PENGUMUMAN.

69 3 3
                                    

Sely berlari di koridor bagian lantai 4. Ia mengejar waktu yang sudah sangat mepet sebelum bel sekolah berbunyi. Tiba-tiba ia menyadari adanya suara gemuruh dan hentakan kaki yang begitu ramai perlahan mendekat.

Sely perlahan memperlambat langkah kaki. Ia memfokuskan pendengaran ke arah sumber suara tersebut. Tepat di depan mata, ia melihat Ryan yang berlari menuju dirinya dengan wajah panik dan tergesa-gesa. Setelah beberapa langkah Ryan berlari, keluarlah kerumunan murid yang juga berlari seakan mengejar Ryan.

Sely tertegun, sesaat ia menghentikan langkahnya. Dengan mata yang membulat tajam dan mulut sedikit terbuka, rasa syok yang dirasakan membuat tubuh seperti membeku.

Ryan yang melihat Sely tepat di hadapan, segera bersembunyi di balik badan Sely. Ia berharap Sely dapat menjadi pelindung di situasi genting sekarang.

Sely bingung dengan tingkah Ryan yang mengendap di balik badannya. "Eh-eh, ngapain sih?!"

"Bantu gue, please," pinta Ryan, wajahnya dipenuhi dengan ketakutan dengan alis yang menurun. Ryan menggenggam badan Sely erat agar tetap diam di tempat.

"Y-ya, tapi kenapa?!" tanya Sely, lagi. Ia berharap mendapat penjelasan dari Ryan.

Kerumunan murid yang tadinya berlari akhirnya berhenti tepat di depan Sely. Ryan lebih menutupi dirinya di balik badan Sely.

"WOY! YAN!! KELUAR LO! JANGAN SEMBUNYI!" teriak salah satu murid dengan suara garang, hingga membuat gema sepanjang koridor.

"SINI LO!! BIAR GUE GETOK PAKAI ULEKAN EMAK GUE!"

"MANA LO! YAN!! GUE KERING IN JUGA LO JADI UDANG REBON!"

"AU DAH. KELUAR NAPE LO, YAN!! GUE NIKAHI JUGA LO!!" teriak salah satu murid cewek. Seketika gemuruh menjadi hening, membuat kerumunan murid lain menatapnya dengan wajah datar dan mata yang melirik tajam.

"E-e-e em... HABIS GUE NIKAHI! NGGAK BAKAL ADA MALAM PERTAMA!! HUUUU!!!" Delikan mata takut akan tatapan kerumunan Murid yang terus tertuju kepadanya.

Para Murid sontak bersorak riuh seperti semula.

"Emang gue cowok apaan dibagi-bagi!" imbuh Ryan, memasang wajah kecut.

"Mana batang mata lo!! nongol coba!" teriak Ian dengan suara yang lumayan keras.

Adam yang berada di sebelahnya berdecak bingung. "Batang hidung, ketoprak! ya kali ada batang mata. Di mata itu adanya cuman upil. Makannya pas pelajaran Pak Wawan jangan bolos muluk!"

Cakra menempeleng pelan kepala Adam. "Itu pupil!! dasar mangga Gadung,"

"Cih sama-sama bolos pelajaran Pak Wawan aja pake debat segala," sergah Mathea.

"Kalian ada masalah apa sebenarnya? sampai rame-rame gini," tanya Sely, berusaha meminta penjelasan atas permasalahan yang terjadi.

"Lu nggak bakalan ngerti, Sel, sama permasalahan ini. Tapi lo pasti ngerti sama perasaan gue," goda Cakra, membuat teman lain memasang wajah jijik.

"Hari ini jadwal piket Ryan. Gara-gara dia nggak mau piket, kita satu kelas dihukum bersihkan kelas sampai minggu depan. Padahal, kita sudah ada jadwal masih-masing," jelas Adam.

Ryan memunculkan separuh badannya. "Sehari doang nggak piket kayanya berdosa banget."

"Namanya juga kewajiban."

"Kewajiban itu sholat."

Adam terbungkam sesaat. "T-tapi, lo nggak piket, kita yang kena imbas nya, Yan."

"Cuman masalah gini doang ternyata," sela Sely, menghela nafas lelah. "Kalian nggak perlu sampai kaya begini untuk hal sepele. Tinggal lakukan apa yang diminta sama guru, udah. Jangan berfikir ini semua sebagai hukuman, tapi pahami bahwa hal ini sebagai pelajaran." Sely melirik ke arah Ryan yang senantiasa di belakangnya. "Ryan, lo nggak bakal ulangi lagi, kan?"

"Hm, gue nggak bakal ulangi lagi. Gue bakal piket kalau udah jadwal gue."

"Peringatan. Jangan lo ingkari lagi," ujar Cakra, menunjuk Ryan.

Kerumunan murid yang awalnya riuh seketika hening seraya melirik satu sama lain.

