19. Kembali Bertemu.

69.2K 3.6K 65
                                    

     Satya terlihat lebih cerah dibanding beberapa hari ke belakang. Jelas saja karena beberapa saat lagi dia akan bertemu dengan Sarah.

Satya melirik jam di lengannya lalu mulai mengedarkan pandangan pada beberapa orang yang baru keluar dari pintu kedatangan dalam negeri itu.

Senyum Satya mengembang tanpa sadar saat melihat Sarah berjalan ke arahnya dengan mengulum senyum yang terlihat malu-malu.

Ah cantiknya erang Satya dalam hati.

Pantas Satya langsung jatuh hati, ternyata yang dia sukai sosoknya mirip bidadari.

"Maaf, nunggu lama ya? Cari kopernya lama," kedua bola mata Sarah terlihat tidak fokus, mungkin merasa canggung dan salah tingkah.

"Udah kebal! Gue di tinggal yang katanya 3 hari, malah jadi seminggu!" Satya merangkul Sarah dengan santai, seolah dia tidak rindu pada Sarah.

Sarah melipat bibirnya, dia no komen kalau soal itu. Semua jelas bukan keinginannya, tapi orang tuanya yang kebetulan masih ingin melepas rindu.

Satya mengamati wajah Sarah tanpa Sarah sadari, perubahan Sarah dalam seminggu hanya dua. Pipi yang berisi, satu jerawat di pipi.

"Lo nahan rindu sama siapa, hm?" ditekannya pelan jerawat di pipi Sarah.

Sarah sontak memekik kecil, jerawatnya akan pecah, di pencet begitu jelas saja ngilu.

"Sakit!" balas Sarah dengan sedikit salah tingkah. Entah karena seminggu tidak bertemu atau memang karena rindu,

Satya terlihat lebih tampan? Membuat Sarah tidak bisa lama-lama menatapnya.

"Sakitan gue yang ga bisa sentuh lo seminggu!"

Sarah melotot sesaat lalu menggeleng samar.

"Pacar gue abaiin gue, gue seret ke hotel baru tahu rasa!" dumel Satya.

Sarah sontak memukul bahu Satya, membuat rangkulan Satya terlepas sesaat. "Orang liatin kita!" ujarnya pelan nan kesal.

"Mereka punya mata, sayang." balas Satya gemas seraya merangkul Sarah kuat dan membenamkannya ke ketiak.

Sarah menggeliat minta dilepaskan namun Satya yang usil tidak meloloskannya.

Satya ingin marah karena Sarah mengabaikannya setelah jadian, tapi kemarahannya itu menguap saat rindu lebih kuat.

"Gue kangen, lo kangen ga?" dilepasnya Sarah lalu di rangkulnya dengan normal.

Sarah merapihkan poninya dengan kembali gugup dan salah tingkah.

"Ngaku aja, pacar. Jangan pake gengsi, pake ciuman aja." di coleknya pipi Sarah yang berisi itu.

***


Sarah memeluk Raya dengan haru bahagia. "Mama, papa, mau ikut ke sini tapi salah satu tanah yang mau dijadiin perumahan longsor. Pegawai ada yang ke jebak, jadi mama, papa, mutusin langsung turun ke lokasi," terangnya.

Raya mengangguk paham. "Mama kamu udah telepon bunda tadi pagi, jelasin itu. Mungkin lain waktu, kamu di sini pun masih cukup lama," balasnya hangat.

Sarah mengangguk. "Gimana bunda selama seminggu? Sehat-sehatkan?" tanyanya perhatian.

"Cuma capek aja sehari karena siapin arisan, sekarang udah sehat,"

"Gue ga di tanyain?" sambar Satya yang duduk di sebrang mereka.

"Kamu mau banget ditanya gitu sama Sarah?" goda Raya yang diabaikan Satya.

"Bunda urus aja, ayah. Minggu depan dia pulangkan? Kenapa harus pulang," keluhnya.

Sarah menatap Satya dengan kesal, laki-laki itu pandai merusak suasana yang dibangunnya. Padahal Raya begitu baik, kenapa Satya berprilaku secuek dan sedingin itu lagi pada bundanya. Dasar anak durhaka!

Satya menatap Sarah yang terlihat kesal itu. "Apa? Mau gue cium?" tanyanya begitu santai.

Sarah melotot, begitu pun Raya.

"Jangan gitu! Nanti Sarah ga nyaman di sini!"

"Pacar cium pacar wajar," balas Satya dengan masih menatap Sarah lekat. Satya ingin segera memeluk dan mengacak tubuh Sarah.

Satya sontak menggeleng, katanya dia ingin hubungan yang sehat. Tapi, pikiran kotornya masih saja aktif dan menyesatkan.

Oke, tahan-tahan.

"Apanya yang wajar? Bunda hajar ya!" Raya menatap keduanya. "Kalian pacaran?"


Sarah salah tingkah. "Baru kok, bun. Yakan, Sat?" tanyanya guna meminta bantuan.

"Ga tahu, perasaan gue ga punya pacar kayak lo."

Sarah menggeram dalam hati. "Apaan sih, orang kamu yang paksa ngajak jadian!" balasnya agak ngegas.

"Jadi lo terpaksa? Lo ga mau?"

Sarah menggeleng. "Bukan gitu maksudnya!" jawab Sarah jengkel.

"Jadi lo mau?"

Sontak Sarah kicep dengan wajah mulai memerah.

Raya menggeleng samar, rasanya dia menjadi nyamuk tua di antara anak muda itu. Saatnya dia memberikan nasehat kalau begitu.


***

Sarah tersipu, Satya hanya mengecup pipi dan sepanjang hari hanya memeluknya sambil menonton di kamar Satya yang wangi.

"Di sana ngapain aja, liat foto-fotonya,"

Sarah membuka ponsel lalu memberikannya pada Satya. "Ga banyak, kita piknik ke pantai sehari terus bakar-bakaran di rumah, undang sepupu," jelasnya.

Satya melihat-lihat foto dalam galeri itu, banyak keluarga Sarah. "Mereka seumuran kita? Muda-muda soalnya," ujar Satya.

"Hm, dia seumuran. Dia Tama, Baron sama Haya."

Satya membuka foto Sarah yang cantik dengan pemandangan laut sore.

"Itu Tama yang fotoin, dia jago."

"Tama?"

"Itu, cowok yang tinggi tadi." Sarah mencari foto itu dan menunjukannya pada Satya.

Posisi Tama dalam foto itu jelas melirik pada Sarah, seperti tertarik. "Dia sepupu jauh atau deket?" tanyanya tanpa beralih dari foto itu.

"Sepupu jauh."

Satya diam, ingin rasanya marah karena cemburu tapi dia tidak mau merusak moment hangat mereka.

Gairah Anak Muda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang