50

135 25 0
                                    

Kedua mata Tazkia bengkak dan pelupuknya memerah setelah menangis semalaman begitu diantar pulang oleh sahabat-sahabatnya ke kosan. Tazkia tidak tahu kalau ia akan luluh mendengar suara Dika. Tapi hatinya tidak bisa berbohong kalau ia masih merindukan pria itu, masih ingin menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Dika yang menguarkan bau parfum yang selama ini ia kenal.

Ia rindu dengan Dika dan bertemu dengan pria itu semalam membuat pertahanannya runtuh.

"Nomor Dika udah gue hapus dan block. Semua medsosnya juga. Awas kalau lu ngehubungin dia lagi." Seru Una di ambang pintu kamar kosan, mengejutkan Tazkia yang baru memegang ponsel.

Selama beberapa saat Tazkia diam sambil duduk di atas kasur. Niat awalnya untuk mengirimkan pesan kepada Dika pupus sudah. Ia ingin meminta maaf kepada Dika soal kejadian semalam dan bertanya berapa lama pria itu akan berada di Bandung. Sayangnya, Una sudah menghapus nomor Dika dan ia tidak menghapal nomor mantannya itu. Tazkia pun jadi linglung. Ia tidak punya alasan untuk membuka ponselnya lagi.

"Taz... gue tahu, susah buat nyembuhin hati. Tapi jangan sampai lu balikan sama Dika. Dia selingkuh, lu inget, kan?" Tazkia bertanya retoris, kata-katanya penuh penekanan meski Tazkia bisa mendengar nada khawatir di sana. Sahabatnya itu mendekat, menutup pintu kamarnya dengan rapat sebelum duduk di sisinya di atas kasur.

Tazkia hanya bisa mengangguk. Ia ingat itu. Bahkan potongan adegan dalam video dan foto-foto yang didapatkan Muji dari Salif bisa ia ingat dengan jelas, masih sering berseliweran di benaknya saat memikirkan Dika. Mantannya itu memang brengsek, tapi Tazkia merasa punya andil besar dari sikap Dika yang bermain api. Ia merasa memang tidak pantas bersanding di sisi Dika. Kekurangannya terlalu banyak sebagai perempuan.

"Taz," Una memanggilnya, menyelipkan rambut Tazkia ke belakang telinga. "Gue tahu, lu masih bisa pakai logika. Please banget... jangan sekali-kali mikir buat balikan sama Dika. He is the worst!"

"Iya." Ujar Tazkia akhirnya bersuara mengeluarkan suara seraknya.

"Jangan iya-iya doang lu!"

"Iya, Una... makasih." Kata Tazkia memaksakan senyum. "Jam berapa ini?"

"Kenapa? Lu ada jadwal siaran?"

Kepala Tazkia bergerak naik-turun. Ia sempat menghela napas panjang sebelum turun dari kasur. "Gue nggak bisa izin siaran tiba-tiba. Ini masih jam 9 pagi, kan?"

"Udah jam 12 siang, Taz."

Mendengar pernyataan Una membuat Tazkia kalang kabut. Ia buru-buru masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Didengarnya Una berteriak dari luar.

"Lu siaran jam berapa, Taz!?"

