DVNM |Digigit Setan

9.2K 261 0
                                    

"Kamu yakin mau sekolah hari ini?" Tanya Devan memastikan. Ia cukup khawatir dengan keadaan Vania sekarang.

"Yakin dong. Kalau Nia tunda lagi, otomatis tugas Nia makin banyak Van,"

"Waelah mikirin tugas amat sih."

Vania mengerutkan dahinya. "Ya iyalah. Emangnya kamu."

"Ganteng." Sambar Devan.

"Nyesel aku ngomongnya. Ya udah ayo berangkat." Seru Vania berjalan mendahului Devan keluar dari apartemen.

Menanggapi hal tersebut, Devan hanya tersenyum. Entahlah, belakangan ini Devan jadi sering tersenyum saat berada di dekat perempuan itu.

Seperti biasanya, Devan menghentikan motornya di warung Mbak Site.

"Kamu hari ini masuk ke sekolah kan Van?" Vania memastikan.

"Hmmm... Kayaknya enggak kamu aja deh. Aku lagi males."

Vania cemberut. "Ish. Kamu kapan sadarnya sih Van, sebentar lagi kita bakal naik ke kelas 3."

Devan kembali tersenyum. "Aku orangnya pinter Van, gampang bagi aku buat dapat nilai gede pas ujian. Ya walau gak belajar."

"Sombong!"

"Gak sombong, cuma ngasih tahu kamu."

"Bodoamat! Kamu harus masuk hari ini!"

"Masukin apa? Kemana?" Devan meledek Vania. Ia memperlihatkan mimik wajah absurd.

"Au ah. Kesel Nia lama-lama sama Kamu." Nia menjeda. "Nanti biar Nia aduin ke Bunda Hanum."

"Dih mainnya aduan."

Vania masih manyun.

"Iya-iya, aku bakal masuk ke sekolah. Tapi, ada syaratnya." Bujuk Devan.

"Apaan?"

Devan menunjuk ke arah pipinya. "Cium pipi aku dulu."

Vania melotot. "Gila ya Kamu. Ini ruang  publik. Jangan ngadi-ngadi deh!"

"Oh iya juga ya. Gimana kalau cium bibir aku aja?" Devan menaik turunkan kedua alisnya.

"Dih! Udah terserah kamu aja. Mau masuk sekolah ge, mau enggak ge. Nia males adu mulut pagi-pagi."

Devan menaikan sebelah alisnya. "Lah perasaan kita belum adu mulut deh hari ini."

"Lah itu apaan tadi hah? Adu dengkul?"

Devan menggeleng, "Bisa jadi, adu mulut itu kayak gini."

Cup!

Devan mencium Vania tepat dibagian bibirnya. Kontan Vania tersentak kaget.

"Devan...!" Ujar Vania tidak terima dengan perlakuan Devan barusan.

"Kenapa? Mau lagi?"

Vania merungut kesal. Tanpa basa-basi lagi, ia berjalan meninggalkan Devan.

"Lho Van, kenapa?"

"Gak mau gak suka gelay." Vania masih berjalan.

"Gelay apa ketagihan?" Devan menjeda.  "Ya udah nanti kita lanjutin aja di apartemen oke."

Vania tidak merespon apa-apa. Pipinya kini teras panas. Jujur, sulit baginya untuk menahan blush setiap kali Devan memperlakukannya seperti itu.

...

"Vania?"

"Tata?"

ucap mereka berdua saat berpapasan di koridor sekolah. Tanpa ragu, mereka berdua pun saling berpelukan layaknya Tele tubles.

"Unceh kangen." Vania mulai Alay.

"Unceh kangen uga." Netta malah ikut-ikutan. "Kamu udah sehatkan zeyeng?"

Vania mengangguk. "Udah dong. Sebenernya mah Nia dari hari kamis juga udah sembuh. Cuma, Devannya aja ngelarang Nia buat sekolah. Katanya tanggung."

"Oh,"

"Hm, Nia gue minta ma-"

Vania dengan cepat menyumpal bibir Netta dengan jari telunjuknya.

"Sttttt! Gak usah dibahas ya. Anggap aja itu gak pernah terjadi ya Ta."

Netta mengangguk. "Makasih ya Nia."

"Sama-sama Tata zeyeng."

"Ya udah kita ke kelas yuk." Sambung Vania.

Netta lagi-lagi mengangguk. Tapi, belum sempat ia melangkahkan kaki. Matanya tak sengaja melihat leher Vania.  Di sana ada bekas merah yang cukup besar.

"Bentar,"

"Kenapa Ta?" Tanya Vania polos.

"Leher lo kok merah sih. Kayak lebam gitu."

Vania panik bukan main. Ia segera meraih kaca di tasnya.

"Dih kok gini sih. Apa jangan-jangan Nia digigit setan. Dulu, Nia juga pernah ngalamin di tangan. Kata Mamah itu digigit setan."

Detik berikutnya Netta tertawa, sampai terpingkal-pingkal.

"MUAHAHAHAHAHAHAHAHAHA! Jadi Devan itu setan?"

Dahi Vania berkerut. "Ma...maksudnya apa Ta?"

"Ya Tuhan. Itu cupang Nia. Bukan digigit setan." Netta semakin bengek tertawa.

"Cupang? Ikan kah?" Vania benar-benar polos ya.

Netta menepuk jidatnya. "Cupang itu kecupan Nia. Masa itu aja lo gak tau."

"Berarti semalam Devan..."

"MUAHAHAHAHAHAHAHA. Ya, Berarti semalam Devan jadi Setan. Terus dia gigit lo."

"Ini gimana Ta, bisa ilang gak?" Vania mulai panik. Bisa-bisa berabe kalau orang lain melihatnya.

"Bisa kok, tapi berhari-hari."

"Terus sekarang gimana?"

Netta berpikir sejenak. Tak lama ia mengeluarkan kapas dan plaster.

"Tadaaaaa!"

"Bu...buat apa Ta? Emangnya berdarah ya?"

Netta menghela napas panjang. "Enggak! Sini gua tempelin."

"Udah selesai. Jadi, orang-orang bakal ngira itu luka. Bukan cupang, atau gigitan Devan." Netta meledek Vania.

"Ish Tata."

Awas ya kamu Devan. Cibir Vania di dalam hati.

Hollaaa.... Terimakasih sudah mau mampir. Jangan lupa klik bintang di sudut kiri.

Publish : 17 Maret 2021



Married with Devan [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz