MwD | Tanggung Jawab dan Maaf

4.3K 154 0
                                    

Brian mematung, menatap seseorang tengah terbaring di atas tempat tidur dari celah pintu, ruangan di depannya

Banyak sekali perubahan yang terlihat dari tubuh Bella. Tubuhnya jauh lebih kurus sekarang, bahkan lingkaran hitam juga lebih pekat terlihat di sekitar matanya.

Tanpa mau membuang waktu lebih banyak lagi, Brian perlahan melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut.

Pada awalnya respon Bella hanya biasa saja, tapi ketika mata Bella menangkap sempurna kalau itu adalah Brian. Seketika benar-benar ketakutan.

"GUGURIN ANAK ITU! GUA GAK MAU DIA LAHIR! INI SEMUA CUMA KECELAKAAN!"

"JANGAN NGELAK! GUA KATA GUGURIN YA GUGURIN ANAK ITU!"

"LO TUH GAK USAH MUNAFIK! DI LUARAN SANA LO JUGA UDAH SERING NGELAKUIN ITU SAMA LAKI-LAKI LAIN!"

"UDAHLAH JANGAN MERASA SOK SUCI. DASAR B*TCH!"

Ingatan Bella akan bentakan serta cacian Brian seketika memenuhi kepala Bella.

"Gua gak mau gugurin anak ini, gua gak mau!" Bella mendadak histeris tatkala Brian melangkah, mendekat padanya.

Bella terus memegangi perutnya. Ia benar-benar takut dengan Brian sekarang.

Brian terenyuh. Bella, seorang gadis yang tadinya ceria dan ramah seketika menjadi sosok yang lemah dan hancur, dan bagian terburuknya semua ini adalah salahnya.

"Jangan! Jangan! Gua bakal ngurusin anak ini sendiri. Jangan lo paksa gue buat gugurin anak gua. Jangan!" Bella memeluk lututnya. Kentara sekali bahwa ada tekanan batin yang membelenggunya.

Setetes airmata meluncur begitu saja dari mata Brian. Tidak ada kata lain yang dapat mendefinisikan dirinya saat ini selain kata Bersalah.

"Be...Bella." ucap Bri lirih.

"Gak, gua gak mau Bri. Gak mau. Gua mohon jangan paksa gua. Gua mohon Bri..." Hari ini Bella terlihat benar-benar rapuh.

"Gak, gua gak maksud begitu."

"Gak, gua gak mau Bri. Dia gak salah apa-apa. Kalau lo gak mau tanggung jawab gak apa-apa, ta...tapi gu...gua mohon jangan paksa gu...a buat gugurin anak ini. Gua gak mau!"

"Eng...enggak Bel-"

"GUA GAK MAU!!!!!"

Bella benar-benar berubah. Mendadak emosinya meledak-ledak. Dirinya sudah tidak terkontrol lagi. Ia terlihat sangat depresi, tertekan, dan trauma dengan kejadian itu.

Bukan hanya Bella yang tidak terkontrol. Sesekali mata Devan juga melihat Brian yang tak kuat menahan tangisnya. Devan yakin, Brian benar-benar menyesal dengan apa yang ia lakukan pada Bella.

"Bel-"

"PERGI! PERGI!"

"Gak Bel, gua gak bakal pergi. Gua mau tanggung jaw-"

"TOLOOONGGGG! TOLONGGGG SAYA! ARGGGGGHHHHHH"

Grep!

Secara tiba-tiba Brian memeluk tubuh Bella.

"Maafin gue Bel. Maafin gue."

"Gua emang bajingan. Gua emang bodoh Bel. Maafin gue udah bikin lo sehancur ini. Maafin gue udah bikin lo serapuh ini. Gua emang bajingan Bel. Bajingan!"

Tangis Brian pecah. Sangat terlihat sekali bahwa ia tulus melakukannya.

"Jangan paksa gue buat gugurin anak gue. Jangan!" Respon Bella masih sama.

"Gak. Gua gak bakal lakuin itu." ucap Brian.