"JAM 1 UNA!!"

~~~

Jadwal siaran Tazkia sering berubah-ubah tiap beberapa bulan, menyesuaikan program yang dibuat oleh produsernya. Biasanya Tazkia mendapatkan jadwal pagi dan sore, tapi mulai bulan ini ia akan mendapatkan jadwal siang selama 5 hari berturut-turut. Jadwal yang menyenangkan tapi juga menyedihkan karena itu berarti Tazkia tidak bisa berlama-lama di studio Stefan Gege untuk belajar dunia produksi radio. Tapi bulan ini Tazkia juga tidak punya energi untuk berada di luar rumah terlalu lama. Hatinya masih terlalu sedih dan Tazkia butuh suasana sepi untuk merefleksikan pikiran.

Selama tiga jam siaran, Tazkia merasa tidak puas dengan pekerjaannya. Tenggorokannya masih agak sakit dan pikirannya yang tidak fokus sampai Tazkia lebih sering berbicara ngalor-ngidul seperti orang mabuk saat naik siaran. Tazkia ingin menangis lagi, menumpahkan rasa sakit hati yang masih ia rasakan. Tapi menangis di kantor adalah hal yang tidak bisa ia lakukan.

Muji

Kamu siaran siang?

Pesan itu muncul saat Tazkia memutarkan lagu untuk pendengarnya. Ia memijit pelipis, teringat jaket yang Muji pinjamkam untuknya semalam. Daritadi Tazkia berusaha untuk tidak memegang ponsel karena setiap benda itu ada di tangannya, ia selalu ingin membuka block Instagram Dika di akunnya.

Tazkia

Iya...
Btw, jaketnya nanti aku balikin.

Muji

It's alright.
Jaketnya bisa kapan-kapan
Habis siaran free, nggak?

Tazkia

Nggak, Mu.
Aku mau langsung balik.

Muji

Taz...
I wish you always be alright
Feel free to contat me if you
need someone to talk to

Tazkia

Iya. Thank you...

Muji

Anytime...
Taz...
Gue boleh telepon nggak, nanti?
I kinda... wanna hear your voice
to make sure that you... alright?

Tazkia

No...
But I'm super alright, Mu.

Lepas membalas, lagu Dewa19 berjudul Kangen terputar lewat loudspeaker. Lagu kedua sebelum Tazkia naik siaran lagi untuk membacakan sebuah Adlibs iklan parfum remaja perempuan. Lirik dalam lagu itu mengingatkan Tazkia akan Dika. Betapa ia tidak bisa menahan gejolak di dadanya untuk bercerita banyak kepada pria itu, untuk mendengar suara lembut Dika yang menenangkan harinya dan betapa Tazkia rindu dengan pesan-pesan Dika yang hampir selalu ada setiap hari.

Patah hati memang menyebalkan. Tazkia tidak pernah pungkiri kalau hatinya bisa serunyam ini. Padahal ia sudah sering menggambarkan berbagai macam plot cerita putus dengan Dika untuk menguatkan hati. Plot yang tidak berguna karena nyatanya Tazkia tidak sanggup menanggungnya secara nyata.

Tazkia pun sadar telah berbohong kepada dirinya, kepada Dika, teman-temannya, juga Muji. Ia tidak baik-baik saja. Tazkia tidak sedang baik-baik saja.

~~~

Perasaan untuk menjaga Tazkia makin besar dan menggebu-gebu. Muji tidak bisa pungkiri emosi yang ia punya kepada Dika sangat besar dan betapa ia menyesal tidak memberi bogem mentahnya kepada pria itu saat ia berpelukan dengan Tazkia. Malah Una yang datang menarik sahabatnya dan mengusir pria itu pergi dari Moonwalk Bar. Mendengar tangisan Tazkia dan racauan gadis itu yang merindukan Dika juga cukup mengiris hati Muji. Ia tidak suka dan cemburu, berharap Tazkia menyebut namanya--bukan nama pria brengsek yang menyia-nyiakan gadis cantik yang memiliki berbagai kejutan itu.

Tazkia

No...
But I'm super alright, Mu.

Balasan Tazkia yang super singkat itu pun makin membuat Muji khawatir. Ia masih memegang ponselnya erat, memikirkan berbagai cara untuk bisa bertemu secara langsung dengan Tazkia secepatnya sambil berjalan-jalan ke sekeliling kamarnya. Muji yakin, Tazkia hanya butuh teman bicara sekarang. Butuh didengar, bukan dinasihati seperti Una dan Emi lakukan akhir-akhir ini.

Tapi Muji tidak bisa menyalahkan kedua sahabat Tazkia. Karena apabila ia menjadi salah satu dari dua sahabat Tazkia itu, ia yakin akan melakukan hal yang sama.

Asyik mengelilingi kamar. Ide Muji hampir habis. Tidak ada ide bagus untuk mengajak Tazkia bicara karena gadis itu pasti menolaknya. Hanya sisa satu cara ampuh yang Muji yakin bisa membuat Tazkia tidak berkutik.

Seperti cara yang biasa ia lakukan untuk bertemu gadis itu.

Menjemputnya di kantor.

Don't forget to like and comment yaa kalau suka ^^

Diddler [Complete]Where stories live. Discover now