"Jadi Om udah ambil keputusan?" Dirta bertanya setelah ibu panti memberikan waktu keduanya berbicara empat mata. "Om yakin? Udah izin sama keluarga Om? Tante Ocha? Si kembar?"

"Satu-satu nanyanya, Ta."

"Oke. Om udah ambil keputusan?"

Bara mengangguk sebagai jawaban iya.

"Om yakin sama semua ini?"

"Dibilang yakin sebenarnya belum terlalu yakin, tapi satu yang pasti. Niat baik akan selalu menemukan jalan keluarnya."

"Om, terus gimana sama Tante Ocha? Apa Om gak mikirin perasaan Tante Ocha kalau tahu semua ini?"

"Itu biar jadi urusan Om, ya? Yang terpenting kamu dukung Zela terus. Temenin dia, karena Om tahu kalau kalian udah dekat."

Dirta menghela napas. "Jadi bener kalau Zela itu anak dari teman Om?"

"Iya."

Rumit. Untuk membayangkan apa yang sudah dan akan terjadi saja rasanya kepala mau meledak, lalu bagaimana jika waktu itu benar-benar datang? Apa memang dunia sesempit itu sampai-sampai Zela yang selama ini ia kenal adalah anak dari teman Om-nya sendiri?

"Terus ke mana teman Om itu?" lanjut Dirta bertanya. "Kenapa Zela selama ini dibiarkan tumbuh di panti asuhan tanpa pernah tahu asal-usulnya?"

"Ceritanya panjang, Ta. Ayahnya sudah meninggal bahkan sebelum Zela lahir. Kalau Ibunya, Om gak tahu kabar jelasnya seperti apa, tapi yang Om dengar Ibunya meninggal saat melahirkan Zela."

🌼🌼🌼

Setelah pulang dari panti asuhan, Dirta menenangkan diri di kamar. Pikirannya sekarang sudah seperti benang kusut. Namun, Dirta mencoba tak ambil pusing. Toh, sebenarnya ini bukan urusannya. Yang perlu ia lakukan hanyalah turut senang jikalau memang Zela akan segera memiliki keluarga baru.

Dirta mengotak-atik ponselnya, lalu memilih menghubungi sang pacar. "Sayang."

"Woi! Apa sayang-sayang gak pake salam dulu."

Mendengar teriakan itu, Dirta terbahak-bahak. Mood-nya berangsur membaik. "Assalamualaikum, Sayang."

"Gak gitu konsepnya, Ta, tapi yaudah, deh. Walaikumsalam, Ganteng."

"Kamu lagi apa?"

"Rebahan. Kenapa?"

"Rebahan terus, kapan belajarnya?"

Dari seberang sana Nabila berdecak. "Yailah! Lo kalau nelpon gue cuma buat ngingetin soal belajar gue tutup, nih!"

"Eyyy, jangan, dong. Kan aku cuma nanya," kilahnya. "Nge-date, yuk?"

Tidak terdengar suara apa pun membuat Dirta mengecek layar ponselnya. Ia berpikir sambungan sudah diputuskan secara sepihak karena Nabila yang tak kunjung merespon. Namun, rupanya telepon mereka masih terhubung.

"Bila? Halo? Kamu denger suara aku?"

"Bentar, Ta. Aku mau takbir dulu."

Kening Dirta mengerut. "Takbir? Allahuakbar?" tanyanya kebingungan. Jujur, ini Nabila kenapa jadi aneh banget? Kenapa pakai takbir segala? Memangnya mau lebaran?

"Nabila? Udah belum takbirnya?"

Nabila menghela napas. Terdengar jelas dari speaker ponsel Dirta. Napasnya seperti orang yang baru saja lari keliling lapangan.

"Udah," jawab Nabila setelah beberapa saat. "Gimana? Tadi kamu ngomong apa?"

"Kamu kenapa takbiran? Belum waktunya kali."

DisabiloveWhere stories live. Discover now