DVNM | Kota Hujan

5.6K 220 1
                                    

Sore menjelang, Vania dan Netta sedari tadi sibuk membereskan berbagai macam perlengkapan buat lomba. Ngomong-ngomong mereka sudah sampai lho di Bogor.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Devan;
Nia, bentar lagi kamu aku jemput ya. Aku udah dapat hotel deket situ.

Me:
Iya Van, sebentar lagi aku juga selesai kok.

Devan;
Oke, aku OTW ya.

Me: Iya, hati-hati Van.

Devan;
Iya, istriku yang bawel.

Pipi Vania kembali memerah. Mesem-mesem sendiri.

"Waelah. Seneng banget kayaknya." Netta menyambar.

"Tata apaan sih."

"Ya udah. Sini, biar aku yang beresin aja. Udah kamu siap-siap buat ke penginapan."

"Ih ntar dulu nanggung. Lagian penginapan Nia gak jauh-jauh banget kok."

"Kak Nia gak nginep di sini?" Tanya adik kelas Vania dan Netta. Itu Selin, salah satu anak yang akan ikut lomba esok.

Vania mengagguk. "Iya Selin, Aku gak bisa nginep di sini sama kalian."

Devita menyambar. "Lho kenapa? Padahal Devi semangat banget buat nginep bareng Kakak."

Sekilas Vania menoleh ke arah Netta. Syukurlah Netta memahami maksudnya.

"O...oh, Kak Nia ada perlu Dek. Jadi, gak bisa nginep bareng kita di sini." Alibi Netta.

"Yah, gak seru dong." Selin merungut.

Vania tersenyum. "Kata siapa gak seru? Kan masih ada Kak Tata. Iya gak Ta?"

Netta mengangguk. "Betul tuh. Lagian kalian kan harus istirahat cukup buat besok. Kalau Kak Nia ada di sini, udah pasti kalian gak tidur-tidur. Dia bakal cerita semaleman." Netta terkekeh.

Ya memang begitu adanya. Vania tergolong tipe anak yang humble, jadi mudah bagi dia akrab seperti ini.

"Besok, Kakak bakal ke sini pagi-pagi Kok. Kalian dengerin kata Kak Tata ya. Kalau dia nakal cubit aja! Dia jomblo. Jadi gak akan ada yang marahin kalian. Jangan takut!"

Netta manyun. "Konteksnya gak gitu Nia."

Nia terkekeh. "Ya udah, Kakak pergi dulu ya. Goodluck!"

Semua yang ada di ruangan itu tersenyum sambil mengangguk.

"Hati-hati ya kak."

...

Vania berjalan menuju gerbang sekolah elit tersebut. Matanya mengedar, mencari sosok Devan.

Tapi, secara tiba-tiba ada dua telapak tangan menutup matanya dari belakang. Kontan Vania tau itu siapa. Ia mulai hapal dengan bau parfum Devan.

"Devan, lepasin. Nanti idung dia makin pesek."

"Gak mau. Biarin aja. Biar makin pesek." Goda Devan.

"Ck, Devaaaaan....."

"Iya-iya." Lelaki itu melepaskan tangannya dari wajah Devan.

Vania berbalik badan. Memperhatikan Devan sekilas. Lelaki itu memakai hodie hitam, dengan celana pendek di atas lutut. Rambutnya sedikit acak-acakan. Inikah visualisasi asli dari karakter Badboy di Wattpad?

"Kenapa? Aku ganteng ya?"

Vania mengerucutkan bibirnya. "Gak! B aja."

"Masa sih?"

"Iya, ayo buruan. Nanti ke buru malem."

Devan mengangguk. Secara tiba-tiba tangannya menyambar tangan Vania. Menggenggamnya. Ini pertama kalinya Vania diperlakukan semanis ini.

Vania terdiam beberapa saat. Jantungnya lagi-lagi berdetak tak beraturan. Ini kenapa lagi?

Devan menarik Vania keluar dari sekolah itu.

"V...Van, tunggu bentar ya."

"Mau ngapain?"

Nia tersenyum. "Nia mau beli Boba dulu."

"Ya udah Ayo."

Vania memesan 2 buah Boba. Satunya lagi dia berikan pada Devan.

"Aku kan gak minta. Lagian aku gak suka boba, sukanya cherry."

Mata Vania melotot. Bukan minuman cherry yang dimaksud Devan, tapi...

"Ya udah kalau gak mau mah. Lumayankan minun boba dua cup."

Vania naik ke motor Devan. Pada awalnya ia bingung. Agak ribet juga kalau harus memegangi dua cup Boba.

Sebuah ide pun muncul, ia menarik penutup kepala dari hodie milik Devan. Tanpa izin, ia meletakan cup boba tersebut di sana.

Devan bergidik, saat dinginnya boba menyentuh kulitnya.

"Itu penutup kepala, bukan tempat naro minuman" Ucap Devan, terlihat dari pantulan kaca spion. Vania terkekeh geli.

"Jalan di depan agak berliku. Mending kamu pegangan sama aku." Ujar Devan. Ah sebenarnya itu tidak benar. Devan hanya mencari-cari kesempatan.

Dengan ragu, Vania melingkarkan tangannya pada perut Devan. Lelaki itu tersenyum saat sadar bahwa Vania malu dan ragu untuk melakukannya. Tiba-tiba, Devan menarik kedua tangan Vania dengan paksa hingga kini Vania memeluk Devan dari belakang dengan cukup erat.

Vania hanya terkesiap. Tangannya gemetar, saat memegang perut Devan. Keras, inikah rasanya memegang roti sobek laki-laki?

Vania menempelkan pipinya pada punggung Devan. Menikmati, aroma parfum Devan.

Hah, seindah inikah rasanya jatuh cinta?

Terimakasih udah Mampir.
Publish : 24 Maret 2021








Married with Devan [END]Where stories live. Discover now