35

138 24 2
                                    

"Kenapa lu ngajak gue dah?"

Juna merangut, mengikut langkah santai Muji memasuki sebuah restoran yang ada di kawasan Dago atas. Restoran yang bangunannya bersebelahan dengan hotel bintang lima yang kerap penuh saat weekend. Hari ini Juna sedang asyik bersantai, menikmati weekend-nya begitu Muji tiba-tiba menghampirinya di rumah, mengajaknya untuk mengikuti sebuah acara temu salah satu agensi musik asal Jakarta dengan radio se-Bandung.

Muji mendecakkan lidah. Ia berbicara dengan suara kecil. "Biar gue ada temen, bego. Si Ace nyuruh gue ke sini tiba-tiba gantiin dia."

"Hah Ace emang." Keluh Juna menyebut nama Music Director tempatnya bekerja.

Kedua orang itu pun diam, menyunggingkan senyum saat beberapa orang yang mereka lewati menyapa. Orang-orang radio yang memang mereka kenal. Ada pula yang tidak mereka kenal, tetapi tetap saling sapa karena umumnya dunia radio di Kota Bandung tidak besar. Hari ini tidak saling kenal, besok-besok bisa satu kantor. Kalau sombong, nama mereka bisa saja tercoreng.

"Acaranya di mana, sih?" Tanya Muji pada seorang penyiar radio lain yang berada di dalam naungan perusahaan yang sama dengan radionya. Sebut saja Setya.

"Di lantai dua, Mu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Di lantai dua, Mu. Belum mulai." Jawab Setya sambil duduk di kursi taman yang ada di tengah bangunan restoran.

Muji dan Juna ikut duduk. Bahkan Muji sudah mengambil sepuntung rokok dan menyulutnya menggunakan lighter. Juna ikut menyalakan vape, memperhatikan design restoran itu dengan tidak penuh minat. Acara temu dengan sebuah agensi musik sebenarnya menyenangkan, bisa makan gratis dan berkenalan dengan beberapa musisi ternama Indonesia. Tapi kalau sedang tidak mood, hal yang mengasyikkan jadi tidak menyenangkan lagi.

"Mu, lu beneran ngadain sayembara itu, ya? Kemarin pas dapat, siapa yang nemuin?" Tiba-tiba Satya bertanya. Ia tidak merokok sama sekali, tapi tetap duduk di sana sambil menunggu acara dimulai.

"Gue." Juna menjawab setelah mengembuskan asap vape berbau plum.

"Lah? Ke temen sendiri?" Setya tampak heran. Kedua matanya membesar tidak percaya hingga Muji menepuk pahanya pelan. "Dia niat nyari, Set."

"Serius, lu?"

Juna mengangguk, sempat melirik Muji yang menggulum senyum kikuk. Ia paham kalau sekarang dirinya harus mencari alasan atas kebohongan yang mereka buat tentang Sayembara Tita. Cengiran Juna pun muncul tanpa disadarinya. "Gue nyari, Sat. Biar dapat uang."

"Beneran dapat sejuta?"

Napas Juna tersenggal. Nyatanya ia tidak mendapatkan apa-apa karena ingin Muji menyudahi sayembara tololnya. Sekarang ia sadar kalau seharusnya Muji memberinya sesuatu karena sudah baik menolong pria itu.

"Iya. Sama amplop-amplopnya." Jawab Juna melirik Muji yang menampilkan senyum gigi kelinci.

Satya ingin bertanya lebih lanjut dan Juna sudah siap memberikan jawaban yang bisa menyentil Muji secara bersamaan, kalau teman mereka yang tinggi itu tiba-tiba tidak berdiri. Juna pun mendongak, menatap Muji heran. Sedangkan yang ditatap sudah mengaga, kedua matanya terbelalak menatap pintu masuk restoran yang tepat berada beberapa meter di hadapan mereka.

"T-Taz..."

"Fani!!" Satya melompat dari duduknya, tiba-tiba berseru riang sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya menyambut seorang gadis yang berjalan bersisian dengan Tazkia masuk ke restoran.

Muji mematung. Lidahnya terasa kelu melihat Tazkia berjalan ke arahnya. Gadis itu pun sempat tertegun melihatnya berdiri bersisian dengan Satya yang memanggil nama Fani dengan cukup kencang. Semesta seakan bercanda dan Muji menyukai candaan itu. Setelah sekian lama tenggelam dalam bayangan Tazkia, sekarang ia akhirnya bisa melihat gadis itu secara nyata.

"Hai, Kak Mumu!!" Fani menyapanya setelah menyambut uluran tangan Satya.

