Satya mengecup tangan Sarah yang ada di genggaman itu. "Sepupu gue pada berisik saat tahu gue liburan. Mereka mau oleh-oleh." jelasnya.

"Ini mas, mba, pesanannya."

Sarah refleks melepaskan genggaman Satya, matanya berbinar menatap batagor kuah yang air kuahnya merah itu. Pasti pedas. Rasanya dia rindu makan makanan pedas.

"Emh, pasti enak." gumam Sarah pelan yang masih bisa Satya dengar.

Berbeda dengan Satya yang tidak biasa jajan di pinggir jalan itu, dia terlihat risih.

***

"Mules." Sarah menggeliat di atas kasur hotel yang satu jam lalu Satya sewa.

"Hukuman karena ga nurut sama gue." Satya berujar acuh dengan satu kantung kecil di tangannya yang berisi obat sakit perut.

Sarah tidak hiraukan, mulasnya sungguh melilit.

Satya menyiapkan bubur. "Makan dulu, sedikit ga masalah." di usapnya peluh di pelipis Sarah.

Sarah pun memakan bubur itu 3 sendok, meminum obat lalu rebahan lagi dengan usapan dari Satya di perutnya.

"Jangan makan pedes lagi." celetuk Satya saat hening cukup lama memeluk keduanya.

Sarah mengangguk lemah dengan mata terpejam.

"Punya lo masih sakit? Gue tahu kalau sejak kita di restoran, lo ga nyaman duduk, jalan pun keliatan ga nyaman."

Sarah membuka matanya. "Mungkin lagi adaptasi, jujur aja, aku ngerasa aneh." suaranya begitu pelan.

Satya tidak tahu apa yang di rasakannya, tapi dia akan berusaha untuk membuat Sarah nyaman, tidak tersakiti.

"Istirahat." Satya mengecup kening Sarah lalu berlalu menuju sofa dan tiduran di sana.

Satya tidak mau sampai gairah anak mudanya berkobar dan meminta sesuatu seperti malam itu. Sarah pasti masih sakit karena Satya terus mengulangnya berkali-kali saat itu.

"Nanti gue bangunin jam 3 sore." kata Satya seraya mengatur alarm di ponselnya.

Sarah tidak merespon karena kantuk sudah menjemputnya perlahan.

***

Satya berjalan santai dengan satu nampan makanan yang akan di makan olehnya dan Sarah.

Sarah melirik Satya yang berjalan melewatinya itu lalu duduk di sofa yang tak jauh dari kasur hotel.

"Kata anak-anak, nanti malem kita bakar-bakaran jagung di pinggir pantai. Piknik malem katanya." Satya masih asyik dengan beberapa hidangan yang sedang dia siapkan itu.

Sarah yang baru bangun itu hanya duduk guna mengumpulkan seluruh jiwanya yang berceceran, apalagi mimpinya yang aneh membuat Sarah malu dan pening sendiri.

"Mimpi basah, hm?" senyum usil tampak di bibir Satya yang menambah ketampanan cowok itu.

Sarah sontak membolakan matanya sesaat saking kagetnya karena Satya tahu tentang mimpinya. Memalukan. Sarah menunduk, tidak berani menatap kegiatan Satya lagi.

"Normal kok, lagi mau ya?" goda Satya dengan menggigit bibir geli. Apalagi saat mengingat Sarah yang mendesah di dalam tidurnya.

Sarah semakin menunduk, menyembunyikan wajahnya yang terbakar itu. Sarah ingin mengubur dirinya detik itu juga. Dia sungguh malu. Pergaulan sialan! Nasib sialan! Dan masih banyak lagi umpatan-umpatan yang bersarang di otaknya yang cantik.

"Ga usah malu, kalau mau bilang aja."

"SIAPA YANG MAU!" Sarah sontak ngegas, dia sungguh tidak merencanakan mimpi basah itu.

"Hm, santai, manis." Satya mendekati Sarah, mengecup keningnya sekilas. "gih ke kamar mandi dulu, punya kamu pasti basah atau banjir?" wajah santainya begitu menyebalkan.

Sarah memukul acak tubuh Satya lalu berlari cepat ke kamar mandi dengan wajah yang merah padam.

Satya masih terbahak di atas kasur dengan nikmatnya. Untuk pertama kalinya, dia bisa tertawa selepas itu. Satya mengulum bibirnya dengan perasaan yang terasa ringan. Ternyata, selain tidak mahal, gratis malah, tawa bisa membuat beban dan sebagainya terangkat walau sesaat.

"Lo harus ketergantungan sama gue." gumamnya seringan kapas.

Satya pun kembali ke tempat di mana ada makanan itu. Memakannya sedikit sambil menunggu Sarah keluar.

"Apa Sarah lanjut solo? Lama banget." gumamnya dengan kekehan geli.

Satya beranjak, mengetuk pintu namun karena tidak ada jawaban. Satya pun menerobos masuk.

"AAHK!" teriak Sarah yang kaget dengan kehadiran Satya yang tiba-tiba.

"Ngapain sih? Kirain mandi, ternyata cuma duduk dan ngelamun?" Satya berdecak tidak percaya.

Sarah menunduk, memainkan jemarinya dengan wajah di tekuk bete. "Malu, padahal ga mau mimpi kayak gitu." dumelnya dengan bibir maju seperti bebek.

"Kenapa malu? Gue Satya, cowok pertama yang—"

"STOP! Kita keluar terus makan!" potong Sarah seraya beranjak lalu berjalan melewati Satya yang pada akhirnya mengekor itu.

Gairah Anak Muda (TAMAT)Where stories live. Discover now