beginning