"Jangan gugurin anak gue. Gue gak mau Bri. Gak mau."

Brian menangkup wajah Bella dengan kedua tangannya. Mengusap beberapa tetes air mata yang keluar dari mata perempuan itu.

"Gak. Gua bakal tanggung jawab. Gua bakalan nikahin lo Bel. Gua bakalan jadi Ayah dari anak kita."

"Gak. Jangan! Jangan lo suruh gua gugurin anak ini. Gua gak mau! Gak mau! GAK MAUUUUUU!"

....

Putri kaget saat melihat Netta membawa tumpukan berkas yang cukup berat itu sendirian.

"Ya ampun Kak, sini Putri bantu."

Netta tersenyum. "Gak perlu, aku kuat kok."

"Kamu gak pulang Put?" Tanya Netta. Mengingat ini sudah terlalu sore. Tapi, kenapa Putri belum pulang juga.

"Niatnya sih Putri mau bantuin Kak Netta ngerjain berkas-berkas PMR. Semenjak Kak Nia gak ada, Kak Netta harus ngerjain semua urusan PMR sendirian."

Apa yang dikatakan Putri memang benar, semenjak Vania di DO dari sekolah ini semua urusan PMR benar-benar dibebankan kepadanya.

Netta kembali tersenyum. "Makasih sebelumnya. Tapi, ini cuma tinggal dikit kok. Palingan selesai sebentar lagi. Lebih baik kamu pulang aja, ini udah sore lho."

"Tapi-,"

"Udah gak usah pake tapi-tapian. Justru seharusnya aku berterimakasih banget sama kamu yang udah ngehandle file-file yang kemarin. Lebih baik kamu pulang sekarang ya."

Putri menghela napas panjang. "Ya udah deh. Putri pulang dulu ya Kak."

"Iya. Hati-hati."

Tak lama kemudian, Pintu ruangan di dekatnya terbuka. Menampilkan sosok lelaki jangkung. Itu Arfan. Awalnya Netta bersikap biasa saja, tapi tiba-tiba ia merasa risih saat Arfan justru menghampirinya.

"Gimana udah selesai?" Arfan Basa-basi.

Tanpa melirik ke sumber suara, Netta dengan cepat menjawab. "Sedikit lagi."

Jantung Netta mendadak berdegub kencang. Ia tidak menampik, walau Arfan sudah menyakiti perasaannya. Tapi, move-on itu tidak mudah dan butuh waktu lama.

Arfan menghela napas panjang. "Gu...Gua minta maaf perihal waktu itu."

Netta mendadak menghentikan aktivitasnya. Apakah Netta tidak salah dengar? Sumpah demi apapun, jantung Netta sekarang semakin kencang berdegub.

"Gua terlalu emosi waktu itu. Jadi, maaf kalau ucapan gua nyakitin perasaan lo."

"Gak masalah kok. Gua juga gak anggap itu masalah." Bohong! Netta jelas berbohong. Padahal Netta benar-benar sakit hati saat Arfan berkata kasar kepadanya waktu itu.

"Oh syukur deh."

"Sini biar gua bantu." Tawar Arfan. Tangan Arfan terulur, berniat mengambil beberapa berkas di depannya.

Tapi, dengan cepat Netta menahannya. "Gak perlu! Gua bisa sendiri. Mending lo pulang. Gua susah fokus, kalau kerjaan gua diganggu."

"Biar cepet selesai Ta."

"Gak Perlu Fan. Lo pulang aja gih."

"Lo ngusir gua Ta?"

"Hm,"

"Lo gak takutkan kalau sendirian di sini?"

Netta terhenyak. Sekilas, Tata memperhatikan sekitar. Apa yang Arfan ucapkan benar, hanya tinggal mereka berdua di sini.

"Gak!"

Arfan tersenyum licik. "Beneran? Lo gak takut kalau tiba-tiba Mbak Sarah nampakin diri?"

Mata Netta melotot. Sialan! Arfan malah membahas Mbak Kunti yang terkenal sering terlihat di SMA ini.






Married with Devan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang