PRINSIP

65 4 2
                                    

Setelah menunggu malam berlalu, kini tibalah waktunya. Hari dimana murid SMA Tirta Cahaya sangat tunggu-tunggu. Mereka akan merasakan kebebasan dari semua tugas yang sering menempel dan akan digantikan dengan kegiatan kemah yang diselenggarakan.

Sely sedang berbenah untuk bersiap pergi ke sekolah, tepat pukul 06.05 WIB matahari belum seutuhnya terbit. Ia memastikan barang yang ingin dibawanya tidak terlalu banyak, hanya beberapa lembar pakaian dan peralatan untuk digunakan saat kemah nanti. Persiapan tenda sudah disediakan dari pihak panitia.

"Oke, sudah siap semuanya." Sely mengambin tas ransel yang terlihat besar bak setengah badanya. "Ma, aku mau berangkat!" Ia tengah memakai sepatu di pelataran rumah.

"Iya," jawab Kirana, seraya menghampiri Sely. Ia memberikan sebuah kotak makan berisi roti dan omelette yang baru saja ia buat. "Ini bekal kamu buat sarapan."

Sely melirik kotak bekal berwarna putih dengan ukiran bunga. "Tapi kan aku nggak bisa sarapan."

"Kamu itu mau kemah, naik gunung pagi-pagi pasti dingin. Jadi kamu harus sarapan dulu biar nggak masuk angin. Ini mama udah buatkan nanti kamu bisa makan di taksi, yang penting dimakan, perut kamu harus diisi."

"Iya deh, makasih ya, ma. Nanti aku makan kok." Sely tersenyum tipis dan mengambil kotak makan tersebut.

"Ya udah mama mau lanjuti masak dulu, kamu hati-hati di sana."

"Oke!"

Kirana mencium pipi lembut Sely lalu kembali masuk ke dalam rumah.

"Saatnya berangkat!" Ia bangkit dengan penuh semangat.

Taksi untuk mengantarkan dirinya sudah menyambut sedari tadi. Sely berjalan mendekati taksi seraya memberi tasnya kepada sang sopir untuk ditaruh di dalam bagasi. Ia membuka pintu taksi dan masuk ke dalam, masih dengan senyuman yang tidak kunjung turun.

Sopir juga mulai masuk ke dalam mobil. "Ayo, pak berangkat" pinta Sely.

"Baik," sahut sopir.

"Sebentar, pak." Sely menghentikan pergerakan sopir yang hendak menyalakan mobil.

Tiba-tiba Sely merasa ada yang janggal. Ia masih menatap fokus ke arah depan seakan ada orang lain di dalam taksi, perlahan kepalanya menoleh ke samping kanan membuat senyuman yang tadi tercetak seketika luntur dengan mata yang membulat sempurna.

Teriakan singkat Sely membuat seisi mobil terkejut.

"Kenapa, mbak?" tanya sopir, begitu panik.

Sely menunjuk seseorang yang berada di sampingnya "Ini! ini dia kenapa ada di sini!"

Orang itu adalah Ryan. Ia tersenyum lebar kepada Sely dengan wajah yang masih terkejut. "Hai." sapa Ryan, melambaikan tangan menyapa lembut Sely.

Secara reflek Sely menempelkan badannya ke pintu mobil dengan kaki yang naik ke kursi mobil. "L-lo ngapain di sini! ini kan taksi pesanan gue!"

Ryan membelalakkan matanya. "Kayanya ini taksi gue duluan yang pesan." wajahnya terlihat bingung.

"Pak, ini gimana?" tanya Sely kepada sopir.

"Iya, mbak. Mas ini memang udah pesan taksi saya duluan," jelas sopir.

"T-terus lo ngapain di depan rumah gue?" tanya Sely, sedikit emosi dengan kejadian ini.

Mengapa pagi-pagi cerah selalu saja ada yang menghentikan keceriaan yang Sely rasakan.

"Gue cuman mau kita berangkat ke sekolah bareng," jawab Ryan.

Sely berusaha menahan amarahnya, membuang berat nafas yang terbendung di paru-paru. "Kenapa nggak kabarin gue dulu? lo kan ada nomor gue."

"Kalau gue minta izin, lo pasti nggak mau." Ryan menekuk sedikit wajahnya sambil melirik sesaat ke arah jendela.

ASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang