38

109 27 3
                                    

Kedua mata Tazkia tampak sendu tapi terdapat kilatan yang membuat siapa pun yang melihatnya akan merasa terintimidasi, tidak terkecuali Muji yang kini duduk berhadapan dengan Tazkia di Coffee Shop milik Kakak Salif. Satu-satunya tempat yang terbesit dalam benak Tazkia untuk bertemu Muji. Ia jarang keluar kosan atau pun nongkrong ke Coffee Shop, jadi tidak ada tempat lain yang bisa ia kunjungi selain tempat itu.

"Kamu mau pesan apa, Taz?" Tanya Muji berusaha santai.

"Aku udah pesan di depan." Jawab Tazkia sambil menggerakkan jempolnya ke bangunan Coffee Shop di belakangnya. Muji pun mengangguk. "Aku pesan dulu kalau gitu."

Tazkia menganggukkan kepala, membiarkan Muji beranjak dari hadapannya. Ia tidak bisa menahan Muji meski dirinya ingin sekali mempercepat pembicaraan mereka tentang Dika. Berduaan dengan Muji membuatnya risih karena banyak mata yang meliriknya penasaran. Bukan hanya perasaan Tazkia, karena beberapa kali ia sempat beradu pandang dengan orang-orang kepo itu yang kebanyakan perempuan.

"Kamu baik-baik aja, kan?" Tanya Muji beringsut duduk di kursi besi depan Tazkia. Ia agak menunduk, memajukan sedikit badannya agar bisa lebih fokus kepada gadis bersweater abu itu.

"Baik." Jawab Tazkia singkat. Entah sudah berapa kali Muji menanyakan kabarnya hari ini. Tapi ia juga tidak protes.

"Good." Muji menggulum senyum. Ia ingin sekali berbasa-basi dengan Tazkia tapi sikap gadis itu membuatnya menahan diri.

"Soal Dika." Kata Tazkia cepat. "Salif nyari tahu sampai mana?"

Tangan Muji bergerak meraih ponsel dari saku celana. Napasnya sempat terhela pelan, berharap Tazkia menanyakan kabarnya atau setidaknya gadis itu memperbincangkan hal lain sebelum masuk ke inti pembicaraan mereka hari ini. Namun Muji tahu diri. Ia masih ingat kalau Tazkia punya rasa trauma saat melihatnya.

"Nggak banyak, tapi Salif sering ngelihat pacar kamu sama cewek ini di set syuting

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nggak banyak, tapi Salif sering ngelihat pacar kamu sama cewek ini di set syuting." Ujar Muji memperlihatkan kolom chatnya dengan Salif.

Kedua mata Tazkia menyipit, membaca pesan Salif yang bernada di kepalanya--ia membayangkan pria itu berbicara langsung dengan logat Sunda yang kental di dekatnya. Pesan-pesan Salif tidak begitu banyak membicarakan Dika, tapi matanya meng-highlight persoalan Dika yang kelihatan mesra dengan perempuan itu di mata Salif.

"Aku nggak bisa berasumsi banyak, tapi jelas kalau pacar kamu nggak bener, Taz."

Hati Tazkia mencelus. Ia tidak suka dengan pernyataan Muji hingga kedua matanya menyipit tajam ke arah pria itu. "They might be a bestfriend?"

"Tapi kalau aku di posisi pacar kamu, aku nggak bakal ngelakuin hal itu bahkan dengan sahabatku sendiri." Kata Muji lalu diam selama beberapa detik sebelum melanjutkannya dengan kalimat yang cukup nyelekit. "Kecuali kalau aku punya perasaan ke sahabatku itu."

Tazkia menggigit bibir, ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Bertepatan dengan itu seorang pelayan mendatangi meja mereka, menaruh dua minuman yang sudah dipesan.

Diddler [Complete]Where stories live. Discover now