"Ya udah. Cabut ah!" Adam berbalik badan untuk pergi dar kerumunan.

"Nggak asik. Gua udah bawa ginian malah pada cabut," gumam Yudo.

Pergerakan Adam terhenti. Ia melirik ke benda yang dipegang oleh Yudo. "Lah? lo ngapain bawa-bawa sikat WC? jorok banget. Tuh bekas apaan lagi."

"Gue tadi lagi di WC. Terus tuh si Jupri tiba-tiba gedor-gedor pintu WC gue, ngasih tau tentang masalah ini. Ya udah, gue ke bawa emosi, gue bawa aja nih sikat WC." Penjelasan Yudo membuat murid lain menjadi mual. "Aduh-duh, perut gue masih sakit. Soalnya tadi ke tunda, belum selesai. Gua duluan ya." Yudo memegangi perut sambil berlari terbirit-birit.

Kerumunan tersebut akhirnya membubarkan diri untuk kembali ke kelas.

Ryan menyadari situasi sekarang sudah kondusif. Ia perlahan keluar dari tempat persembunyian seraya menghela nafas lega begitu panjang. "Thanks, udah jadi pelindung gue."

Sely mengerutkan alis. "Lu kira gue Superman?" Ia memutar bola mata malas. "Jaket lo. Makasih." Sely memberikan jaket yang ia pegang kepada Ryan sedikit kasar. Kemudian, beranjak pergi begitu saja.

Ryan sekarang tengah berdiri sendiri di koridor sekolah. Ia memperhatikan jaketnya dengan senyuman tipis dan mata yang mendelik ke arah yang tidak tahu tujuan. Lalu, mencium jaket tersebut dengan hirupan dalam. Seperti yang dilakukan Sely pada waktu itu.

Ryan mengerutkan kening. "Wangi nya... jadi berubah. Kaya wangi parfum, tapi ada sedikit aroma kecupan." Kini senyumnya semakin terbentuk jelas hingga sedikit mengeluarkan tawa kecil. Ia mengkhayal seakan sedang menjalani hubungan romantis berdua dengan Sely.

"RYAN!!" panggil Bu Mawar, yang bingung dengan kelakuan Ryan tengah senyum-senyum sendiri.

Ryan mengedikkan bahu, terkejut. "Apa sih, Bu. Ganggu orang lagi senang aja," protes Ryan, seketika merubah ekspresi 180° menjadi cemberut.

"Kenapa kamu masih di sini? bentar lagi bel berbunyi. Seharusnya kamu sudah ada di dalam kelas," tutur Bu mawar. Ia sedang membawa buku dan berkas-berkas, sebagaimana seorang Guru yang hendak mengajar.

"Iya-iya, Bu. Ini saya mau ke kelas."

•••

"Sebelum kalian pulang. Saya selaku anggota OSIS, ingin menyampaikan sebuah informasi penting. Jadi seluruh murid SMA Tirta cahaya akan mengadakan kemah besar-besaran."

Sontak seluruh Murid kelas X-A IPA berteriak heboh penuh kegirangan. Bahkan ada yang sampai loncat-loncat gembira.

"Ottoke! Jinjja?! seru banget. Nanti-nanti, bakalan minum coklat hangat di bawah langit gelap dengan hiasan bintang-bintang. Apalagi ditemani sama doi. Wah!! daebak!! pasti romantis banget," kata Trina.

"Aigoo. Emang Doi lo siapa?" tanya Padma, sebagai teman se bangku Trina.

"Nggak ada. Cuman mikir gitu aja, pasti bakal rame banget. Nyalakan api unggun, nyanyi bareng pakai gitar, menghayati sunset di sore hari berwarna jingga terang. Keren banget deh! jadi enggak sabar." Trina menatap langit-langit sembari tersenyum lebar.

"Kalau boleh tau, lokasinya di mana Kak?" tanya Kyra, penasaran.

"Untuk informasi selanjutnya, masih dirahasiakan ya. Ini bakal jadi kejutan besar buat kalian," jawab Galen.

Kyra membentuk wajah senang. "Sel, lo ikut kan?"

Sely mengangguk kecil. "Iya gue ikut."

Mereka saling membalas senyuman.

Lain hal dengan Defi dan Friska. Kini tempat duduk mereka terpisah, Friska memutuskan pindah ke kursi bagian belakang untuk menjauh dari Defi.

Defi menoleh ke arah Friska dengan tatapan singkat. Kemudian, ia kembali menghadap ke depan membentuk tekukan lemas di wajahnya, diikuti hembusan napas lelah. Menyembunyikan kesedihan dengan cara menenggelamkan wajah dibalik lipatan tangan diatas meja.

•••

"Terkadang kita sebagai murid lebih senang jam kosong di kelas dari pada harus libur sekolah." Yudo Supratno.

***

"Asal kalian tau, di dunia ini banyak manusia ajaib. Tanpa hati saja mereka masih bisa hidup."


ASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang