DVNM | Licik

3.8K 148 5
                                    

Belum genap semenit Devan melenggang dari apartemen. Sebuah pesan dari aplikasi chatting masuk ke dalam benda persegi milik Vania.

Nomor tersebut bukan dari kontak yang ada di ponselnya. Terlihat ada banyak pesan yang terlampir di sana. Karena penasaran, dengan cepat perempuan itu pun tanpa ragu membukanya.

Matanya benar-benar membelalak saat mengetahui isi pesan-pesan tersebut adalah deretan foto. Dan, kalian tahu foto apakah itu?

Ternyata foto-foto itu adalah foto kedekatan antara Devan dengan seorang perempuan yang tidak asing bagi Vania. Tidak hanya satu, tapi banyak. Dan, dari foto-foto tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka benar-benar dekat. Munafik, kalau menyebut kedekatan mereka berdua hanya sebatas teman.

Hati Vania mencelos, saat menyadari bahwa baju yang Devan kenakan di foto adalah baju yang lelaki itu pakai semalam.

Berarti, semalam Devan bohong?

Perlahan, tanpa diminta beberapa bulir airmata mulai berjatuhan dari sudut mata Vania. Hatinya mendadak remuk. Apa yang Devan lakukan padanya ini, benar-benar tidak bisa dipercaya. Setelah menjunjung tinggi perasaan Vania, secara mengejutkan Devan membantingnya ke tanah. Hancur? Pecah? Remuk? Iya sudah pasti.

Tidak ada kata-kata lain selain sesak bagi Vania saat ini.

Satu pesan kembali masuk ke dalam ponselnya.

0858XXXX
Kalau lo masih gak percaya, coba ikutin Devan. Apa lo yakin dengan ucapan Devan tadi? Atau hanya sebatas alasan buat ketemuan sama cewek itu lagi? Ya, kalau diliat-liat kayaknya Devan lebih milih buat ngebohongin lo ketimbang buat nolak perintah buat ketemuan dari perempuan itu.

Deg! Lagi, pesan dari orang yang tak dikenal tersebut berhasil menggores luka yang baru saja hadir di diri Vania. Kini, luka itu semakin dalam.

Tanpa berpikir panjang, Perempuan itu segera mengikuti kemana Devan akan pergi. Ada rasa tidak percaya, dengan apa yang barusan orang tersebut katakan padanya.

Tidak ada pilihan lain, ia harus memastikannya sendiri. Ia berharap, apa yang orang itu katakan adalah fitnah dan kebohongan.

Tapi, kenyataannya apa? Motor Devan justru berhenti pada sebuah kos-kosan Putri. Bukan di kantor tempat Papahnya bekerja.

Dengan batin yang bergejolak, Perempuan itu diam-diam mengikuti langkah jenjang Devan, hingga ia terhenti di depan sebuah roomcost, beberapa detik setelah Devan masuk ke sana.

Tanpa ragu, Vania memberanikan diri untuk membuka daun pintu di hadapannya.

Ceklek,

Pintu tersebut terbuka. Dan, menampilkan seorang Devan tengah memeluk perempuan sambil memagutkan bibirnya.

Vania mematung. Kakinya mendadak tidak kuat untuk menopang dirinya. Hatinya remuk sekarang. Ternyata, apa yang orang itu katakan benar.

...

Vania POV

Hatiku benar-benar hancur saat ini. Aku masih berharap ini semua hanyalah mimpi belaka. Tidak ada kata lain yang dapat ku rasakan selain perih dan kecewa.

Aku memutuskan untuk pergi dari ruangan tersebut. Entahlah aku tidak ingin beradu mulut dengan perempuan itu ataupun dengan Devan. Walau jujur, ada berjuta umpatan yang ingin sekali ku utarakan. Aku yakin, aku tidak akan tenang berlama-lama dalam ruangan ini. Yang ada hatiku semakin sakit melihat orang yang ku cintai sedang melakukan itu dengan orang lain.

Aku mempercepat langkahku. Jangan tanyakan lagi cairan yang keluar dari mataku. Sayup-sayup ku dengar Devan memanggil namaku. Tapi, itu hanya sebentar. Beberapa saat setelahnya hal tersebut tidak lagi terdengar.

Aku benar-benar berharap lelaki itu mengejarku. Mencekal tanganku, dan berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Walau, aku pun tidak yakin akan penjelasannya. Setidaknya ada rasa tanggung jawab darinya untuk berusaha meyakinkanku. Tapi, kenyataannya? Ia hanya memanggil namaku beberapa kali. Tanpa berusaha mengejarku.

Secara mendadak cuaca berubah. Dari tadi yang berawan kini jadi turun hujan. Walau hanya gerimis.

Aku tidak ada niatan untuk berteduh. Membiarkan tetesan air dari langit tersebut membasahi tubuhku. Setidaknya airmataku tidak kentara, tertutupi oleh guyuran air hujan.

Tapi, itu hanya sekadar menutupi. Tidak meringani apalagi membuat sembuh rasa sakit hati kali ini.

Sebuah motor mendadak berhenti di hadapanku. Kontan aku mendongak, sekilas aku berharap itu Devan. Tapi, bodohnya aku terlalu berharap. Itu Arfan, bukan Devan.

"Mau kemana? Biar gua anter."

Aku bergeming. Terus melanjutkan langkah kaki. Aku yakin, Arfan tahu apa yang sedang terjadi padaku saat ini.

Lelaki itu turun dari motornya. Dan berlari ke arahku. Menahan tanganku agar aku tidak lebih jauh melangkah.

Tapi, apa yang Arfan lakukan jelas-jelas menambah rasa sakit di hatiku. Seharusnya Devan yang melakukan ini semua. Bukan dirinya.

Aku menghempaskan tangan kekar Arfan dari lenganku.

"Lo galau boleh, tapi jangan sampai goblok! Sekarang lagi hujan! Lo pikir dengan fisik lo sakit, itu bisa ngeredain rasa sakit hati lo?"

Aku tertohok pada kalimat yang barusan keluar dari mulut Arfan.

...

"Kita harus bisa misahin mereka berdua. Biar lo dan gue bisa dapetin apa yang kita mau."

Arfan mengernyitkan dahi. Masih belum mengerti apa yang Bella maksud.

"Terus?"

Bella berdecih. "Gue kira ketua osis Garuda itu jenius!"

"Maksud lo apa ngomong kayak gitu?" Nada bicara Arfan sedikit meninggi.

"Kita harus punya rencana! Ya kali diem-diem aja, tiba-tiba lo bisa dapetin Vania dan gue bisa dapetin Devan."

Arfan bergeming. Berpikir sejenak.

"Hm...gimana kalau begini," Arfan membisikan sebuah ide kepada Bella.

Bella tersenyum. "Boleh juga rencana lo. Nyesel gue ngomong kayak tadi."

"Oke, kita mulai rencananya besok." Ujar Arfan.

Dengan antusias Bella mengiyakan. "Siap!"

Terimakasih udah mau baca. Jngn lupa vote ya.

Publish : 29 April 2021

Married with Devan [END]Where stories live. Discover now