17. DVNM | Panik (2)

6.7K 266 0
                                    

BUGGHHH!" Sebuah pukulan berhasil mendarat di kepala Devan. Spontan, lelaki itupun tersungkur jatuh ke lantai.

Devan mengerang kesakitan. Memegangi belakang kepalanya. Tapi, sekuat tenaga lelaki itu berusaha bangkit. Berdiri, dan mencoba untuk melanjutkan baku hantamnya.

"BUGGHH!...BUGGHH!...BUGGHH!" suara pukulan keras terdengar. Sedetik setelahnya anak buah dari Alex terkapar di lantai.

Refleks Devan menoleh. Mencari tahu siapa yang melakukan itu semua. Rupanya itu adalah Geo, Fakhri, dan tentu saja Ajit.

"Lo ke atas aja. Biar kita yang urus mereka." Seru Geo.

Lelaki itu mengangguk. Dengan sekuat tenaga ia berlari menyusuri anak tangga. Samar-samar ia dapat melihat Vania yang sedang terikat pada kursi. Perempuan itu nampaknya sedang tidak sadarkan diri.

Tanpa ragu, Devan menghampiri Vania. Berniat melepaskannya. Tapi, langkahnya terhenti saat melihat Alex sedang menodongkan senjatanya ke arah Vania.

"Lo maju, gue tembak nih anak!"

"MAU LO APA HAH? DIA GAK ADA SANGKUT-PAUTNYA DENGAN MASALAH LO SAMA GUE!"

Alex tersenyum picik. "Ya jelas ada dong. Dia kan pacar lo. Sesuatu yang ada sangkut-pautnya sama lo, itu adalah musuh gue!"

Devan naik pitam. "SIALA-"

"Eh, Eh. Semakin lo mendekat, semakin dekat juga dia dengan ajalnya."

"APA YANG LO MAU HAH?" Devan pasrah.

"Apa ya? Lo inget gak waktu lo ngusir gue dari "ROYAL" ?"

Devan hanya diam. Alex memang pernah termasuk ke dalam anggota genk ROYAL. Tapi, ia Devan usir karena berbuat ulah dengan menjadi pengedar obat-obatan terlarang. Dan semenjak itu, Alex sangat membenci lelaki itu.

"Gue cuma mau geng gue RAJAWALI, Berkuasa! Jadi, mau gak mau lo harus bubarin genk lo itu. Dan,"

"BANGSAT!" Caci Devan.

"Gue juga mau anak ini jadi milik gue."

Sial! Devan bagai makan buah simalakama. Yang Alex tawarkan bukan pilihan, tetapi paksaan.

Secara tiba-tiba Devan melakukan serangan. Ia nekat melakukannya. Karena tidak siap, beberapa pukulan berhasil mendarat ke tubuh Alex hingga ia tersungkur ke lantai. Ia juga membuang pistol milik Alex ke sembarang arah.

Memanfaatkan situasi, Devan segera berlari menuju Vania berada. Dengan sigap berusaha melepaskan ikatan-ikatan yang membelit tubuh mungil perempuan itu.

"DUAARR!"

Sebuah peluru berhasil menancap di lengan atas Devan. Lagi-lagi Devan tersungkur ke lantai. Sialan! Rupanya Alex memegang lebih dari satu senjata. Tak butuh waktu lama, darah segar mulai mengalir di lengan kekar Devan.

"Arghh!" Devan mengerang kesakitan.

Alex bangkit, mendekat, dan menodongkan senjata itu ke arah kepala Devan. "Kalau lo gak bisa bikin pilihan, biar gue yang bikin keputusan buat abisin lo."

"Selamat tinggal Devan," sambungnya sambil menyunggingkan senyuman iblis.

"DUAARR!"

Bunyi sebuah tembakan santer terdengar. Peluru panas berhasil mendarat ke kaki Alex.

Spontan Alex juga tersungkur ke lantai. Dengan sigap, beberapa orang polisi menyergap markas tersebut dan mengikat borgol pada kedua tangan Alex.

Beberapa detik setelahnya, Netta, Arfan, dan anggota Royal yang lainnya muncul. Kini Devan dapat menarik napas lega.

...

Vania mengerjapkan matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah pelafon dan ruangan yang di dominasi warna putih, tubuhnya tertidur di atas tempat tidur khas rumah sakit, belum lagi selang infus yang juga terpasang pada tangan kirinya.

Perempuan itu mencoba untuk bangun, tapi dengan cepat Devan menahannya.

"De...Devan?" Mata Vania mulai berkaca-kaca. Secara tiba-tiba perempuan itu memeluk dengan erat tubuh lelaki yang ada di depannya.

"Hiks...hiks... Maafin Nia, Van." Tangis Vania pecah. Sangat merasa bersalah terhadap Devan.

Devan membalas pelukan Vania, tangan kanan lelaki itu mengusap-usap rambut Vania yang tergerai.

"Nia gak bermaksud buat ketemuan sama Arfan, hiks...hiks... Maafin Nia Van. Maafin Nia...hiks...hiks..."

Devan menatap wajah Vania. Menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah perempuan itu. "Dengerin ya Van, Lo gak salah. Lagian, gue udah ngelupain itu semua. Yang terpenting sekarang kondisi lo."

Vania kembali berhampur ke dekapan Devan. Mensejajarkan wajahnya pada dada bidang suaminya.

Di satu sisi, perlakuan Vania ini sukses membuat detak jantung Devan menjadi tidak stabil. Oh Tuhan, apakah yang terjadi pada Devan?

Pintu ruangan itu terbuka. Spontan dengan sigap Devan dan Vania melepaskan pelukannya. Mereka berdua benar-benar malu sekarang. Rupanya itu adalah suster rumah sakit ini.

"Ma...maaf ya saya ganggu." Suster tersebut gugup bukan main. Dengan wajah memerah Ia menghampiri tempat tidur Vania, membawa senampan makanan dan meletakannya di atas nakas.

Vania menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak mau Devan tahu kalau pipinya sekarang memerah.

"Lo kenapa?"

Vania menggeleng.

"Mau dilanjutin pelukannya?"

Wajah Vania semakin memerah. Blush!

Alhamdulillah. Akhirnya bisa ngelanjutin.

Publish : 14 Maret 2021


Married with Devan [END]Where stories live. Discover now