"H-hai." Sapa Muji balik tampak tidak peduli. Kedua matanya masih tetap menyoroti Tazkia yang berdiri di hadapannya, mengenakan kemeja merah berbordir logo radionya di bagian dada sebelah kiri. "T-Taz--"

"Hai, Mu... Juna." Sapa Tazkia kikuk agak menundukkan pandangan. Gadis itu meremas tas selempangnya, agak bergeser agar bisa berdiri lebih dekat dengan Fani.

"H-hai." Sapa Muji balik, tidak mampu menahan senyum lebar.

"Gimana kabar lu, Taz?" Tanya Juna santai meski diam-diam ikut gugup. Ia sempat menyikut Muji yang berdiri dengan tampang bodoh di sisinya.

"B-baik. Lu gimana? Jun?"

"All is well." Jawab Juna berusaha berkelakar. "Kemarin gue abis main game sama Una."

"I know."

"Kalian saling kenal?" Satya memandang ketiganya heran. "Kenalin, dong... gue Satya, penyiar di Radio A."

Tazkia menahan tawa, meraih uluran tangan Satya yang kelihatan penuh percaya diri saat memperkenalkan diri. Nada suaranya tanpa sadar membuat Tazkia bisa melupakan kehadiran Muji walau hanya sesaat.

"Tazkia. Temennya Fani."

"Oh iya, gue Juna. Sekantor ama Muji, tapi bukan penyiar." Kali ini Juna menjulurkan tangan pada Fani yang langsung disambut oleh gadis itu. "Fani, Kak. Satu kantor sama Kak Taz, penyiar juga."

"Kayaknya acara udah mau dimulai. Mau ke atas nggak?" Satya melirik jam tangan.

Keempat orang di dekatnya mengangguk setuju. Muji yang baru menyalakan rokoknya langsung mematikan puntung itu dan membuangnya ke tempat sampah. Juna sempat shock dan Muji kelihatan tidak sadar. Mau ditegur pun Muji tidak akan mendengar karena seluruh indra pria itu tertuju pada Tazkia.

Mereka lalu menaiki tangga menuju venue di lantai dua restoran. Satya tampak asyik bercengkrama dengan Fani, keduanya berjalan paling depan sambil bergandengan tangan menaiki tangga. Sedangkan Muji dan Tazkia berjalan bersisian dengan kikuk, serta Juna yang berjalan di barisan paling belakang, sendirian mengamati dua manusia di depannya.

"I'm sorry..." Tanpa sadar Muji berkata lirih, berbisik pada Tazkia yang bisa mendengar pernyataan itu dengan jelas.

Tazkia tidak menjawab. Saat melihat Muji, jantungnya berdegup sangat kencang. Bayangan saat Muji menciumnya kembali menyapa hingga tubuhnya sedikit bergetar. Kehadiran Satya dan Junalah yang bisa membuatnya sedikit rileks. Entah karena Satya punya aura yang positif atau karena Juna yang tampak bisa melindungnya dari Muji.

"I'm really sorry, Taz." Kata Muji saat mereka sampai di lantai dua. Tazkia menelan ludah. Ia tidak ingin berbincang dengan Muji. Menatap matanya saja tidak sanggup.

"I beg you, Taz. Maafin aku... dan kasih aku kesempatan buat jadi temen kamu lagi."

Napas Tazkia tersenggal. Ia ingin menyumpahi Muji tapi suasana di venue sudah ramai oleh berbagai macam manusia. Ingin pula rasanya Tazkia lari dari sana atau beranjak menjauh dari Muji. Tapi hal itu tidak bisa dilakukannya. Dari semua manusia yang ada di sana, ia hanya mengenal Fani, Muji, Juna dan yang paling baru adalah Satya. Tidak ada lagi yang bisa ia hampiri.

Semesta pun tampak menyebalkan bagi Tazkia. Di kala dirinya ingin menjauhi Muji, semesta malah mempertemukannya di acara temu agensi. Acara yang harus dihadirinya setelah mendapatkan mandat dari programme Director-nya.

"Taz--"

"Kak Taz! Kita duduk bareng aja gimana?"

Tazkia mengangkat wajah yang daritadi tertunduk menatap ujung sepatunya, beralih pada dua mata Fani yang berbinar. "Hm?"

"Kita duduk bareng aja sama Kakak-kakak ini." Kata Fani lagi.

"Ide bagus!" Satya ikut berbalik, menjentikkan jari. "Gue dateng sendiri, bego banget kalau makan sendiri."

"Oh... oke." Tazkia mengangguk kikuk. Mau bagaimana pun ia tidak bisa mengelak permintaan Fani. Apalagi Satya kelihatan bersemangat dengan ide itu.

Di dalam hati, Tazkia mencoba menguatkan diri. Ia hanya tinggal berakting selama beberapa jam saja, bukan?






Don't forget to like and comment yaa kalau suka ^^

Diddler [Complete]Where stories live. Discover now