18. Jadian?

77.2K 3.5K 82
                                    

       Satya menurunkan koper Sarah, menyeretnya ke arah Sarah yang tengah berpelukan dengan Raya. Keduanya terlihat penuh haru, padahal mereka bersama belumlah lama.

Bukti kalau perempuan memang selalu mengutamakan perasaan dibanding akal. Padahal tak lama lagi mereka akan bertemu, kenapa harus ada bawang di antara mereka?

"Mau sampe kapan?" Satya bersuara, melirik jam di tangan kirinya sekilas. "Udahan nangisnya." lanjutnya dengan tenang.

Raya mengurai pelukan, mengusap pipi Sarah sekilas dan memberi jarak agar Sarah bisa berpamitan pada Satya.

Sarah mengusap air matanya, tatapannya beradu dengan tatapan Satya yang tidak terbaca, tenang dan damai.

"Ga akan lama, jangan nangis di pesawat nanti," Satya mendekat, memeluk Sarah dengan perasaan yang berat namun berhasil dia tutupi.

Sarah membalas pelukan Satya, dia tidak tahu akan seberat ini meninggalkan mereka yang belum bersama satu tahun dengannya. Padahal dia akan liburan 3 hari tidak lama.

"Angkat telepon gue, awas aja kalo ga angkat!" bisiknya dengan dihadiahi ciuman kilat di kepala Sarah.

Sarah melepaskan pelukannya, memberikan kecupan di pipi Satya lalu beralih pada Raya dan mengecupnya juga.

"Sarah berangkat ya bun, Satya." pamitnya dengan bibir bergetar.

***

Satya menghela nafas pelan, suasana rumah kembali sepi. Satya beranjak dari duduknya, meraih jaket lalu kunci motor.

Kalau sepi begini, Satya memilih keluar dan nongkrong. Sarah masih sulit di hubungi, kalau pun sudah sampai, perempuan itu pasti akan sibuk melepas rindu dan Satya akan mencoba mengerti soal itu.

"Kemana?" Raya melirik Satya yang melewatinya.

"Nongkrong bentar." Satya melengos begitu saja membuat Raya hanya menggeleng pelan.

Satya membawa motor ninja hitamnya membelah jalanan yang masih cukup padat.

Udara malam mampu membuat Satya  nyaman walau pikirannya masih di penuhi Sarah.

Apa Sarah akan pulang ke rumahnya lagi? Kalau perempuan itu kabur dan menetap di sana bagaimana? Pikirannya terus berperang.

"Sarah, Sarah.." gumamnya dengan menyalip beberapa pengendara yang lelet.

Hingga sampailah Satya di tempat tongkrongan yang sangat ramai, rasa sepi sontak lenyap dan berubah bising.

Satya turun dari motor sembari melepas helm full facenya itu. Pandangannya mengedar ke setiap juru.

Riko melambaikan tangannya seraya beranjak menghampiri Satya.

"Tumben, ga ngadem sama Sarah?" heran Riko.

"Dia pulang, bego!" semprot Satya seraya pasrah dirangkul Riko dan diseretnya menuju anak-anak yang dia kenal.

Satya bertos ria, berbaur sesaat sebelum mojok dengan Riko dan Raja—sepupu Riko.

"Gimana soal Ado?"

"Dia rehab, mulai lusa kayaknya." jawab Riko sebelum menyesap rokok.

Satya menyesap kopinya sedikit lalu meraih rokok. "Kapan kita jenguk? Apa masih belum bisa?" tanyanya.

"Dia masih di sel sih, besok kita bisa jenguk bentar," jawab Riko sekenanya.

Satya mangut-mangut, kedua matanya melirik Raja yang selalu diam.

"Sepupu lo ga pernah berubah!" Satya menggeleng samar.

Raja menoleh ke arah Satya dengan tersenyum miring. "Mentang-mentang lo berubah, lo ejek gue gitu?" balasnya tenang.

"Gue ga berubah," Satya menjawab acuh.

"Bohong pe**s lo panjang, Sat." sambar Riko.

"Idung, bloon!" semprot Satya emosi namun di akhiri kekehan pelan sedangkan Raja masih setenang air, tidak terbawa suasana.

Malam Satya tanpa Sarah pun cukup seru, para sahabatnya banyak menghibur, membuatnya tertawa sampai sakit perut bahkan kram. Untuk yang pertama kali. Biasanya kerecehan mereka tidak bisa menembus jiwanya yang batu. Efek Sarah pada jiwanya memang luar biasa.

***

Dengan agak mabuk, Satya mendial Sarah namun langsung dia matikan, dia ingin video call.

Tak lama sambungan tersambung, senyum Satya terbit walau tipis.

"Hallo.." sapa Sarah di sebrang sana dengan pakaian tidur, rambut basah, wajah segar namun mata sembab. Satya tidak perlu bertanya lagi soal itu.

"Jam berapa sampe?" tanya Satya dengan memandang layar ponselnya lekat.

"Jam 8 malem, kenapa berantakan?"

Satya menyugar rambut dan merapihkan kemeja santai yang di pakainya. "Baru pulang nongkrong." jawabnya.

Sarah mangut-mangut. "Pantes." balasnya.

"Kangen boleh ga sih? Pengen peluk lo, jujur,"

Sarah tersipu, jantungnya berdebar tak karuan. "Apa sih." balasnya malu-malu meong.

Keduanya terlihat sekali tengah jatuh cinta. Mungkin?

"Mau liat dada lo dong, buka." Satya menggigit bibir bawahnya agar tawa tidak meledak.

Sarah yang melotot, memeluk dirinya sendiri. "Jangan mesum! Kita ga punya hubungan jelas selain di ranjang! Ngapain harus telanjang di depan ponsel!" semprot Sarah.

"Lo kode mau kita jadian, hm?" kekehnya.

Sarah terlihat gelagapan di sebrang sana.

"Yaudah, kita jadian. Lo mau jadi cewek gue gak? Harus iya!"

Gairah Anak Muda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang