EKSPETASI LANGIT

67 4 28
                                    

"RYAN!!!" suara teriakan Bu Mawar melengking di telinga hingga menciptakan gema yang dahsyat di kelas XII-B IPA. Membuat para murid sontak menutup rapat ke dua telinga mereka. Semua ini terjadi bermula dari Ryan yang sibuk bermain game di ponsel ketika Ibu Mawar sedang menerangkan materi.

"Aduh... iya Bu...," sahut Ryan. Ia menepuk-nepuk telinganya yang masih berdenging akibat teriakan maut Bu Mawar.

"KAMU ITU YA! BUKANNYA MEMPERHATIKAN GURU LAGI MENERANGKAN MATERI, MALAH ASIK MAIN GAME!" ujar Bu Mawar, dengan suara yang sangat tinggi seraya mengacak pinggang.

"Iya Bu maaf, ini saya lagi push rank biar tinggi pangkatnya. Jadi bentar lagi ya Bu, tanggung soalnya," pinta Ryan, yang masih memainkan ponselnya.

"RYAN!!!."

Kali ini bukan Bu Mawar yang berteriak, tapi seluruh Murid satu kelas yang meneriaki Ryan si tukang onar.

"Aduh... kalian kenapa sih demen bener teriak-teriak, nggak putus tuh pita suara." Ryan melirik teman satu kelas yang sedang menatap tajam dengan ekspresi seakan ingin membinasakan dirinya.

Ryan ter cengir kuda. "Nggak kok suara kalian bagus," kata Ryan, tertawa kecil seraya menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Aduh-aduh, Ibu... ampun!." Tiba-tiba Ryan meringis kesakitan sembari memegang sebelah telinganya.

"Ibu belum jewer kamu." Ibu Mawar menggeleng-geleng kecil melihat kelakuan Ryan yang bandel nya nggak ketolongan. Andalan Bu Mawar memang suka jewer telinga kalau ada murid yang nakal.

"Ayo ikut ibu, kamu harus di hukum." Bu Mawar menjewer telinga Ryan. Namun, Ryan terlihat biasa saja dengan jeweran itu.

"Kok kamu nggak kesakitan? atau ibu kurang kuat jewer nya."

"Ha-hah, aduh!... sakit!... a-au!." Ryan spontan berakting kesakitan padahal jeweran Ibu Mawar memang tidak sakit.

"Ibu mau hukum Ryan dulu. Kalian semua satu kelas bersihkan kelas sampai ibu kembali harus sudah bersih, kinclong dan jangan ada yang dia aja."

"Ya elah... gara-gara lo ni Yan, kita kena semua jadinya." Para murid pada mengeluh tanpa bisa berbuat apa-apa lagi selain menuruti perintah Ibu Mawar.

Ryan tertawa puas mendengar teman sekelasnya juga ikut dihukum.

***

"Kamu dari dulu nggak berubah dari kelas X sampai sekarang, Ryan." Ibu Mawar terus ngomel-ngomel sepanjang lorong sekolah.

"Emang saya harus berubah jadi apa Bu, Boboiboy kuasa tiga?"

"Ada kamu satu aja bikin pusing, apa lagi tiga. Bisa pensiun ibu jadi guru."

"Hah, Ibu mau pensiun? kapan?," ujar Ryan, kegirangan.

"Kamu ni dikasih tau malah bercanda," ngomel Bu Mawar, lagi.

"Sebenarnya kita mau ke mana sih Bu?" tanya Ryan, yang masih mengiringi Bu mawar entah ke mana, intinya bakal di hukum.

"Kita?! lo aja kali," jawab Ibu Mawar, dengan nada ala-ala anak Zaman now.

"Gini amat punya guru," bisik Ryan, kepada dirinya sendiri tanpa didengar oleh Bu Mawar.

Akhirnya Bu Mawar dan Ryan sampai di pinggir lapangan.

"Sekarang hukuman kamu peluk tiang bendera itu sampai pelajaran Ibu selesai." Bu Mawar menunjuk ke arah tiang bendera yang berada di pinggir lapangan sekolah.

"Biasanya hormat sama bendera, lah ini peluk tiang bendera," bisik Ryan, lagi. "Kenapa harus dipeluk sih Bu, ini tiang jomblo?," protes Ryan.

"Sudah, kamu lakukan aja." Bu mawar melepaskan jeweran dari telinga Ryan kemudian pergi kembali ke kelas.

ASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang