Sebelas

978 59 2
                                    

Kanaya akhirnya memilih untuk menerima ajakan Anggita. Mengingat kebaikan dan ketulusan dari keluarga Anggita, membuat Kanaya akhirnya luluh.

"Mah... pah... nih liat... Gita bawa siapa...??" Teriak Anggita saat mereka sampai dirumahnya.

"Kalau masuk rumah itu salam dulu sayang..." teriak Maryam dari arah dapur. Ia berjalan menemui Anggita, berniat untuk mengomelinya karna pagi-pagi begini dia sudah teriak-teriak seperti dihutan saja.

"Kanaya...??" Pekik Maryam kaget. Dia langsung menghambur memeluk Kanaya dan kemudian memeluk Anggita. Maryam memeluk kedua putrinya itu.

"Akhirnya.. kamu kesini juga nak. Mama seneng banget. Paaah... papaahh... (Maryam teriak memanggil Teguh yang masih sibuk diruang kerjanya) sini deh pah. Ini liat... Gita bawa siapa..." katanya masih dengan suara lantang.

Kanaya sangat terharu dengan perlakuan Maryam kepadanya. Ia tidak kuasa lagi untuk menahan air matanya. Semua tumpah menjadi satu. Bahagia. Mereka dengan senang hati menerimanya yang jelas bukan siapa-siapa mereka.

"Naya... mulai sekarang kamu panggil saya mama ya. Seperti Gita... sekarang kamu adalah anak mama sama papa. Dan kamu adalah saudara Gita, bukan lagi sahabat Gita. Ok sayang... kamu mengerti kan..??"

Suara dan sikapnya yang lembut, serta kasih sayangnya sama seperti ibunya sendiri. Kanaya rindu dengan suasana seperti ini. Ia dengan cepat memeluk Maryam kembali. Jujur ia sangat rindu pelukan seorang ibu, dan kini ia bisa dapatkan lagi pada Maryam. Mama angkatnya. Mereka bertiga masih saling berpelukan, seakan enggan untuk melepaskan.

"Ada apa sih ma..." suara tertahan dari Teguh yang kaget melihat mereka bertiga. Teguh tahu bahwa ini artinya Kanaya sudah mau menerimanya untuk menjadi orang tuanya.

"Naya..." panggil Teguh sambil ia merentangkan kedua tangannya, berharap Kanaya mau menerima pelukannya.

Maryam menganggukan kepalanya dan tersenyum. Menandakan bahwa Kanaya harus menyambut pelukan Teguh kepadanya. Kanaya berlari menghambur kepelukan Teguh setelah mendapat izin dari Maryam dan Anggita.

"Naya... akhirnya... kamu kesini juga nak. Papa sudah menantikan momen ini lama sekali. Papa tidak tahu kenapa papa dan mama sangat menyayangi kamu seperti kami sangat menyayangi Gita." Kata Teguh masih dengan memeluk Kanaya erat.

"Makasih pa... makasih untuk semuanya" hanya itu yang dapat keluar dari mulut Kanaya saat ini. Ia sungguh tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.

Setelah adegan melow tadi. Akhirnya Anggita membawa Kanaya untuk masuk ke kamar barunya. Mereka masih berjalan sambil saling memeluk.

Entahlah. Sepetinya belum lagi ada kata yang pas untuk menggambarkan kebahagiaan Kanaya saat ini.

Kanaya merapikan baju-bajunya dibantu oleh Anggita. Tidak banyak yang dibawa oleh Kanaya. Dia hanya membawa foto keluarganya dulu dan membawa 2 setel baju kedua orang tuanya untuk sekedar mengibati saat rindu itu datang nanti.

Kanaya juga berniat untuk menyewakan rumah itu. Seperti apa yang dikatakan mama barunya. Dan uang itu, Kanaya berniat mengumpulkannya dan membangun sebuah rumah kecil untuk para anak jalanan. Dia ingin anak-anak jalanan yang tidak punya rumah dan keluarga agar bisa tinggal di urus di situ. Memberikan mereka hidup selayaknya anak-anak yang lain. Menyekolahkannya agar mereka bisa sukses dan meraih impian mereka masing-masing.

Tentu saja niat baiknya ini didukung 100% oleh kedua orang tua barunya dan juga saudara barunya.

"Gita... Naya... makan dulu nak..." suara Maryam dari ruang makan begitu jelas terdengar dari kamar Kanaya. Karena pintu terbuka lebar makanya suaranya bisa sampai ke telinga mereka.

"Iya mah... bentar lagi kita turun..." itu suara Anggita. Dia dan mamahnya memang sudah biasa teriak-teriak seperti itu.
Dan bisa juga berlaku untuk Kanaya suatu saat nanti. Mungkin...

first love ( END )Where stories live. Discover now